Kupang, Vox NTT-Rencana pemerintah Manggarai Timur untuk membangun bandara di Tanjung Bendera, Kecamatan Kota Komba sudah lama menjadi perbincangan publik.
Selain tersendat oleh masalah pembebasan lahan dan indikasi korupsi, pembangunan bandara ini juga dinilai tidak mempertimbangkan aspek ekonomi.
Dari sisi ekonomi, pengamat ekonomi-politik, Ferdi Hasiman menilai rencana tersebut terkesan bombastis.
Pasalnya, kondisi infrastruktur dasar di Manggarai Timur belum terpenuhi selama Andreas Agas menjadi wakil bupati maupun saat sekarang menjabat bupati Matim.
Rencana ini pun ia nilai sebagai mimpi yang tidak realistis. Pasalnya, pendapatan masyarakat setempat tidak akan berubah selama kondisi infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan, irigasi, air minum bersih, kesehatan dan pendidikan masih lemah.
“Pemda Matim jangan berhalusinasi. Bisnis bandara itu bisnis premium yang menjangkau kelas menengah ke atas dan costnya mahal. Maskapai juga akan pikir-pikir kalau mau masuk dengan kondisi daerah yang seperti ini,” tutur peneliti Alpha Research Database Indonesia ini.
“Jalan lintas kabupaten saja belum diselesaikan, masa mau bermimpi membangun bandara? Siapa yang bisa naik pesawat kalau kondisinya masih seperti ini?” sambung Ferdi kepada VoxNtt.com, Sabtu (20/07/2019).
Menurut dia, pembangunan suatu bandara harus memperhitungkan aspek ekonomis.
Aspek ekonomis yang dimaksud ialah pendapatan masyarakat maupun nilai keekonomian sebuah proyek seperti banyaknya penumpang, manfaat untuk daerah, maupun lokasinya. Lokasinya, kata dia tidak boleh berdekatan dengan bandara Soa dan Ruteng.
Aspek ini, lanjutnya, menjadi pertimbangan utama kementrian Perhubungan sebelum membangun bandara di mana saja di Indonesia.
“Kalau nilai keekonomian sebuah proyek lemah, kementrian juga pasti akan menolak dan tidak mau ambil risiko,” tutur Ferdi.
Untuk itu, dia menyarankan agar pemerintah kabupaten Manggarai Timur harus serius membenahi infrastruktur darat dan laut terlebih dahulu.
Jika, pembangunan infrastruktur dasar ini sudah berhasil, tentu akan berdampak pada percepatan kesejahteraan rakyat.
“Jika infrastruktur darat dan laut masih lemah, bukan tidak mungkin yang bisa naik pesawat hanyalah bupati dan mereka yang berseragam coklat,” pungkasnya.
Tata Kota
Selain menyoroti infrastruktur darat yang masih lemah, Ferdi juga menyinggung tata kota Borong, ibu kota Manggarai Timur yang masih carut-marut.
Hingga saat ini, kata dia, kota Borong belum menjadi tempat yang nyaman dan menarik bagi pengunjung.
Menurut Ferdi, tata guna ruang harus berfungsi secara optimal. Kota juga harus memiliki sirkulasi yang baik dan salah satu tolok ukurnya ialah transportasi publik.
“Kalau sistem transportasinya buruk, kota tersebut pasti tidak bisa dinilai baik,” tutur Ferdi.
Selain itu, tata ruang kota harus dikembangkan berdasar penataan bangunan, di samping sistem drainase dan sanitasi yang dapat memberikan kenyamanan bagi pengunjung maupun masyarakat Kota.
“Itu dulu yang mendasar. Nah, hari ini kita bisa lihat kota Borong, sepertinya tidak banyak berubah sejak Tote-Agas memimpin. Kota ini seperti kota mati yang tidak bisa memberi inspirasi dan imajinasi bagi penduduk maupun pengunjung,” tegas Ferdi
Ia pun menyarankan agar kota Borong sebagai wajah bupati dan wajah kabupaten Manggarai Timur, dibenahi dahulu sebelum berpikir yang lebih tinggi.
“Kota Borong itu kan gambaran wajah serta pikiran bupatinya. Kalau imajinasi bupatinya sempit dan terbatas, maka tata kota tersebut pasti jorok dan tidak menyenangkan,” tutur Ferdi. (VoN)