Kupang, Vox NTT – Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Kupang mengecam kebijakan relokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) di Jalan Polisi Militer, Kota Kupang, Selasa (30/07/2019).
Relokasi itu diinisiasi oleh Disperindag Provinsi NTT dan disetujui oleh Disperindag Kota Kupang.
Menurut PMKRI Kupang, kebijakan relokasi itu tidak melalui pengkajian yang matang dan tidak dipersiapkan secara baik.
PMKRI juga menyayangkan aksi Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Provinsi NTT yang secara paksa menggusur meja, lapak dan mengangkut dagangan, di antaranya 500-an buah kelapa muda.
Atas kejadian itu pada Selasa sore, PMKRI bersama perwakilan dari para pedagang mendatangi Kantor Wali Kota Kupang untuk meminta penjelasan terkait kebijakan relokasi PKL.
Di sana, mereka diterima oleh Penjabat Sekda Kota Kupang Elvianus Wairata.
Ketua Presidium PMKRI Cabang Kupang, Adrianus Oswin Goleng mengatakan, pemindahan PKL oleh Pemerintah Provinsi NTT tidak mencerminkan asas kepastian dan keadilan.
“Pemindahan Pedagang Kaki Lima (PKL) Kota Kupang yang berjualan kelapa muda di Jalan Polisi Militer ke jalan Hati Mulia belakang Hotel Cendana oleh Pemerintah Provinsi NTT tidak melalui mekanisme dan kajian yang matang,” tegas Goleng kepada VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp-nya, Rabu (31/07/2019) pagi.
Ia menegaskan, pemindahan PKL tidak mencerminkan asas kepastian dan keadilan, yang mana tidak melalui kajian dan analisis secara komperhensif.
“Hal ini paling mencolok yaitu tempat yang disediakan oleh Pemerintah Provinsi NTT tidak representatif dalam ilmu pemasaran, jauh dari keramaian, minus fasilitas, sempit bahkan kumuh, seolah olah mereka (PKL) sampah yang dibuang begitu saja,” ujar mantan Ketua Permada Kupang itu.
“Akibat dari prelokasian tidak melalui kajian yang matang PKL jadi korban seperti pendapatan menurun, cicilan koperasi macet, susah memenuhi kebutuhan keluarga dan biaya pendidikan anak,” tambahnya.
Menurut Goleng, kebijakan pemindahan PKL tidaklah bijaksana dan tidak mencerminkan keberpihakan terhadap kaum lemah dan miskin, serta kebijakan yang menindas.
“Oleh karenanya kami mendesak Wali Kota, membuka mata dan nurani segera merespon segala jeritan dan tangisan yang saat ini mereka rasakan, dengan kembali mengkaji penempatan PKL di belakang Hotel Cendana, ” tuturnya.
Poin kesepakatan dalam pertemuan bersama Penjabat Sekda Kota Kupang,
dan Disperindag itu lanjut dia, kembali memindahkan PKL itu ke Taman Nostalgia (Tamnos), dengan penataan dan pembagian tempat – tempat yang masih kosong.
“PKL jadi kelompok dampingan PMKRI, ke depannya kita menyusun program pelatihan ekonomi kreatif dgn melibatkan stakeholder guna meningkatkan keterampilan kompetensi penjual,” tutup Goleng.
Sementara itu, salah satu PKL Serlin sempat menangis dan kecewa lantaran diadakan Pasparani para pedagang lalu dipindahkan.
“Itu kegiatan rohani, Pesparani itu. Untuk Tuhan tapi kenapa tidak memerhatikan nasib sesama. Apakah karena kami ini kumuh lalu mau sembunyikan,” ungkap Serlin sembari mengusap air matanya.
Serlin mengakui, kadang-kadang lokasi mereka berdagang kotor dan banyak sampah. Akan tetapi tidak semua pedagang tidak tertib.
“Saya hanya minta kami tetap berdagang di situ, hanya tinggal ditata secara baik dan kami semua akan lebih tertib lagi,” harap Serli.
Menanggapi kedatangan PMKRI bersama PKL itu, Penjabat Sekda Kota Kupang Elvianus Wairata mengatakan, kebijakan relokasi pedagang di Jalan Polisi Militer merupakan inisiatif dari Disperindag Provinsi NTT dan Disperindag Kota, lalu mengeluarkan surat agar direlokasi.
“Kami diundang untuk pertemuan membahas soal relokasi itu. Katanya direlokasi karena lokasinya di Jl. Polisi Militer itu jadi kumuh dan para pedagang ada yang membuang sampah sembarangan, bahkan ada yang buang air. Selain itu sebagaimana diketahui NTT akan jadi tuan rumah Pesparani maka dilakukan relokasi,” ungkapnya.
Relokasi itu kata dia, tidak dilakukan terlebih dahulu pengkajian secara matang.
“Alasannya, Kota Kupang memang belum punya master plan soal penempatan pedagang kaki lima,” tuturnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba