Kupang, Vox NTT-Tak hanya menolak keputusan Pepmprov terkait penutupan dan relokasi warga Pulau Komodo, Fraksi Demokrat NTT juga mengingatkan Pemerintah Provinsi untuk menghindari “mekanisme Sinterklas” alias bagi-bagi program dan dana tanpa melalui pengkajian, perencanaan maupun mekanisme pembahasan dan penetapan program yang ada.
“Kami mendapat informasi dari berita media yang tersebar luas, kutipan langsung janji Bapak Gubernur, yang menjanjikan proyek maupun bantuan program 100 miliar untuk masyarakat Perbatasan Bajawa-Manggarai Timur, 100 Miliar di Perbatasan Sumba Barat dan Sumba Barat Daya, 100 miliar untuk rencana Penutupan Pulau Komodo dan lain sebagainya,” ungkap Juru bicara Fraksi, Leonardus Lelo saat membacakan pemandangan umum Fraksi.
“Ini angka yang fantastis, jumlahnya besar sekali, dari mana sumber dananya, apakah sudah ada SIDnya atau feasibility study dan perencanaan yang matang?,” tanya Leo.
Model pemerintahan seperti ini kata dia, memang akan kelihatan populis di Media dan Medsos tapi sebenarnya Old Fashion, alias sudah ketinggalan zaman.
“Semangat era ini adalah sebagaimana yang ditunjukkan sangat baik oleh Bapak Jokowi, Presiden kita saat ini, adalah era pemerintahan yang mendasarkan seluruh proses pemerintahan dan pembangunan melalui sebuah tahapan perencanaan yang tepat, partisipatif dan berkelanjutan. Tidak sesukanya pemegang kekuasaan, mengekspresikan keinginannya dengan menggunakan uang rakyat,” katanya.
Mendagri Didesak Perintahkan Gubernur NTT untuk Copot TP2
Fraksi Demokrat NTT Tolak Penutupan dan Relokasi Penduduk Pulau Komodo
Pemprov, tegas dia, seharusnya memberikan pembelajaran kepada pemerintahan di bawah hingga ke desa untuk melakukan tata kelola pemerintahan dan pembangunan yang lebih baik dan berkualitas.
Fraksi Demokrat juga mengingatkan pemerintah, terkait penyelesaian masalah perbatasan baik di perbatasan Manggarai Timur-Ngada maupun perbatasan di Sumba.
“Pemerintah Provinsi mungkin merasa tegas dan yakin bahwa masalah ini sudah diselesaikan dengan mematok batas, dan menyatakan diri sukses. Tetapi perlu dicermati bahwa, masalah ini masih terus menghangat pada level bawah bahkan akar rumput,” ungkapnya.
Hal ini lanjut dia, terlihat dari berita media tentang penolakan dari Pansus DPRD Kabupaten Manggarai Timur terkait pergeseran batas yang telah dilakukan dan penolakan dari masyarakat Desa Wetana, Sumba Barat.
“Kami berharap agar, pemerintah daerah lebih berhati-hati dan mawas diri dalam mengambil kebijakan terkait dengan urusan perbatasan, agar tidak berpotensi menimbulkan konflik baru dan sengketa berlanjut tanpa usai,” tutup Leo.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Boni J