Oleh: Tian Jurman
Orang Muda di Desa Bangka Kuleng
Saya adalah seorang pemuda dari kampung Bajar, Desa Bangka Kuleng, Kecamatan Poco Ranaka, Manggarai Timur.
Saya sangat senang begitu mendengar ada mahasiswa/i Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang melakukan kegiatan KKN di desa kami. Ini sebuah angin segar bagi generasi muda di kampung kami.
Harapan kami dengan kehadiran para mahasiswa adalah supaya generasi muda di desa kami mendapatkan sedikit pencerahan, inspirasi dan ilmu dari mahasiswa KKN tersebut.
Selain itu, anak-anak muda khususnya yang sedang menempuh pendidikan menengah, bisa terinspirasi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Saya kira misi itulah yang selalu membekas setiap kali mahasiswa asal kampus manapun ber-KKN ke desa. Mahasiswa membagikan pengalaman dan mengaplikasikan lmu pengetahuan dan teknologi yang diperoleh dari bangku kuliah untuk kesejahtraan masyarakat.
Mahasiswa dapat melakukan studi lintas ilmu dari teman lain di tempat KKN atau bertukar pikiran dengan masyarakat setempat sehingga menghasilkan perubahan sosial.
Singkat kata, KKN merupakan keterpaduan antara pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang termanifestasikan dalam tri darma perguruan tinggi.
Para mahasiswa dapat mengenal persoalan masyrakat dan membantu memecah akan persoalan tersebut. Apalagi KKN itu sendiri adalah bentuk pengabdian kepada masyarakat.
Setahu saya, manfaat dari KKN tersebut diantaranya :
Manfaat bagi mahasiswa itu sendiri. Pertama, mendapatkan pemaknaan dan penghayatan mengenai manfaat ilmu teknologi bagi pelaksanaan pembangunan.
Kedua, keterampilan dalam merumuskan serta memecahkan persoalan yang bersifat cross sectoral secara pragmatis ilmiah dengan pendekatan interdisipliner.
Ketiga, tumbuhnya rasa kepedulian sosial dan rasa kesejawatan.
Bagi masyarakat dan pemerintah. Pertama, pemberian bantuan pemikiran dan tenaga dalam pemecahan masalah pembangunan daerah setempat.
Kedua, pola pikir dalam merencanakan, merumuskan serta melaksanakan berbagai program pembangunan khususnya di pedesaan yang kemungkinan masih dianggap baru bagi masyarakat setempat.
Ketiga, tumbuhnya dorongan inovasi di kalangan anggota masyarakat setempat dalam upaya memenuhi kebutuhan lewat pemanfaatan ilmu dan teknologi.
Karena itu spirit KKN adalah spirit pembauran. Mahasiswa yang merupakan entitas akademik keluar dari ‘sangkarnya’ untuk bergelut dalam kehidupan nyata dalam masyarakat.
Namun fakta mahasiswa KKN Undana di kampung saya sedikitnya jauh dari harapan kami.
Saya tidak mengerti, mengapa mahasiswa Undana di kampung saya, di Bajar tidak pernah berbaur dengan masyarakat. Bahkan sudah sebulan lebih mereka tinggal di tengah masyrakat, malah ada masyrakat yang belum tau mana dan siapa saja mahasiswa Undana yang melakukan kegiatan KKN.
Apakah karena Kampus Undana tidak memberikan pembekalan sesuai dengan pemaknaan dan pemanfaatan KKN itu sendiri? Ataukah salah penempatan di desa?
Mungkin satu hal yang perlu untuk dilihat bahwa seharusnya kedatangan mahasiswa/i di desa kami merekatkan kembali hubungan antara masyarakat yang tidak terjadi selama ini. Selain itu merekatkan hubungan antara mahasiswa dan masyarakat.
Point selanjutnya adalah mahasiswa yang melakukan KKN sebisa mungkin membantu meringankan dan mengatasi masalah dan beban masyarakat.
Akan tetapi yang terjadi di desa kami, mahasiswa melakukan kegiatan yang sifatnya “fisik” olah raga antara warga desa bahkan diundang juga dari desa tetangga.
BACA JUGA: Rumah Terbakar, Mahasiswa KKN Undana “Rogoh Kocek” untuk Korban
Kegiatan ini memang baik, tetapi malah membebankan masyarakat di mana setiap KK dibebankan biaya sebesar Rp. 50.000 untuk bisa berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
Ini tentu sangat memberatkan bagi sebagian masyarakat yang berpenghasilan rendah seperti di desa kami. Tapi anehnya, begitu ditanyakan kepada mahasiswa/i perihal dana kegiatan tersebut? Mereka menjawab ada dana dari kampus!
Saya penasaran sebenarnya, apakah kampus Undana memberikan dana kepada mahasiswa untuk melakukan kegiatan di tempat KKN?
Kalaupun tidak, apakah pihak kampus Undana merestui/ menyetujui jika mahasiswa melakukan kegiatan di mana pembiayannya dibebankan kepada masyarakat?
Kalau itu benar, maka sangat disayangkan kampus sebesar dan sebaik Undana membuat beban kepada masyarakat. Semoga saja tidak.
Selanjutnya apakah pihak Undana kurang memberikan pembekalan kepada mahasiswa yang akan melakukan KKN tentang pentingnya tata krama dalam hidup bermasyarakat?
Pasalnya, tak masuk di akal jika kegiatannya dari mahasiswa tapi sosialisasinya diberikan kepada RT. Sementara para mahasiswa hanya diam di tempat penginapan mereka, duduk, nongkrong, asyik dengan gadget mereka masing- masing, lalu terkadang nongkrong sampai larut malam.
Mahasiswa di desa kami hanya ditempatkan di 3 rumah masyarakat. Saya tidak tahu kenapa demikian. Padahal masyarakat lain juga rindu untuk berbaur dengan para mahasiswa.
Ini perlu di perhatikan secara serius oleh pihak kampus, apalagi kampus sekelas Undana.
Saya rasa terpanggil untuk menulis soal ini karena kecintaan dan kebangaan saya terhadap Undana sebagai salah satu pelopor Perubahan bagi NTT.
Semoga dengan coretan sederhana ini, kampus kebanggaan masyarakat NTT ini bisa mematangkan perencanaan dan aplikasi program KKN sehingga kedepannya para mahasiswa menjadi agen-agen perubahan yang siap dan handal bagi perubahan masyarakat.
Maju terus Undana. Salam dari tanah Congkasae!