Atambua, Vox NTT–Polemik terkait pengangkatan 204 Tenaga Kontrak (Teko) daerah di Kabupaten Belu terus bergulir.
Pasca diserahkannya SK Teko yang ditandatangani Bupati Belu, Wilybrodus Lay dengan nomor: BKPP.816.2/405/KEP/IX/2019 tertanggal 6 September 2019 di aula Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (P&K) Belu, Senin, (16/09/2019), gelombang protes yang datang dari puluhan guru kian kencang.
Aksi protes para guru lantaran berdasarkan nama-nama Teko yang diangkat, banyak yang tidak sesuai persyaratan sebagaimana disampaikan Bupati Belu Wilybordus Lay.
Bupati sebelumnya memerintahkan Dinas P&K, Inspektorar dan BKPP untuk melakukan proses perekrutan Teko berdasarkan pertimbangan lamanya masa kerja, bukan berdasarkan kebutuhan sesuai mata pelajaran di satuan pendidikan.
Atas aksi penolakan para guru ini, Selasa (17/09/209) bertempat di ruang sidang sidang DPRD Belu, Kepada Dinas P&K, Marsianus Loe dan Kepala Inspektorat, Iwan Manek dipanggil untuk dimintai klarifikasi.
Dalam Rapat Dengar Pendapat tersebut, sejumlah guru dan anggota DPRD mengungkap nama Teko yang seharusnya tidak ada dalam SK.
Kepala Inspektorat Kabupaten Belu, Iwan Manek yang diberi kesempatan untuk menjelaskan terkait proses verifikasi menyampaikan, berdasarkan perintah bupati, pihaknya sudah melakukan tugas dimaksud.
Iwan menjelaskan, berdasarkan hasil verifikasi yang diperoleh terdapat 225 tenaga guru yang sudah mengabdi di atas tujuh tahun. Namun, pihaknya tidak berwenang untuk menurunkan kuota menjadi 204 Teko.
“Hasil verifikasi yang kami lakukan sejak April lalu sudah kami serahkan ke Dinas terkait karena kami bukan user. Wewenang kami hanya sebatas melakukan verifikasi, bukan menentukan” jelas Iwan di hadapan anggota DPRD dan puluhan guru yang hadir saat itu.
Mendengar penjelasan Kepala Inspektorat, sejumlah anggota DPRD mendesak agar dokumen hasil verifikasi, dokumen usulan dari Dinas P&K serta SK Teko dibuka secara transparan agar diketahui bersama pada tahapan mana nama yang tidak layak muncul dalam lampiran SK.
Mestinya, pada tahap ini, para guru dan ADPRD sudah punya gambaran siapa aktor yang bermain.
Sayangnya, saat itu, Kepala Dinas P&K tidak menjelaskan prosesnya secara detail lantaran debat antara sejumlah anggota DPRD yang tak terbendung serta simpang-siurnya pertanyaan dari kalangan guru.
Namun demikian, sejumlah anggota DPRD yang hadir saat itu mendesak agar pimpinan sementara DPRD Belu segera membuat rekomendasi kepada Bupati Belu untuk membatalkan SK Teko.
Sejumlah DPRD menilai SK tersebut cacat hukum dan tidak adil.
DPRD Desak Bupati Copot Kadis P&K
Dalam proses RDP, terungkap sejumlah fakta terkait pengangkatan Teko 2019.
Dalam SK yang beredar, banyak nama yang masa pengabdiannya hanya lima tahun, bahkan di bawah lima tahun namun diangkat jadi tenaga kontrak daerah. Hal ini jelas tidak sesuai dengan perintah Bupati Belu.
Kepala Dinas P&K, Marsianus ketika diberi kesempatan untuk menjelaskan penetuan kuota Teko ternyata tidak mampu menjelaskan secara detail.
Ketika diberi kesempatan, penjelasan Marsianus terkesan berbelit-belit sehingga pembicaraannya diinterupsi oleh sejumlah anggota DPRD.
“Bapak dari tadi bicaranya hanya bunga-bunga saja langsung saja menjawab inti pertanyaan. Jangan pakai bunga-bunga dulu. Kita hanya minta dasar peritimbangan yang dipakai Dinas dalam menentukan nama Teko itu apa? Karena perintah Bupati sebagaimana bisa dibaca di media bahwa dasar pertimbangan perekrutan Teko adalah lamanya masa kerja,” tegas Siprianus Temu, anggota DPRD dari Partai Nasdem.
Desakan untuk mencopot Kadis P&K pun tak terbendung. Salah satunya datang dari Aprianus Hale, dari Partai Nasdem.
Aprianus menilai, Kepala Dinas P&K gagal mengurus persoalan pendidikan di Belu.
Ia bahkan menuding, kadis ikut bermain sehingga menciptakan suasa keruh dan kekecewaan di kalangan guru.
Aprianus juga mencium aroma mafia dalam penentuan tenaga kontrak daerah.
Menurut dia, kesejahteraan para guru tidak boleh menjadi permainan politik karena menyangkut pendidikan anak bangsa yang juga generasi masa depan.
Selain mendesak agar Kadis P&K dicopot, Aprianus juga meminta agar dilakukan audit investigasi untuk mencari tahu siapa aktor di balik SK yang bermasalah tersebut.
“Kami dari Nasdem sangat menyayangkan adanya permainan ini. Seharusnya, kalau kerja ikut perintah Bupati, tidak ada persoalan. Bupati omong lain, kadis omong lain, buat lain. Akhirnya mengorbankan para guru yang selama ini mengabdi untuk pendidikan di Belu,” tutur mantan ketua LMND Eksekutif Kota Kupang ini.
“Karena itu, kami mendesak Bupati untuk segera mencopot kadis Pendidikan dan segera lakukan investigasi untuk menemukan siapa yang bermain sehingga dimintai pertanggungjawaban secara hukum” sambungnya.
Terpisah, Kadis Marsianus yang ditemui usai RDP mengakui bahwa dirinya siap untuk dicopot kapan saja.
Baginya, jabatan tidak penting. Marsianus mengklaim bahwa apa yang dilakukan pihaknya adalah semata untuk kemajuan pendidikan di Belu.
Terkait dengan proses perekrutan Teko, Marsianus mengaku ada 45 orang yang datanya tidak sesuai apa yang diperintahkan Bupati.
Namun demikian, hal itu terpaksa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan guru di sekolah. Para guru tersebut juga diangkat berdasarkan kualifikasi dan kompetensi.
“Saya diganti itu saya sepakat karena saya tipe orang yang tidak mencintai jabatan. Sepakat untuk diganti. Jangankan besok, hari ini juga bisa. Kalau memang saya dianggap tidak berkompeten maka saya siap untuk diganti. Saya tidak hidup dari jabatan,” tandas Marsianus sebelum meninggalkan ruang sidang.
Penulis: Marcel Manek
Editor: Irvan K