Kupang, Vox NTT-Kalah dalam perhelatan Pilgub NTT beberapa waktu lalu, tak meredup langkah politik Benny K. Harman (BKH) untuk terus bertarung merebut kekuasaan.
Idealismenya tak lekang dimakan waktu, meski dinamika politik negeri ini kerap diwarnai pragmatisme akut. Baginya, politik bukan hanya soal pertarungan meraih kursi kekuasaan. Kekuasaan politik merupakan panggilan hidup untuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
Tak berlebihan jika kemudian rekan-rekannya mengenal sosok ini sebagai politikus nasionalis-religius. Tak sedikit pula yang menjulukinya sebagai “Singa Parlemen”.
Ia memang dikenal sebagai salah satu politisi Senayan yang tegas, berani, cerdas dan loyal terhadap negara. Berbagai kritikan tajam yang ia lontarkan semata-mata untuk menjaga Pancasila dan Indonesia.
“Di mana ketidakadilan tumbuh subur, kesenjangan sosial kian melebar, dan rakyat makin melarat di situ Pancasila tinggal nama,” demikian tulis Benny K Harman melalui akun twitternya bertepatan dengan peringatan hari lahir Pancasila Kamis, 1 Juni 2017 lalu.
Tampak, naluri aktivis BKH terus berkobar sekalipun sudah duduk di kursi empuk Senayan.
Sejak berkecimpung di dunia organisasi mahasiswa, bergiat di berbagai LSM hingga menjadi DPR-RI tiga periode, idealisme Benny di bidang kemanusiaan terbukti tidak pernah luntur.
Soal idealisme sosok ini memang tidak diragukan lagi. Sejak 1992-1994, Benny mewakili YLBHI dalam Asian Forum For Human Rights di Bangkok.
Dari 1995-1998, ia menjabat Direktur sekaligus pendiri Pengkajian Strategis Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Jakarta.
Nama Benny juga termasuk dalam jajaran pendiri FITRA (Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran), pendiri Setara Institute for Democracy, Pendiri Pusat Studi Konstitusi & Demokrasi, Pendiri Pusat Studi Hukum Lingkungan Indonesia, dan berbagai LSM lainnya yang turut memperkuat sistem demokrasi Indonesia.
Sejumlah penghargaan di bidang kemanusiaan juga pernah diraihnya baik di level nasional maupun internasional.
Selama tiga periode di DPR RI, ia juga getol bersuara seputar isu korupsi dan perdagangan orang.
Menurut Benny, korupsi yang ditimbun oleh maraknya perilaku korup elit politik semakin menjauhkan spirit Pancasila dari ruang birokrasi dan pemerintahan.
“Apakah korupsi yang kata KPK masif di tubuh eksekutif, legislatif dan judikatif akibat lemahnya penghayatan atas Pancasila? Renung!” demikian sekali lagi Benny menulis di laman Twitternya beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan bahwa pelaku korupsi dikategorikan pelanggaran HAM berat karena menyebabkan indeks pembangunan manusia di suatu bangsa menjadi terhambat.
“Distribusi kesejahteraan kepada rakyat kecil dikorupsi oleh elit yang haus kekayaan,” katanya.
Hal itu sesuai dengan hasil studi lembaga dana pembangunan internasional (United Nations Development Programme/UNDP) yang menyebutkan kualitas pembangunan manusia di suatu negara yang banyak korupsi sangat rendah.
Sebagai wakil Ketua Komisi III (periode 2014-2019) ia juga tidak pernah absen dari pemberitaan menyampaikan sikap dan gagasannya terhadap persoalan perdagangan orang di NTT.
Hal ini disampaikan BKH saat pertemuan terbatas bersama masyarakat Desa Nobi-Nobi, Kecamatan Amanuban Tengah, TTS, Selasa (6/3/2018) lalu.
Gagasan itu dulu ia sampaikan saat berkampanye menjelang pilgub NTT tahun 2018. Menurut dia ada 6 cara yang akan ia lakukakan andai saja dulu ia terpilih jadi Gubernur.
Pertama, membentuk ulang Satgas Anti-Human Trafficking. Menurutnya, Satgas yang ada saat ini, belum menjalankan fungsinya secara benar.
Bahkan dia menilai masih terjadi tebang pilih dan diduga aparat juga ikut bermain dalam pengiriman TKI Ilegal.
Kedua, harus dipastikan bagi mereka yang kerja sudah mendapatkan pelatihan pendidikan ketrampilan melalui Balai Latihan Kerja (BLK).
Ketiga, PJTKI yang ada sekarang ini akan evaluasi lagi, mana yang benar dan tidak benar.
Keempat, kalau sudah melalui tahapan-tahapan pelatihan ketrampilan dan PJTKI yang sudah diverifikasi, pemerintah harus memastikan para pekerja bekerja di tempat yang aman dan nyaman.
Kelima, harus ada hotline TKI dengan Pemerintah.
“Mereka kerja di mana saja, setiap minggu ada laporannya. Baik langsung maupun melalui PJTKI. Tidak seperti selama ini, PJTKInya sembunyi-sembunyi jual beli manusia,” katanya.
Keenam, membentuk Tim Khusus Bantuan Hukum, untuk membela mereka yang selama ini menjadi TKI bermasalah secara hukum.
“Ini sangat penting, sehingga tidak seperti selama ini, siapa yang harus membela mereka. Pemprov harus siapkan langkah hukum jika ada yang meninggal apalagi kalau terindikasi Tindak Pidana Perdagangan Orang” tegas BKH.
Namun sayangnya gagasan ini batal terlaksana lantaran ia kembali menelan pahitnya kekalahan dalam pilgub NTT.
Meski demikian, ia menerima kekalahan tersebut sebagai pelajaran berharga.
Banyak kalangan menilai kekalahan Benny pada Pilgub baru lalu karena ia dinilai sombong dan pelit.
Namun sebenarnya pandangan tersebut keliru. Melalui ruang kampanye politik, Benny sebenarnya ingin mendidik rakyat lewat kampanye yang edukatif, bersih dan jauh dari politik uang.
Pernah saat kampanye Pilgub NTT jilid 2 di Lembata, BKH memarahi seorang tua adat yang meminta BKH membangun rumah adat kalau terpilih.
Sebelumnya bapak itu mengaku ada kandidat yang pernah berjanji namun setelah terpilih tidak pernah datang lagi.
Kala itu, mantan ketua komisi 3 DPR RI ini memarahi calon pendukungnya itu dengan sadis.
“Bapak tidak pilih saya, silahkan saja. Saya datang ke sini untuk bantu bapa mama sekalian. Masa bapa menggadaikan harga diri bapak dengan meminta-minta seperti ini dalam ruang kampanye. Kalau saya mau dapat suara, saya tinggal kasih bapak janji manis seperti cagub yang bapak singgung itu. Tapi bukan itu solusinya. Saya mau bapak pilih saya bukan karena janji-janji manis tapi karena bapak yakin program saya bagus dan bisa dijalankan,” tutur Benny.
Peristiwa ini adalah salah satu momen unik dimana seorang Cagub memarahi calon pemilihnya. Sikap Benny memang berbeda kebanyakan politisi yang gemar menebar janji, membagi-bagi uang dan sembako menjelang pemilu.
Bagi dia, NTT tidak maju-maju karena cara berpolitiknya seperti itu. Alhasil, jika seorang pemimpin terpilih, ia tidak peduli dengan persoalan rakyat. Toh, suara rakyat tersebut sudah dibayar cash dengan uang dan sembako.
Mungkin karena cara seperti inilah mengapa sekelompok orang menyebut BKH sombong dan pelit.
Namun cara itu dia lakukan bukan karena tidak punya uang atau pelit. Dia sedang mendidik rakyat pemilih untuk tidak memakai cara kotor, jika mau pemimpinnya bersih.
Itulah Benny Harman. Sosok yang punya karakter dan tidak takut melawan arus meski harus membunuh dirinya sendiri.
Menjadi gubernur dalam kondisi masyarakat yang terlanjur pragmatis akibat pendidikan buruk dari elit politik, memang cukup sulit untuk orang seperti Benny.
Mayoritas tampaknya masih lebih suka dengan janji-janji manis, membangun jembatan di tempat yang tidak ada air, membangun bandara sampai ke desa-desa, gemar bagi-bagi uang dalam bentuk sumbangan dan sebagainya.
Beruntung ia sudah memiliki pemilih yang loyal sehingga kembali duduk di Senayan sebagai wakil rakyat untuk yang keempat kalinya.
Sosok Benny mungkin belum saatnya untuk kembali ke NTT. Ia perlu banyak ‘menggarami’ lagi dinamika Senayan sebagai pusat medan kekuasaan.
“Tantangan yang cukup berat bagi Benny yang sudah kenyang berlaga adu siasat di medan politik adalah menghadapi karakter kekuasaan yang mempunyai daya pesona luar biasa. Modal utama agar tak tergerus adalah berani menyangkal diri serta menaklukkan iming-iming nikmat kuasa. Menjadi pemenang dalam persaingan politik, wajib hukumnya menjadikan kemenangan tersebut sebagai kemenangan rakyat” demikian pesan sahabatnya Josef Kristiadi dalam buku No Justice, No Peace.
Benny juga dinilai sebagai intelektual-politisi yang dapat dijadikan sebagai katalisator perubahan di bidang hukum.
“Benny telah menjadi katalisator penting yang membawa nilai-nilai keadilan dan cita-cita negara hukum ke dalam setiap derap reformasi hukum di Indonesia,” kata DR. Kastorius Sinaga, Sosiolog dan mantan panasehat ahli Kapolri.
“Percikan pemikiran Benny K Harman, menggambarkan idealisme dirinya yang obsesif dengan perdamaian di atas syarat keadilan,” kata Hendardi, Ketua Setara Institute.
“Dia politisi langka. Intelektualitasnya memberikan kematangan dan kedalaman dalam menghadapi politik Indonesia yang serba cair dan transaksional,” ungkap Prof. Robertus Robert.
“Ia terlatih dalam negosisasi kebijakan publik. Ia lama menjadi aktivis Hak Asasi Manusia di era Orde Baru. Sisi yang tak dimiliki oleh kebanyakan politisi hari ini. Benny bahkan menulis disertasi doktoralnya dalam tema perjuangan hukum menegakan keadilan. Segi ini yang tidak boleh dinegosiasikan,” ungkap temannya, Rocky Gerung.
Selamat kembali ke Senayan bung Benny, Lanjutkan Perjuangan!
(VoN)