Kupang, Vox NTT – Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), Aloysius Malo Ladi mengutuk keras paham-paham radikal yang masuk di daerah itu.
Pernyataan Aloysius itu menanggapi terkait penyebar ideologi khilafah yang masih bergentangan di Kota Kupang, NTT.
“Bahwa ada organisasi tertentu yang dianggap paham radikalisme, tentu ini sangat bertentangan dengan apa yang menjadi harapan dari pada Negara kesatuan Republik Indonesia,” kata Aloysius kepada wartawan di Kupang, Senin (28/10/2019).
Menurutnya, NKRI, UU 1945 dan pancasila itu adalah final.
“Sehingga kalaupun ada paham-paham yang dianggap paham radikalisme tentu ini sangat dilarang keras. Apalagi paham ini sama sekali tidak dapat dikatakan bahwa tidak diterima di NKRI. Karena ini sangat bertentangan dengan apa yang dipahami selama ini,” ujarnya.
Sebagai DPRD tegas dia, tentu mengutuk keras apabila ada paham-paham radikal yang masuk di wilayah NTT.
Ia juga menyarankan kepada masyarakat NTT untuk dapat mengikuti, mengamati dan melaporkan jika ada informasi adanya paham-paham radikal.
“Jika ada indikasi anggota ataupun kelompok yang dicurigai menganut paham ini dan kasih untuk menyebarluaskan ataupun melakukan sebuah kumpulan atas nama kegiatan tertentu. Tetapi di dalamnya ada muatan- muatan yang mempunyai paham-paham radikalisme,” ungkap politisi PKB itu.
Ia berharap agar aparat pemerintah, baik itu desa, kelurahan maupun aparat keamanan untuk lebih selektif terhadap orang-orang yang masuk ke NTT dengan punya niat tertentu.
“Sehingga dengan demikian maka, kita dapat mengantisipasi. Jika ditemukan ada paham-paham seperti itu,” tandasnya.
Ia juga berharap kepada aparat keamanan untuk bisa menindak tegas terhadap paham-paham radikal.
“Kita juga tidak mau jangan sampai kerukunan hidup beragama. Kerukunan yang telah dijalani dalam sisi budaya dan kemasyarakatan yang selama ini di NTT itu menjadi rusak hanya karena untuk kepentingan-kepentingan yang sifatnya ingin merusak tatanan bermasyarakat di Provinsi NTT,” harapnya.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) NTT Abdul Kadir Makarim mengatakan, ormas Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) itu sudah dibubarkan.
Menurut dia, aktivitas yang mengatasnamakan HTI itu tidak boleh ada.
“Sebenarnya, Polisi tidak boleh dikasih izin. Polisi tidak boleh kasih izin. Kalau sudah dibubarkan, bubar jangan kasih izin,” tegasnya.
Abdul menyatakan, jika pemerintah sudah bubar lalu dikasih izin, itu namanya mengadu domba.
“Saya tidak setuju. Harus bersih dari NTT. Kita sudah sepakat itu. Pemerintah sudah kasih bubar,” tegasnya.
Ia mengimbau agar tidak boleh terpengaruh dengan HTI atau organisasi yang bertentangan dengan NKRI.
“Jangan terpengaruh dengan HTI ataupun organisasi yang bertentangan dengan NKRI,” tandasnya.
Penulis: Tarsi Salmon
Editor: Ardy Abba