Kupang, Vox NTT- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) NTT meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat (Pemkab Mabar) jangan masa bodoh soal pembabatan dan pembakaran hutan mangrove di Dusun Menjaga, Desa Mancang Tanggar, Kecamatan Komodo.
“Pembabatan ini sudah keterlaluan. Pelaku dan siapa yang merencanakan pembabatan ini harus ditindak secara hukum,” ujar Staf Media Walhi NTT Dominggus Karangora kepada VoxNtt.com, Sabtu (02/11/2019).
Dominggus pun menyayangkan aksi pembabatan mangrove selalu terjadi berulang kali.
Menurut dia, hal ini terjadi karena para pelaku merasa tidak ada persoalan jika membabat mangrove.
“Karena selama ini memang kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan tidak pernah ditindak. Beda dengan masyarakat kecil, tebang satu pohon untuk bangun rumah saja bisa dipidanakan. Kita perlu pertanyakan apa peran Pemerintah Manggarai Barat dalam perlindungan linkungan. Kejahatan terus terjadi, pembiaran dari pemerintah dan akhirnya berulang lagi,” ujarnya.
Sebab itu, Dominggus meminta Pemkab Mabar untuk berhenti masa bodoh dengan kejahatan lingkungan yang terjadi di depan mata.
Menurut dia, pemerintah seharusnya marah, bukan malah diam dan tenang.
Sebelumnya, pelaku pariwisata di Labuan Bajo Matheus Siagian meminta aparat keamanan dan pemerintah agar menindak tegas pelaku perusakan hutan mangrove atau bakau di Dusun Menjaga, Desa Mancang Tanggar, Kecamatan Komodo.
”Tanpa tindakan tegas dari pemerintah dan aparat hukum, kejadian ini akan terulang lagi dan lagi,” ujar Matheus saat dihubungi VoxNtt.com, Kamis (17/10/2019) lalu.
Direksi Tree Hospitality Holding itu menjelaskan, tanaman bakau sangat penting bagi ekosistem.
Sayangnya, kata dia, sejak pariwisata berkembang di Mabar banyak sekali tanaman di tepi pantai ini dibabat habis, yang konon alasannya demi mendapatkan view laut atau menjadi pantai.
Padahal menurut Matheus, larangan pembabatan pohon mangrove di pinggir laut sudah tertuang dalam Pasal 50 UU Nomor 41 Tahun 1999 tetang Kehutanan.
Kemudian masalah pidananya sudah jelas diatur pada Pasal 78 pada UU tersebut, dengan ancaman hukuman penjara selama 10 tahun dan denda 5 miliar rupiah.
“Karena semakin hari di Indonesia tanaman bakau semakin langka, maka pemerintah melindungi tanaman ini,” pungkas pemilik Restoran Tree Top Labuan Bajo itu.
“Saya sempat dengar katanya otak pemotongan dan pembakaran Mangrove ini adalah orang bule Prancis yang sombong, bahkan WNA (Warga Negara Asing) ini sempat mengancam warga lokal yang datang bertanya kenapa tanaman bakau itu dipotong dan dibakar,” tambah dia.
Sebab itu, Matheus menegaskan perlu adanya tindakan tegas dari aparat keamanan dan pemerintah terhadap ulah perusak hutan.
Jika perlu, lanjut dia, citra satelit zaman dahulu harus dilihat kembali. Kemudian, segera membandingkannya dengan zaman sekarang.
“Perhatikan di mana dulu ada mangrove atau bakau paksa pemilik tanah tanam kembali mangrove, kalau tidak proses dia,” tegas Matheus.
Dikabarkan sebelumnya, warga setempat Mohamad Tohir kepada wartawan, Selasa (15/10/2019) sore, mengaku kerusakan hutan mangrove diperkirakan sepanjang 500 meter dari laut hingga darat.
Areal hutan itu, kata Mohamad, kemudian dibuat jalan menuju resort dari salah satu perusahan.
“Saya lahir dan besar di dusun ini pak. Dulu mangrove atau apa namanya hutan itu bagus sekali kelihatannya. kami kecewa sekali ketika ada orang yang merusak itu,” ujarnya.
Ia mengaku takut jika di balik pembabatan hutan mangrove tersebut berpotensi tsunami, air laut pasang hingga mengikis daratan, dan hewan laut punah.
Parahnya lagi, lanjut Mohamad, pembakaran hutan tersebut bukan untuk kepentingan umum, tetapi hanya demi investasi dari salah satu perusahan.
“Banyak hal yang kami takutkan pak. Apalagi lokasi mangrove ini tidak terlalu jauh dari rumah-rumah penduduk,” ujarnya.
Sebagai Kepada Dusun Menjaga, Mohamad kemudian meminta pihak berwajib untuk tidak boleh tinggal diam akan kerusakan hutan mangrove di wilayahnya.
“Kami pernah lihat ada petugas dinas yang datang pak. Tapi kami tidak tahu mereka datang untuk apa. Kalau ada pelanggaran kami minta harus ditegakkan. Kalau melanggar harus dihukum,” pinta Mohamad.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Mabar, Paulinus Panggul mengaku, pihaknya sudah turun ke lokasi dan melaporkan hal ini ke Bupati Mabar Agustinus Ch Dula.
“Staf saya sudah turun ke lokasi dan kami ada foto-fotonya. Terkait hal ini kami sudah sampaikan ke Bupati,” kata Paulinus ketika ditemui wartawan di ruang kerjanya.
Ia mengaku lokasi penebangan itu milik sebuah perusahaan yang ada di Labuan Bajo.
“Lokasi penebangan yang banyak itu milik PT Plataran. Plataran Komodo. Dan itu harus diangkat. Hanya sekarang kami tidak bisa tegur dia. Kami tidak tahu kapan itu. Kami juga tidak tahu dia mau bangun apa. Tidak tahu persis.Tidak ada laporan ke dinas. Sedangkan resort itu milik PT Komodo Menjaga resort izin provinsi, bukan izin kita dan dia proses dokumennya ke provinsi,” jelas Paulus.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba