Borong, Vox NTT- Sebanyak 8 orang warga Dusun Wuas, Desa Rende Nao, Kecamatan Poco Ranaka Timur, Kabupaten Manggarai Timur (Matim) melaporkan Kepala Desa (Kades) ke Kejaksaan Negeri Manggarai, Senin (4/10/2019).
“Kami membawa kembali laporan yang kami bawa dulu ke Inspektorat, Tipikor dan DPMD yang sampai saat ini belum ditindaklanjuti,” ujar seorang warga Heribertus Ardiman kepada VoxNtt.com.
Pria yang juga menjabat sebagai anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Rende Nao itu juga mengaku, pihaknya sudah melayangkan surat kepada Ispektorat Kabupaten Matim pada 16 September 2019 lalu. Namun sampai saat ini juga belum ditindaklanjuti.
“Mereka sangat lamban untuk menindaklanjuti laporan kami,” ucapnya.
Dalam salinan surat pengaduan yang diperoleh VoxNtt.com, Senin siang, warga Dusun Wuas menilai kebijakan Kades Ferdinandus Gusti Bagung sangat merugikan masyarakat Desa Rende Nao.
Mereka juga membeberkan adanya dugaan penyelewengan dan penyalagunaan wewenang yang dilakukan oleh Kades Ferdinandus selama masa jabatan 2014-2019.
Pertama, tidak ada transparansi tentang pengelolaan Dana Desa maupun Alokasi Dana Desa. Hal itu dibuktikan dengan tidak adanya papan informasi tentang pengelolaan Dana Desa maupun Alokasi Dana Desa sejak tahun anggaran 2014-2019.
Kedua, tahun 2014 ada pengerjaan pembangunan kantor desa. Warga menduga mutu dan kualitasnya tidak sesuai dengan RAB.
Ketiga, tahun 2016 ada pengerjaan rabat beton, pembangunan TPT, dan saluran air. Mereka menduga mutu dan kualitas pekerjaan tersebut tidak sesuai dengan RAB.
Keempat, pada tahun anggaran 2017 dan 2019 tidak ada pembangunan di Dusun Wuas.
Kelima, tahun 2018 ada pembangunan Polindes di Dusun Wuas dan pekerjaan air minum bersih. Warga juga menduga mutu dan kualitas dari pekerjaan tersebut tidak sesuai RAB. Besaran anggaran ± Rp 230.000.000,00 (dua ratus tiga puluh juta rupiah).
Keenam, tidak meratanya pembangunan di Desa Rende Nao terutama bantuan rumah layak huni.
Ketujuh, pada tahun 2018 Kades Ferdinandus Gusti Bagung mengambil pipa proyek PPIP jalur Tangkul–Leda tahun anggaran 2014. Selanjutnya pipa tersebut diduga dijual karena barangnya tidak ada lagi sampai sekarang. Besaran anggaran ± Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).
Kedelapan, dana Anggur Merah tahun 2017 hanya diterima oleh beberapa orang saja ( ± 20 orang ) dan sampai sekarang tidak diketahui perkembangannya.
Jumlah uang untuk dana Anggur Merah sebesar ±Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah). Yang diketahui pengadu dana tersebut sifatnya bergulir.
Kesembilan, pada tahun 2018 Kades Rende Nao tidak membayar sebagian HOK (Harian Orang Kerja ) dari tenaga kerja proyek air minum Dusun Wuas – Leda.
Pada tahun 2018, Kepala Desa Rende Nao memungut uang sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah ) per/Kepala Keluarga yang diperuntukkan pengadaan fasilitas proyek air minum di Dusun Wuas – Leda.
Padahal yang diketahui pengadu, proyek ini dibiayai oleh Dana Desa, yaitu sebesar ±Rp 325.000.000,00 (tiga ratus dua puluh lima juta rupiah).
Kesepuluh, ada sebagian orang saja yang mendapat Kartu Keluarga Sejahtera (KKS). Tetapi mereka tidak mendapat bantuan berupa beras dan bantuan lainnya.
Kesebelas, ada dugaan penyalahgunaan barang invetaris desa yang hanya digunakan di Dusun Tangkul.
Barang-barang itu yakni dua buah mesin giling kopi, yang pada dasarnya satu (satu) mesin tersebut seharusnya diberikan kepada Dusun Wuas.
Usai penyerahan itu, kata Heribertus, pihak kejaksaan berjanji akan memproses laporan mereka.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba