Ruteng, Vox NTT – Sebanyak 19 Kasus bunuh diri terjadi di Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) pada tahun 2019.
Jumlah itu diketahui meningkat dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2018 hanya terdapat 11 kasus bunuh diri.
CEO Yayasan Mariamoe Peduli (YMP) Jefrin Haryanto mengungkapkan data itu saat menggelar pertemuan akhir tahun bersama sejumlah awak media di kantor yayasan itu, yang beralamat di Gedung Mariamoe Lantai 3 Jalan Arabika Nomor 41, Kelurahan Tenda, Kecamatan Langke Rembong, Manggarai, Sabtu (21/12/2019).
Menurut Jefrin meningkatnya kasus bunuh diri disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya ada turbulensi dinamika sosial.
“Dalam situasi ini ada orang yang kalah dan ada orang yang menang. Ada yang secara psikologis menang dan yang secara psikologisnya kalah,” ungkapnya.
Ia mengatakan kasus bunuh diri di Manggarai perlu dibedah pada level kebijakan.
Pembedahan pada level kebijakan berkaitan dengan seberapa serius otoritas pemerintah melihat situasi ini sebagai soal bersama dan mencoba menelaahnya secara serius.
Ia meminta sudah saatnya masalah bunuh diri tidak lagi didiskusikan pada kasus per kasus. Sebab, ada hal yang serius di tatanan konstruksi sosial.
Menurut Jefrin sejak kasus bunuh diri ini mulai marak, pihaknya belum mendengar ada reaksi yang serius di level kebijakan Pemda Manggarai.
Padahal, ia menilai Kota Ruteng sudah tidak ramah lagi bagi mereka yang bermasalah.
Kota Ruteng atau Manggarai pada umumnya menurut Jefrin, kehabisan ruang dan orang yang bisa ada bersama mereka yang bermasalah.
Sebab, ia berpendapat orang bunuh diri itu bukan karena dia ingin mati atau tidak takut mati. Tetapi bunuh diri diambil sebagai solusi untuk lari dari sebuah persoalan.
“Kenapa orang punya banyak masalah dan tidak ada tempat buat orang untuk menjadi sandaran saat mengalami masalah, banyak orang punya masalah tapi tidak tahu bagaimana menyelesaikannya. Apalagi ruang dan saluran untuk menyalurkan ekspesi setiap orang itu tidak ada,” kata Alumunus Magister Psikologi UGM itu.
“Kota kita dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Bunuh diri itu indikasi ada masalah kronis di jiwa kota kita,” sambung Jefrin.
Ia pun berharap, dalam hiruk pikuk pembangunan jangan sampai tak menyisahkan ruang untuk hati yang bersedih, atau tak ada lagi telinga yang rela mendengar.
“Pembangunan jangan sampai menelantarkan kemanusiaan. Ruang publik hari-hari ini dipenuhi oleh isu-isu politik dan semoga tidak mengabaikan isu kemanusiaan ini,” katanya.
Apalagi, saat ini Kabupaten Manggarai sudah memasuki masa Pilkada. Sebab itu, Jefrin berharap para kandidat membedah isu bunuh diri sebagai indikator kebahagiaan publik.
Dikatakan, bunuh diri bisa dibaca sebagai potret masyarakat. Apakah masyarakat sudah bahagia atau tidak.
“Silakan para kandidat meramu isu ini sebagai salah satu menu yang dimasukan dalam gagasan yang akan di usung,” tutupnya.
Sebab, apabila pemerintah tidak mengambil langkah pencegahan atau solusi, Jefrin berkeyakinan jumlah kasus bunuh diri akan terus meningkat pada tahun berikutnya.
Sehingga ia berharap ada langkah pencegahan atau upaya bersama dari semua stake holder untuk menyelesaikan persoalan ini.
“Harus ada upaya bersama menurut saya perlu duduk bersama dan melihat secara jernih. Apa penyebab semuanya terjadi dan harusnya yang menginisiasi itu adala pemerintah yang punya kewenangan,” katanya.
Penulis: Pepy Kurniawan
Editor: Ardy Abba