Oleh: Maxi Gepa*
Perdagangan orang (human trafficking) merupakan kasus yang marak terjadi di Indonesia khususnya NTT saat ini. Manusia diperdagangkan kepada sesamanya seperti barang.
Defisit nilai kemanusiaan tampak semakin jelas, manusia tidak memandang sesamanya sebagai subjek (partner) yang bermartabat melainkan menjadikannya sebagai objek untuk menghasilkan keuntungan sebesar-besarnya.
Nilai-nilai yang termaktub dalam Pancasila dilanggar seenaknya, sehingga cita-cita luhur bangsa mengenai kemanusiaan seakan hanya menjadi cita-cita saja – lantaran tidak terealisasi dengan baik.
Pancasila mencantumkan falsafah bangsa sekaligus cita-cita bangsa Indonesia. Founding fathers telah memikirkan bahwa keutuhan nilai-nila tersebut sanggup menahkodai bahtera Indonesia dalam berlayar.
Human Trafficking dalam Perspektif Pancasila
Penerapan prinsip Ketuhanan yang Maha Esa dalam praksis hidup nyata masyarakat Indonesia tidak seideal prinsip itu sendiri. Ada banyak persoalan yang terjadi ketika prinsip ideal-teoretis itu hendak diwujudkan.
Mengutip pernyataan Prof. Dr. Drijakara, SJ, dalam kaitan dengan pandangan hidup (weltanschauung) sila pertama, Pancasila mendorong kita ke arah religi. Karena jika sila-sila itu diperas akan menghasilkan satu rumusan yaitu cinta kasih, sehingga jelas bahwa sila pertama Pancasila tidak bertentangan dengan spiritualitas agama mana pun.
Dengan demikian dapat disimpulkan seharusnya tidak ada umat beragama yang memperdagangkan sesamanya.
Seorang pemikir abad ke-2/3 Masehi, Ireneus dari Lyons menulis: Gloria enim Dei vivens homo (kemuliaan Allah nyata atau hadir dalam kehidupan manusia). Implikasinya jelas bahwa jika kehidupan manusia dilecehkan dan tidak dihormati, maka Allah tidak dimuliakan para pemuja dan penyembah-Nya.
Sila kedua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” masih sejalan dengan pemahaman sila pertama, yaitu menuntut manusia Indonesia untuk berlaku adil dan beradab kepada sesamanya. Memperdagangkan sesama manusia tentu saja tidak adil dan tidak beradab bagi pihak yang menjadi korban – korban kehilangan haknya untuk diperlakukan secara adil dan beradab.
KBBI V mendefinisikan adil sebagai berpegang pada kebenaran, tidak berat sebelah dan tidak sewenang-wenang, sedangkan beradab sebagai berlaku sopan, mempunyai budi bahasa yang baik, dan telah maju tingkat kehidupan lahir batinnya. Human trafficking merupakan opsi negasi sila kedua.
Wanita Asal Matim Lolos dari Cengkraman Penjual Manusia, Begini Modus Pelaku
Sukarno mengatakan bahwa: “nasionalisme merupakan persatuan dari berbagai golongan. Nasionalisme bukan sebuah kopian atau tiruan dari nasionalisme Barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan…..”.
Sila Persatuan Indonesia mau menunjukkan bahwa adanya rasa untuk bersatu dalam diri rakyat-rakyatnya – bukan sebaliknya perpecahan. Persatuan hanya bisa terjadi bila komponen-komponen yang ada di dalamnya -dalam hal ini warga Negara Indinesia- saling menerima, mengerti satu sama lain, dan saling mendukung dalam memcapai cita-cita yang sama.
Jika individu yang satu menjual atau memperdagangkan individu yang lain maka ada indikasi keterpecahan Indonesia sebagai satu bangsa. Bagaimana masyarakat indonesia bisa bersatu bila masih ada individu yang bernafsu untuk mengeksploitasi hak individu lain?
Sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan” mengadung arti bahwa setiap warga negara memiliki kedudukan yang sama.
Selain itu bahwa setiap warga negara harus selalu mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan suatu persoalan bersama – bukan memutuskan secara sepihak.
Penerapan musyawarah dapat ditunjukkan dengan sikap mengutamakan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain, dan mengutamakan budaya musyawarah yang diliputi semangat kekeluargaan.
Kasus perdagangan orang mempertontonkan nilai kemanusiaan yang merosot tajam, manusia yang satu dianggap memiliki derajat yang lebih rendah dibandingkan manusia yang lain dan martabat seorang manusia diperlakukan tidak lebih istimewa dari sebuah barang yang layak diperdagangkan.
Prinsip keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia mengacu pada dua hal berikut: pertama, berkaitan dengan dimensi sosial dari keadilan dalam kehidupan nasional. Keadilan sosial tidak boleh menjadi milik sekelompok orang saja melainkan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Kedua, keadilan sosial mengacu pada masyarakat yang dapat menjadi subyek (pelaku) dan obyek (sasaran) keadilan. Pihak yang lemah dan miskin harus dilindungi dan dibantu oleh pihak yang kuat agar yang lemah mampu meraih kehidupan yang bermartabat – bukan sebaliknya diambil haknya dan diperlakukan sewenang-wenang. Jelas bahwa asas ini menentang perdagangan manusia.
Upaya Menanggulangi Human Trafficking
Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Tindak Pidana Perdagangan orang, definisinya adalah “Tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh prsetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut – baik dalam negara maupun antar negara.”
Dengan demikian kasus human trafficking telah melibatkan begitu banyak orang didalamnya, mulai dari para korban hingga para pelaku itu sendiri. Jelas bahwa para pelaku perdagangan manusia merupakan pihak-pihak yang menentang Pancasila.
Aparat Keamanan yang Diam Terhadap Human Trafficking adalah Penjahat
Tugas yang cukup berat bagi bangsa saat ini adalah mengatasi masalah human trafficking yang menjadi kejengkelan publik saat ini.
Aspek paling fundamental yang harus diperhatikan aparat negara adalah pendidikan. Melalui pendidikan pemerintah dapat meningkatkan sumber daya manusia secara efektif. Pendidikan memegang peranan penting dalam hal ini, karena daya nalar serta wawasan individu bisa berkembang secara baik melalui jenjang pendidikan.
Wawasan yang luas serta daya nalar yang kritis pasti akan sangat membantu masyarakat indonesia dalam menyeleksi segala bentuk tawaran yang menghampiri mereka. Dengan demikian mereka menjadi orang yang tidak mudah ditipu dan dieksploitasi haknya sebagai warga negara.
Perbaikan pada aspek pendidikan akan memengaruhi beberapa aspek penting lain seperti sosial dan ekonomi. Sekarang adalah saatnya seluruh masyarakat Indonesia harus disuguhkan dengan fasilitas pendidikan yang memadai serta para pendidik yang mencukupi.
Selain itu, kemiskinan menjadi faktor utama banyak orang NTT dan Indonesia umumnya tergiur dengan rayuan upah yang tinggi dari calo penjual orang. Selama masalah kemiskinan belum diperhatikan serius oleh pemerintah, maka kasus perdagangan akan terus terjadi.
Maka, kebijakan yang pro terhadap bonum commune menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dan semua stakeholders yang terkait.
Wujud paling nyata dan jelas dari konsep bonum commune adalah tidak boleh ada orang miskin, dimiskinkan, tertindas, tidak boleh ada orang yang dimarjinalkan, terpinggirkan karena berbagai sebab dan alasan.
Edmund Burke (1730-1779) filsuf politik abad ke-18 yang dikenal sebagai pemikir politik klasik, penulis Reflections on the Revolution in France menyatakan bahwa sudah menjadi sifat manusia selalu ingin mengambil bagian dalam kekuasaan, tetapi tidak ingin mengambil bagian dalam tanggung jawab terhadap penggunaan kekuasaan itu.
Praktik ini terlihat di mana-mana saat ini, termasuk dalam hal kemanusiaan – manusia ingin menguasai sesamanya tanpa memperdulikan yang namanya tanggung jawab.
Sebagai mayarakat Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai dalam Pancasila yang adalah pedoman keutuhan bangsa, marilah kita nyatakan perang terhadap human trafficking.
Manusia bukan untuk diperjualbelikan melainkan diberi potensi untuk saling bergandeng tangan membangun Indonesia ke arah yang lebih baik.
*Penulis adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores NTT