Ruteng, Vox NTT-Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) mengendus aroma maladministrasi dalam proses perizinan lokasi pabrik semen di Luwuk, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim).
Maladministrasi sendiri menurut Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman Republik Indonesia, diartikan sebagai perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang, menggunakan wewenang untuk tujuan lain dari yang menjadi tujuan wewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajiban hukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugian materiil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
Koordinator TPDI Petrus Salestinus menduga ada konspirasi untuk memuluskan rencana pendirian pabrik semen dan eksplotasi batu gamping di Kampung Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda.
Baca: TPDI: Bupati Agas Seolah Jadi Juru Selamat untuk Warganya
Itu terutama antara Bupati Matim Agas Andreas, Kepala Kantor BPN Kabupaten Matim Lambertus Lau, PT Istindo Mitra Manggarai dan PT Singa Merah.
Dugaan konspirasi tersebut, kata Salestinus, terkait rekomendasi BPN Kabupaten Matim untuk izin lokasi pabrik semen di Luwuk.
Dugaan konspirasi itu kemudian diperkuat dengan tidak diumumkannya secara terbuka kepada publik lahan tambang batu gamping seluas 505 hektare.
Baca: Gereja dan Masyarakat Mesti Dukung Pindahkan Pabrik Semen ke Luar NTT
Semestinya, kata Salestinus, sebelum mengeluarkan izin lokasi pabrik semen dan aktivitas tambang batu gamping perlu membuka ruang konsultasi publik.
Jika konsultasi publik untuk bukan menyasar kepada masyarakat Matim pada umumnya, tetapi setidak-tidaknya untuk warga Desa Satar Punda.
“Agar warga benar-benar paham akan hak dan kewajiban beserta dampak buruk yang bakal terjadi, sebelum rekomendasi dan izin lokasi dikeluarkan,” ujar advokat Peradi itu dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Minggu (03/05/2020) malam.
Menurut Salestinus, Bupati Agas dan Kepala Kantor BPN Matim telah terikat kepada sumpah jabatan untuk menjalankan hukum, termasuk menjalankan prinsip “Penghormatan Terhadap Hak Atas Tanah”.
Sebab, hak atas tanah selalu melekat martabat manusia dan kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya, wajib dilindungi dan dihormati, sesuai UUD 1945.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Ia menjelaskan, prinsip “Penghormatan terhadap Hak Atas Tanah”, menuntut Bupati Agas dan Kepala Kantor BPN Matim harus transparan dan tidak boleh terjebak dalam relasi yang tidak sehat dengan PT Singa Merah dan PT Istindo Mitra Manggarai.
“Sangat tertutup untuk sesuatu yang memerlukan peran partisipasi publik karena menyangkut kontrol publik atas kepentingan publik yang lebih besar yang harus diselamatkan,” tegasnya.
Apalagi kata Salestinus, sudah tercium aroma “maladministrasi” dalam rekomendasi dan izin lokasi yang sudah diberikan. .
Hal ini menurut pratanda sebuah relasi yang tidak sehat bahkan diduga ada “konspirasi jahat” yang sedang berjudi dengan mempermainkan nasib rakyat petani miskin, dengan mengatasnamakan tambang untuk mensejahterakan masyarakat.
Penulis: Ardy Abba