SoE, Vox NTT- Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Bill Nope, angkat bicara soal santernya isu keretakan hubungan Bupati TTS Epy Tahun dan Wakilnya Army Konay.
Bill mengatakan, hubungan yang “mesra” antara Bupati dan Wakil Bupati TTS tentu saja sangat penting dalam melaksanakan tugas sehari-hari.
“Kita tahu, masih banyak sekali pekerjaan berat yang diemban kedua pemimpin TTS ini. Jadi kalau tidak kompak, tidak akur maka keberlangsungan pemerintahan menjadi kurang efektif dan efisien. Energi mereka berdua tidak boleh dihabiskan hanya untuk bercecok, tidak kompak, tidak sejalan,” ujar Bill saat diwawancarai VoxNtt.com, Rabu (20/05/2020).
Menurut dia, jika hubungan Bupati dan Wakil Bupati TTS retak, maka rakyat atau masyarakat tentu saja akan menjadi korban.
“Dalam artian, pemimpinnya tidak solid atau kompak, tidak satu pikir dan tidak satu aksi, yang berdampak pada pembangunan dan pemberdayaan kepada masyakarat TTS,” jelasnya.
Wakil Bupati, lanjut Bill, tugasnya antara lain membantu Bupati dalam memimpin pelaksanaan urusan yang menjadi kewenangan daerah, berkoordinasi dengan OPD terkait laporan, pengawasan dan pemantauan.
Selain itu, tugas Wakil Bupati adalah mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh OPD, kecamatan dan kelurahan atau desa.
Bill mengatakan, isu yang berkembang di media hubungan Bupati dan Wakil Bupati TTS tidak seiring- sejalan lagi. Atas hal ini ia pun menilai keretakan keduanya dipicu oleh karena pertama, pembagian “jatah” tender proyek.
Kedua, mutasi jabatan eselon III bahkan eselon II di Kabupaten TTS atau karena hal lain membuktikan bahwa ada semacam “perjanjian internal” yang pernah disepakati dan akhirnya dilanggar oleh salah satu pihak.
Dikatakan, “perjanjian” ini biasa dilakukan di saat-saat awal kedua pemimpin ini hendak berpasangan, atau bisa dibuat pada saat terpilih (menang Pilkada).
Menurut Bill, perjanjian semacam ini biasanya karena salah satu pihak merasa paling berjasa dalam memenangkan pertarungan Pilkada.
Jasa besar tersebut bisa berupa dukungan partai politik yang dibawa, jumlah uang yang digunakan atau dikeluarkan, memiliki pemilih atau massa terbanyak dan sebagainya.
“Kondisi ini terjadi di mana saja, bukan hanya di TTS,” urai dosen Fakultas Hukum Undana ini.
Hal lain, kupas Bill, bisa saja Bupati TTS tidak mau membagi “kue” untuk Wabup. Artinya, Wabup tidak mendapat jatah atau jatahnya kecil. Dugaan lain yang muncul keretakan bisa saja terjadi oleh karena Wabup TTS sama sekali tidak dipedulikan.
Bil kembali meningatkan, Wakil Bupati, bertugas antara lain; membantu Bupati dalam memimpin pelaksanaan urusan yang menjadi kewenangan daerah, berkoordinasi dengan OPD terkait laporan/temuan hasil pengawasan dan memantau/mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan daerah yang dilaksanakan oleh perangkat daerah kabupaten, kecamatan dan kelurahan/desa.
“Kalimat ini maksudnya, yang wakil ya tetap jadi wakil. Jangan yang 02 mau jadi nomor 01. Itu tidak bisa, karena kewenangan penuh di nomor 01,” urainya.
Dugaan lain, lanjut Bill, keretakan bisa saja terjadi karena jasa Wabup lebih besar dalam memenangkan Pilkada.
“02 jasanya besar dalam memenangkan Pilkada, maka lupa diri, dia merasa nomor 01. Padahal UU Pemerintahan Daerah jelas. Nomor 02 tugasnya membantu nomor 01. Kewenangan penuh di nomor 01. Apabila nomor 01 berhalangan (tetap) baru dapat digantikan oleh nomor 02,” tandas Bill.
Hal lain yang bisa saja terjadi, lanjut Bill, adalah ketakutan politik berlebihan dari Bupati, yang mana akan dilemahkan Wabup.
“Ataukah bisa juga konflik politik ini karena soal hajatan Pilkada 2024 nanti. Keduanya bisa saja sejak awal sudah sesumbar, memilih sama-sama bertarung sebagai nomor 01,” tutup Bill.
Penulis: Long
Editor: Ardy Abba