Borong, Vox NTT-Gubenur NTT Viktor Bungtilu Laiskodat dan Wakil Gubernur Josef A Nae Soi memberikan sinyal yang sama terkait rencana pendirian pabrik semen di Luwuk dan Lingko Lolok, Desa Satar Punda, Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur (Matim).
Kendati menuai pro-kontra orang nomor satu di NTT itu menjelaskan saat ini daerah yang dipimpinnya tengah membutuhkan semen.
Kebutuhan semen di NTT setiap tahun mencapai 1,2 juta ton/tahun. Belum lagi kebutuhan semen di Timor Leste mencapai 600 ribu ton/tahun.
Baca: Gubernur NTT: Kalau Tolak di Matim, Pabrik Semen akan Dipindahkan ke Timor
Sementara saat ini NTT, kata dia, hanya mampu menghasilkan 250 ribu ton/tahun.
“Produksi Semen Kupang saat ini hanya mampu mencapai 250 ribu ton per tahun. Kami defesit semen 950 ribu ton per tahun. Kekurangan itu, selama ini, kami datangkan dari Jawa,” katanya.
Pabrik semen di Manggarai Timur kata Laiskodat, untuk memenuhi kebutuhan lokal. Apalagi, saat ini pemerintah sedang membangun besar-besaran di Flores.
Pemprov NTT akan membangun sepanjang 1.000 km dari Labuan Bajo menuju Wae Rebo di Kabupaten Manggarai dan pasti membutuhkan semen.
“Saya hanya mengizinkan pabrik semen. Pabrik lain di luar semen, apakah itu emas, tidak akan saya izinkan. Saya izinkan karena memang ada kebutuhan,” kata Laiskodat.
Baca: Meluruskan Logika Palsu Tuan Gubernur
Viktor memastikan pembangunan semen di Matim tidak akan merusak lingkungan dan tidak akan merugikan warga setempat.
Sebab itu, ia meminta Bupati Matim Agas Andreas untuk mengizinkan pembangunan pabrik semen di daerahnya.
Selain itu, ia juga berharap masyarakat bisa memahami dasar pemikiran pembangunan pabrik semen di Matim. Sebab di daerah ujung timur Manggarai itu berlimpah bahan baku.
“Tidak mungkin saya bangun di Sumba, karena di sana tidak ada bahan baku,” katanya.
“Kalau swasta tidak bisa membangun, pembangunannnya diambil alih Pemprov. Saya hanya mengizinkan pabrik semen karena memang dibutuhkan. Pabrik lainnya tidak mungkin saya izinkan,” kata Laiskodat.
Wagub NTT Josef A Nae Soi enggan berkomentar banyak. Saat diwawancarai VoxNtt.com melalui pesan WhatsApp, Jumat (22/05/2020) lalu, pria berdarah Bajawa itu tengah berada di Jakarta.
Namun, mantan anggota DPRI Daerah Pemilihan NTT 1 itu, rupanya sepakat keputusan dengan sang Gubernur.
“Sikap saya dengan pak gub sama,” katanya singkat.
Menanggapi hal itu pengamat sosial politik Universitas Nusa Cendana Kupang Lasarus Jehamat mengatakan, pemerintah provinsi semestinya terbuka terkait kebutuhan semen di NTT.
“Kalau masih pro dan kontra, dan Pemprov ngotot mengeluarkan izin, baiknya Pemprov terbuka dengan elemen lain di luar untuk memaparkan data terkait kebutuhan semen. Itu baru fair,” katanya kepada VoxNtt.com, Selasa (26/05/2020).
Baca: Gereja dan Masyarakat Mesti Dukung Pindahkan Pabrik Semen ke Luar NTT
Apalagi jelas Jehamat ada data lain yang menyebutkan NTT malah mengalami surplus semen sekitar 600 ribu ton. Ia pun menginginkan Pemprov harus menerima pihak lain untuk memaparkan data kebutuhan semen.
“Apa benar bahan baku hanya ada di Matim? Kalau pun benar, apa Pemprov tidak memikirkan dampak lain seperti lingkungan dan perubahan struktur budaya dan adat setempat?” tukasnya.
Dosen sosiologi itu mengatakan, semen bisa dibeli di mana-mana sejauh infrastruktur pertanian, perkebunan, jalan, jembatan, pendidikan, dan kesehatan di Manggarai Timur diperhatikan dengan sungguh.
Baca: “Bagaimanapun Bentuknya, Saya Punya Tanah Tidak Boleh Diganggu”
“Kalau izin tetap keluar, ini yang disebut arogansi kekuasaan. Di mana negara ketika berbagai sarana fisik dan pertanian di Manggarai Raya hancur? Mengapa negara begitu mudah pergi ke Matim untuk memuluskan langkah modal ditanam di sana? Maaf, saya lebih melihat ini dalam konteks ‘politik saku’,” ujarnya.
Politik saku, urai Jemahat, adalah mekanisme memperoleh untung oleh siapa pun yang telah dan akan diberikan oleh kapital kepada otoritas negara, pemerintah dalam konteks ini.
Dikatakannya, masyarakat Matim di Desa Satar Punda bukan hanya yang menerima tambang atau pabrik semen, tetapi juga yang menolak.
“Benar di lokasi ada masyarakat yang dipaksa menerima kesepakatan dengan tawaran macam-macam. Tapi, masih ada segelintir orang baik yang mempertahankan tanah dan airnya,” imbuhnya.
Baca: Timbang Untung dan Buntung Pabrik Semen Lingko Lolok
Oleh karen itu, kata Jehamat, pemerintah harus melihat konteks pro dan kontra pendirian pabrik semen dalam kaca mata obyektif.
“Ini penting! Tanah itu tidak bisa didapat dengan mudah. Tanah tidak bisa ditukar dengan semen. Tapi semen, bisa dibeli dengan hasil tanah. Itu tesis besarnya,” tegas Jehamat.
Penulis: Sandy Hayon
Editor: Ardy Abba