Oleh: Pius Rengka
Badai Covid-19 tak hanya menggempur dunia. Pasukan covid-19 bertubi-tubi mengepung markas besar pembangunan NTT, persis menyerang langsung di jantung kekuasaan Victor-Jos.
Meski demikian, Gubernur dan Wakil Gubernur NTT, Victor B. Laiskodat dan Josef Nae Soi sama-sama kepala batu. Keduanya sama bertekad. Kata Victor, meski badai menerpa kami tetapi bahtera NTT harus tetap berlayar menuju ke dermaga pembebasan.
Tiga bulan sudah waktu dihitung berlangsung. Nyaris hampir semua elemen kekuatan Pemerintah NTT seolah-olah hanya peduli satu hal. Yaitu sibuk mencari dan menemukan jalan terbaik agar rakyat NTT, tak hanya sanggup keluar dari kepungan masalah akut kemiskinan, tetapi juga luput dari gempuran wabah virus corona.
Pada gilirannya, rakyat NTT akan menabuh gendang kemenangan sembari mengibarkan bendera kegembiraan di puncak bukit-bukit belukar berduri. Tetapi, selalu ada soal serius.
Jumlah rakyat mati karena virus corona, hingga tulisan ini dibuat, tercatat satu orang. Sedangkan kasus demam berdarah menumbangkan 50 orang tewas mengenaskan di berbagai daerah.
Artinya, bahaya corona memang benar meluas ke seluruh dunia dan mengancam nyawa semua penghuni bumi, tetapi untuk konteks lokal, justru demam berdarahlah yang paling realistis meregang banyak nyawa rakyat NTT.
Namun, kita sama tahu. Gemuruh keributannya berbeda. Demam berdarah diributkan segelintir elemen masyarakat peduli kesehatan. Tetapi, corona-19 diributkan oleh hampir semua orang sejagat.
Para pengamat kesehatan, aktivis keagamaan, pengamat sosial politik, ekonomi dan kebudayaan, aktivis civil society, gaduh sekali. Semua gaduh, semua gelisah. Sehingga gelinya juga sah sekali. Bahkan para aktor di pemerintahan pun ikut-ikutan bikin gaduh bagai dengung lebah yang terpapar asap jerami lepas panen.
Para politisi pun sama saja. Kecuali gemar buat ribut dan gaduh, mereka pun sibuk masuk dalam aneka tingkah sosial untuk menemukan jalan terbaik tampil di panggung publik. Serial bantuan sembako yang mereka berikan disiarkan luas melalui media sosial.
Sepertinya, ada sejenis kewajiban tak tertulis untuk menjadikan peristiwa memberi bantuan kepada masyarakat itu diumumkan ke khalayak ramai dengan tekanan nada khas yaitu keprihatinan sosial politik. Semua peristiwa itu, memang, sungguh benar adanya. Dan, baik pula maknanya. Sudahlah pasti, bahwa semua kebaikan itu dilihat oleh mata Sang Sunyi dalam nuansa keagungan dan keheningan riuh waktu.
Tampaknya, hampir semua elemen pembangunan lumpuh. Kebijakan work at home dan work from home, tak hanya dipakai oleh sementara orang untuk menyalurkan sejenis bakat tidur berjam-jam, tetapi juga mungkin ada benarnya sinyalemen jenaka Gubernur Victor dan Josef Nae Soi ketika berkata, work at home and work from home bagi para pegawai artinya libur panjang sambil bersantai di rumah.
Terkesan, seolah-olah pembangunan berjalan di tempat. Tak bergerak ke mana-mana apalagi di mana-mana. Stagnan. Stagnasi, sepertinya diksi baru yang berlangsung 3 bulan belakangan ini. Tak hanya pemerintah tampak tak bergerak jauh, rakyat pun tak sanggup bepergian ke mana-mana, karena di mana-mana mereka dijerat aneka syarat.
Sejumlah syarat itu tak hanya membebankan mereka, tetapi syarat itu juga justru memobilisasi meluasnya ketakutan. Situasi ini, sangat berbahaya. Wakil Gubernur Josef Nae Soi, pernah mengatakan, semua jenis sakit akan jauh lebih berbahaya jika dihadapi dengan kepanikan berlebihan. Orang panik itu adalah orang yang kurang berpikir panjang. Akal tak dimanfaatkan, tetapi gosip yang dibenarkan. Desas desus yang diunggulkan. Bahaya.
Syarat rapid test, test swab dan aneka jenis test lain, tak hanya menambah jumlah derita bagi kaum miskin dan terpinggirkan, juga membuahkan risau dan was-was meluas. Rakyat NTT yang sudah penuh derita itu, tak hanya sudah jatuh tertimpa tangga, tetapi juga remuk redam berkali-kali dan seperti dicincang oleh pedang nasib sejarah hidupnya, lalu tenggelam ke dalam jurang kelam derita yang tak berkesudahan. Mengerikan sekali.
Pada konteks itu, justru badai kritik para pengomel tak kunjung jedah. Kritik dialamatkan satu-satunya kepada Victor Jos. Kritikan itu tajam, lugas dan pedih seperti irisan sembilu yang disayat pada batang batas jantung dan hati. Seolah-olah aneka ragam kritik dan caci maki itu hanya disebabkan oleh ketakberdayaan rejim Victor Jos.
Para kritikus tak hanya mengomel soal rencana pembangunan lima tahunan Victor Jos yang terkesan berjalan lamban sejak Covid-19 menyerang, juga dana pembangunan di sektor unggulan Victor Jos, rela dipangkas demi mengatasi Covid-19. Mereka protes keras.
Kritik para pengamat sepertinya berniat membelenggu Victor Jos dalam sekam kurungan kesan dan juga framing, bahwa pemerintahannya di ambang gerbang gagal, bahkan kollaps. Sementara itu, di blok lain, para pemikir optimis justru menyembulkan cahaya harapan. Mereka merajut benang optimisme.
Disebutkan, Victor Jos, masih bersama rakyat. Dua tokoh ini, selalu bergerak dalam spirit yang sama yang berpihak kepada kaum derita dan duka. Victor Jos manatap dunia dengan mata takjub. Mata cahaya kehidupan dan perubahan. Mereka tak pernah lelah oleh selubung waktu ketika gempuran corona berulang dan bergelombang menerjang NTT tiga bulan belakangan ini.
Dan, semua yang dilihat Victor Jos adalah seperti melihat sesuatu dalam lorong harapan yang dituntun cahaya dari gerbang gemilang. Victor Jos dinilai kian menjelang tiba pada situasi di mana usai semua yang dirancang berjalan kembali ke titik terang. Victor Jos tahu pasti, badai virus ini memang rumit, tetapi itu tidak berarti tak ada resolusi prospektif.
Victor Jos berdiri di tepi jeram masalah rumit. Itu benar. Sepertinya, merekalah orang pertama yang berdiri di hadapan hari pertama.
Karena itu, seruan WHO, sesungguhnya tidak sedang dilawannya, melainkan ditunjuknya cara baru sesuai dengan konteks Nusa Tenggara Timur itu sendiri. Manusia NTT tahan menderita. Tetapi kondisi itu tidak membenarkan kita untuk tidak bergerak maju. Begitulah pleidoi kalangan pembela optimistis itu.
Terkesan seolah-olah satu-satunya fokus konsentrasi Victor Jos, hanyalah tertuju pada mencari cara terbaik agar NTT segera keluar dari jebakan mengerikan virus corona. Bahwa benar corona berhasil menyebar ke segala arah, menyerang semua elemen, dan merayap ke semua warna kulit dan ideologi, menghajar semua jenis agama dan kepercayaan, menghancurkan ritus kultural dan seremonial komunal.
Namun, saat bersamaan, kita tidak melihat petani pulang dari ladangnya di senja hari. Kita tak melihat pegawai hotel berdasi bergegas di hari pagi. Kita pun tak melihat karyawan rumah makan berminyak wajah oleh rejeki kunjungan konsumen yang terus berjubel. Kita pun tak lagi melihat riang anak-anak di taman dan halaman sekolah. Kita menyaksikan para pastor dan pendeta tak lagi rutin berujar tentang kebaikan di mimbar altar dan pelataran gereja. Kita dikepung a new culture, kultur mana mengharuskan kita merajut kembali benang kehidupan yang kian kusut.
Maka, satu-satunya jalan ialah teruslah berlayar dan melanjutkan perjalanan jauh menuju ke seberang sana sesuai rencana. Tak ada jalan pintas yang melintas dengan enteng kecuali menaikkan layar kapal agar bahtera kita terus berlayar di tengah terjangan gelombang pasang.
Rencana itu, kata Josef Nae Soi, adalah himpunan hitungan masuk akal yang menjadi dasar tindakan bersama agar kita semua mencapai tujuan yang dicita-citakan. Tujuan kita ialah memakmurkan rakyat agar rakyat bebas dari belenggu rantai kemiskinan. Itulah sebabnya, Victor Jos menginisiasi dengan gagah berani untuk membuka jebakan sosial menyusul krisis corona itu sejak 15 Juni 2020. Maka kisah berikut adalah bagian dari resolusi itu.
Garam Industri
Visi NTT Bangkit NTT Sejahtera, hingga kini masih terus menuntun langkah dan tindakan politik pembangunan Victor Jos. Kesan itu begitu kuat ketika disaksikan dari dekat kunjungan Gubernur Victor ke lokasi proyek garam industri di Nunkurus, Kabupaten Kupang, pekan lalu.
Di areal (rencana) 6129 ha, bakal ladang produksi garam industri. Hamparan luas di tepi pantai selatan barat daya Pulau Timor itu, tampak telah siap produksi. Informasi yang diperoleh dari sumber kredible menyebutkan, pada hamparan seluas itu, kecepatan angin, panas sinar matahari, sangat ideal untuk memproduksi garam industri bermutu tinggi yang bertaraf eksport.
Jika, produksi garam industri di Nunkurus itu sesuai skenario bisnis yang teruji, maka rerata peredaran duit di kawasan ini, satu triliun rupiah tiap tahun. Diperkirakan keuntungan satu triliun itu bakal stabil mulai tahun 2023.
“Kita harus mencapai target itu,” kata Victor Laiskodat sambil menambahkan menurut rencana, panen perdana garam industri di Nunkurus, berlangsung medio Agustus tahun ini.
Garam industri yang diproduksi provinsi NTT adalah garam industri berkualitas teratas. Dr. Z. Sonny Libing, salah satu tokoh kunci dalam urusan areal ladang garam industri ini bahkan menyebutkan, jika produksi garam industri berjalan sesuai langkah-langkah skenario ilmiah obyektif yang teruji, maka bukan mustahil mobilisasi kemakmuran rakyat di wilayah ini akan kian kinclong.
Dr. Sonny Libing mensinyalir, limpahan produksi garam industri sanggup memenuhi pasokan garam industri di tanah air sedikitnya 30 persen dari seluruh kebutuhan import nasional. Itu berarti, provinsi NTT boleh menyebut dirinya sebagai salah satu provinsi kunci yang menyembuhkan dan sekaligus membebaskan dera derita import garam industri yang dialami negeri ini.
Menurut Dr. Sonny Libing, selama ini Indonesia sangat bergantung pada pasokan garam industri dari luar negeri. Garam industri produksi Nunkurus, kata dia, akan sanggup mensuplai kebutuhan garam industri di negara-negara tetangga.
Insentif yang mungkin diperoleh dari produksi garam industri di Pulau Timor antara lain: Pertama, yang kasat mata adalah serapan tenaga kerja kasar dengan standar Upah Minimum Provinsi plus minus 1500 orang. Jika diandaikan 1500 tenaga kerja ini menanggung masing-masing tiga orang di rumah tangga mereka masing-masing, maka itu berarti ada 4500 manusia luput dari hadirnya ladang garam industri ini.
Kedua, kehadiran sawah garam industri di salah satu tempat di kawasan Pulau Timor, akan ikut memancing, mendorong dan merangsang pemerintah kabupaten lain di NTT untuk memanfaatkan secara maksimal kawasan pantai potensial untuk produksi garam industri.
Ketiga, tradisi dan orientasi baru mungkin bakal muncul ketika para petani belajar beralih kebiasaan dari tradisi bertani lahan kering ke tradisi bisnis ladang garam industri, terutama bagi mereka yang memiliki kawasan luas di tepi pantai.
Keempat, mutu air laut dan isi laut di NTT sungguh sangat menjanjikan untuk peningkatan taraf hidup masyarakatnya. Nah, peralihan orientasi baru itu, mungkin akan bertumbuh cepat seiring dengan janji keuntungan di balik bisnis garam ini, karena bisnis garam industri jauh lebih cepat untung dibanding, misalnya, bertani jagung dan umbi-umbian. Tahapan-tahapan ini merupakan bagian dari proses sejarah perubahan orientasi menuju masyarakat modern dan maju.
Hingga kini, persiapan menuju panen perdana garam industri telah mencapai kemajuan 60 persen. Rencananya, Presiden Jokowi akan melakukan panen perdana garam industri di Nunkurus, Kabupaten Kupang, manakala badai virus corona-19 kian meredup.