Maumere, Vox NTT- Cornelis Lay atau yang biasa disapa Conny menghembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta pada Rabu (05/08/2020). Ia menderita sakit jantung.
Conny adalah putra NTT. Ia lahir di Kupang pada 6 September 1959.
Kepergian Conny bukan hanya duka bagi civitas akademik UGM. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) juga merasakan kehilangan ‘orang penting’.
Polisi PDIP, Eva Kusuma Sundari tercatat pertama kali mengabarkan kepergian Conny melalui akun Twitter-nya pada pukul 8 pagi Rabu (5/8/2020).
Eva menyampaikan permohonan maaf mewakili almarhum sekaligus memberitahukan ihwal rencana pemakaman.
Kompas.com mencatat Presiden Jokowi, Sekretaris Negara Pratikno sampai Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo mengirimkan karangan bunga tanda turut berduka atas kepergian Conny.
Beberapa politisi beken PDIP yang juga pejabat negara bahkan mendatangi rumah duka. Salah satunya Menpan RB, Tjahjo Kumolo.
Conny terbilang dekat dengan partai berlambang banteng bermoncong putih tersebut. Ia adalah ‘orang penting’ di balik Megawati dan Jokowi.
Sejumlah media menyebut Conny sebagai penasihat politik Megawati Soekarnoputri. Dalam kurun waktu 2000-2004, Conny memang dipercaya sebagai Kepala Biro Politik dan Pemerintahan Dalam Negeri Kantor Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri kala itu.
Ia juga merupakan penyusun naskah pidato kenegaraan Jokowi saat dilantik menjadi Presiden pada 2014 silam.
Sebagai aktivis GMNI semasa mahasiswa, Conny adalah pengagum berat Bung Karno. Ia dekat dengan Megawati sejak masa awal PDIP.
Menpan RB, Tjahjo Kumolo menyebut Cornelis sebagai tokoh di balik kemenangan Jokowi saat maju sebagai GUbernur DKI Jakarta dan sebagai Presiden.
Pada Pemilu 2014 lalu, Conny ditunjuk menjadi Ketua Tim Ahli dan Pakar Politik Tim Pemenangan dan Perumus Jokowi-JK. “Pak Jokowi ke Gubernur dan Presiden salah satunya yah (karena) Prof COrnelis,” ungkap Tjahjo sebagaimana dilansir detik.com.
Saat mahasiswa Cornelis adalah aktifis GMNI. Ia pengagum berat Bung Karno dan tercatat sebagai salah satu Tim Ahli Persatuan Alumni (PA) GMNI.
Meski dekat dengan kekuasaan, ‘Bang Conny’, demikian Conny biasa disapa oleh juniornya di GMNI, bukan orang yang gila kekuasaan. Conny memilih konsisten di jalur akademik hingga menjadi profesor padahal Ia dekat dengan Megawati baik saat masa awal PDIP, saat Megawati menjadi Wakil Presiden sampai menjadi Presiden.
Mantan Gubernur NTT, Frans Lebu Raya menyebut Conny pernah diusulkan menjadi Sekjen PDIP namun yang bersangkutan menolak.
Bang Conny, kata dia, menjalani kehidupannya dengan sederhana dan menjalani hidupnya untuk keyakinannya akan nasionalisme.
Jejak Akademik
Jejak akademiknya panjang. Ia awalnya meraih gelar Bachelor of Arts (BA) dari Jurusan Ilmu Pemerintahan (sekarang Jurusan Politik dan Pemerintahan) FISIPOL UGM pada tahun 1984.
Ia lantas melanjutkan pendidikan Strata 1 di kampus yang sama dan meraik gelar sarjana pada tahun 1987. Sesudah itu Cornelis mengabdi di almamaternya sekaligus peneliti di Pusat Antar Universitas Studi Sosial.
Cornelis lantas melanjutkan pendidikan di St.Mary’s University, Halifax, Kanada dan meraih gelar Master of Arts pada tahun 1992.
Sesudahnya suami dari Jeanne Cintya Lay Lakollo kembali mengabdi di UGM.
Ia pernah menjabat sebagai Kepala Unit Penelitian serta Pembantu Dekan III Bidang Penelitian dan Kerja Sama 2008-2010 FISIPOL UGM.
Sejak 2009 Conny menjadi peneliti di Pusat Studi Asia Pasifik (PSAP) UGM.
Ia juga pernah menjadi peneliti tamu di sejumlah institusi luar negeri diantaranya Flinders University Australia pada tahun 1995, Agder College University Norwegia pada tahun 2001-2002, Massachusets University (AS) pada 2008, dan KITLV (Belanda) pada 2010.
Sejak 2016 Conny menjadi Kepala Research Center for Politics and Government (PolGov) di Departemen Politik dan Pemerintahan FISIPOL UGM. Pada 6 Ferbuari 2019 ayah dua anak ini dikukuhkan menjadi guru besar UGM.
Penulis: Are De Peskim
Editor: Ardy Abba