*Oleh: Simon Lebo
Sampai sejauh ini, pandemi Covid-19 tetap menjadi ancaman serius bagi seluruh negara di dunia. Banyak dampak yang telah dialami oleh berbagai negara, termasuk Indonesia. Dari sisi relasi, secara tidak langsung pandemi ini telah mendiskreditkan relasi kehidupan manusia saat ini, bahkan mempersempit ruang gerak kita. Semua aktivitas pun dibatasi.
Tempat-tempat umum banyak yang ditutup. Orang tidak lagi bebas untuk menjalankan rutinitasnya seperti biasa. Akan tetapi, semua hal yang kita alami dan berbagai kebijakan menutup tempat-tempat umum merupakan jawaban untuk mengatasi persebaran virus ini secara masif. Karena itu, kita pun turut mengapresiasi berbagai kebijakan pemerintah di masa pandemi ini.
Dalam konteks Indonesia, pasca diumumkan Covid-19 sebagai bencana nasional oleh Presiden Joko Widodo pada Senin, 13 April lalu, pemerintah pun secara sigap mengeluarkan kebijakan dalam berbagai bidang kehidupan kita. Kita tentu yakin, berbagai kebijakan itu mempunyai intensi yang jelas yakni menyelamatkan bangsa Indonesia dari derita pandemi ini. Dalam dunia pendidikan, salah satu kebijakan yang dikeluarkan bahkan sampai sekarang dijalani yakni kebijakan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dengan metode daring. Menurut saya kebijakan PJJ ini merupakan suatu respon positif dalam bidang pendidikan kita. Hal itu berarti bahwa pemerintah, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem A. Makarim dan jajarannya mempunyai perhatian khusus bagi pendidikan kita di masa sulit seperti ini.
Kebijakan PJJ sendiri diterapkan merujuk pada Surat Edaran Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada Satuan Pendidikan, dan Nomor 36962/MPK.A/HK/2020 tentang Pembelajaran secara Daring dan Bekerja dari Rumah dalam Rangka Pencegahan Penyebaran Corona Virus Disease (Covid- 19), serta Surat Edaran dan petunjuk dari Kepala Daerah, dan Rektor masing-masing Universitas. Metode pembelajaran jarak jauh ini dilaksanakan dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi, seperti media sosial atau aplikasi belajar pada laman internet.
Namun, PJJ ini tetap tidak mudah untuk diterapkan begitu saja, mengingat berbagai kondisi dan situasi daerah yang berbeda. Di daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung atau daerah-daerah lain dengan peralatan teknologi yang mumpuni, penerapan kebijakan PJJ bukan menjadi kendala. Kalaupun ada kendala, pasti itu tidak akan berlangsung lama bahkan cepat diatasi dengan baik.
Lalu, bagaimana dengan nasib saudara-saudara kita di daerah pelosok yang sama sekali belum mendapatkan akses internet? Jangankan hanya internet, listrik saja selalu menjadi persoalan sejak dulu bahkan selalu menjadi keluhan sebagian masyarakat di daerah-daerah tertentu tiap tahun. Kita ambil contoh daerah Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur yang masih banyak tempat belum dialiri arus listirk. Kemudian, pertanyaan lebih lanjutnya, apakah kebijakan PJJ ini menjadi efektif di daerah-daerah yang kurang mendapat akses internet seperti itu? Problem inilah yang tentunya menjadi tanggapan atas kebijakan PJJ.
Secara umum, saya memang tidak menolak kebijakan ini. Malahan, saya turut mengapresiasi kebijakan ini. Menurut saya, kebijakan ini menjadi satu-satunya kunci untuk tetap menjalankan dunia pendidikan kita pada masa pandemi ini. Akan tetapi, pada prinsipnya kebijakan ini juga harus mengedepankan nilai keadilan dalam pendidikan kita. Artinya pemerintah, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yakni Nadiem Makarim dan jajarannya mesti memetakan dengan baik daerah-daerah yang kurang mampu menerapkan kebijakan PJJ ini.
Pemetaan ini dimaksudkan agar alokasi anggaran untuk PJJ ini perlu mempertimbangkan daerah-daerah terpencil tersebut. Dengan itu, keadilan dalam mendapatkan pendidikan di tengah situasi sulit seperti ini masih terjamin. Tentunya, sebuah harapan setelah melakukan pemetaan daaerah-daerah yang belum memiliki akses yang memadai untuk menunjang PJJ, pemerintah segera menyediakan fasilitasnya.
Lebih lanjut, penyediaan fasilitas juga harus selaras dengan sosialisasi. Sosialisasi yang dimaksudkan adalah pemerintah perlu memaparkan sistem yang jelas dalam proses pembelajaran itu. Tujuannya agar fasilitas yang tersedia (internet, listrik ataupun pulsa) tidak dimanfaatkan untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan lain, tetapi untuk menunjang kegiatan belajar-mengajar. Maka, yang menjadi pengawas utama dari PJJ adalah para guru, orangtua murid dan murid itu sendiri. Kita boleh saja menuntut berbagai kebijakan yang lebih efektif dari pemerintah, tetapi apakah kita juga melaksanakannya dengan baik? Poin ini menjadi catatan serius kita dalam menerapkan kebijakan ini.
Berkaitan dengan penyediaan fasilitas ini, saya sangat kagum dengan kebijakan dari Menteri Nadiem Makarim yang secara tegas menjawab polemik seputar PJJ akhir-akhir ini. Dalam live diskusi di acara Matanajwa pada Rabu, 5 Agustus 2020, Nadiem Makarim menerangkan bahwa Dana Bos yang dialirkan ke sekolah-sekolah saat ini bisa juga dimanfaatkan untuk keperluan PJJ. Sebagai contohnya adalah, anggaran pembelian pulsa bagi para siswa atau pun para guru.
Kita pun berharap, mudah-mudahan pihak sekolah sigap merespons kebijakan ini, sehingga aktivitas belajar-mengajar sampai ke pelosok dengan pemanfaatan berbagai teknologi yang ada tetap berjalan dengan baik. Selain itu, pihak-pihak yang berwenang dalam satuan pendidikan tersebut (Kepala Sekolah) perlu memiliki transparansi dari pengelolaan keuangan itu.
Dengan demikian, di masa pandemi ini tanggung jawab dari pelaksanaan PJJ tetap berada di tangan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim dan jajarannya sebagai pemegang dan pembuat kebijakan utama. Selain itu, para guru di mana pun berada tetap mempunyai tanggung jawab yang lebih dalam menyalurkan ilmu pengetahuan. Saya kira, meskipun PJJ ini fokus pada pemanfaatan teknologi, peran guru tetap tak akan tergantikan.
Lebih lanjut, para orangtua murid juga mempunyai tanggung jawab dalam menjalankan aktivitas pendidikan di tengah pandemi ini. Dalam artian, pengawasan pengunan media sosial dari orangtua untuk kegiatan belajar-mengajar tetap diperhatikan. Akhirnya, PJJ di masa pandemi ini akan berjalan dengan lancar, apabila semua yang terlibat di dalam dunia pendididkan kita mempunyai rasa tanggung jawab.
Penulis tinggal di Jakarta