Ruteng, Vox NTT- Advokat Yance Janggat meminta Bupati Manggarai Deno Kamelus agar tidak melindungi mantan Kepala Desa (Kades) Golo Worok Fransiskus Darius Syukur yang diduga mengorupsi Dana Desa periode 2015-2019 hingga Rp 1 Miliar.
Perbuatan seperti itu dicurigai Deno terlibat dalam penyimpangan tersebut. Perbuatan seperti itu juga menempatkan Deno sebagai bagian dari masalah korupsi di Manggarai karena diduga melindungi koruptor.
“Kita bertanya kenapa Deno mau melindungi. Ada apa antara Deno dengan mantan Kades Goloworok. Kalau dia benar melindungi, kita curiga Deno memang terlibat,” kata Yance di Ruteng, Kabupaten Manggarai dalam rilis yang diterima VoxNtt.com, Kamis (13/08/2020).
Ia menanggapi informasi yang beredar di masyarakat bahwa Ansi panggilan Fransiskus Darius Syukur, sudah menghadap Deno untuk melaporkan kasus yang menimpanya.
Atas laporan itu, Deno disebut meminta pengacaranya untuk membantu Ansi.
Yance pun meminta Deno untuk menjadi teladan sebagai pemimpin yang bersih. Deno tidak memanfaatkan jabatannya sebagai tempat berlindung orang lain, terutama yang korupsi.
“Deno harus memberi contoh yang baik. Kalau salah atau korup, ya jangan dilindungi. Deno harus mendukung Kejakaaan Negeri Ruteng untuk memeriksa kasus tersebut,” ujar Yance yang juga Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Manggarai.
Dia menilai Deno melakukan blunder atau kesalahan besar jika benar melindungi mantan Kades Golo Worok. Alasannya, saat sekarang ini, Deno sedang berjuang untuk terpilih kembali pada Pilkada tanggal 9 Desember 2020. Dengan melindungi mantan Kades Golo Worok, masyarakat akan menilai Deno mendukung koruptor.
“Stigma yang akan muncul dalam masyarakat adalah Deno pro koruptor. Stigma ini menjadi sentimen negatif terhadap Deno. Jika stigma itu sudah masif dalam masyarakat, bisa-bisa Deno tidak terpilih kembali,” tutur Yance.
Sebelumnya, Peneliti senior dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lusius Karus meminta Bupati Deno agar tidak melindungi Ansi yang diduga mengorupsi dana desa periode 2015-2019 hingga Rp 1 miliar.
Alasannya, tindakan melindungi mantan Kades tersebut sangat tidak patut karena merusak semangat melahirkan pemerintah bersih (good governance).
Tindakan melindungi mantan Kades itu juga dapat dinilai bersekongkol untuk menutup praktik kotor.
“Bunuh diri kalau benar Bupati Deno melindungi mantan Kades Golo Worok. Tidak ada gunannya,” kata Lusius saat dihubungi lewat handphone (HP) sebagaimana dalam rilis yang diterima, Senin (27/07/2020) lalu.
Lusius mengemukakan jika informasi yang beredar itu benar, akan sangat berbahaya bagi Deno.
Kejaksaan Negeri Ruteng bisa memeriksa Deno untuk mengetahui keterlibatannya dalam kasus terebut.
Di sisi lain, posisi Deno yang akan kembali maju pada Pilkada 9 Desember 2020 sangat riskan jika melindungi mantan Kades itu.
Kubu lawan atau penantang akan memanfaatkan kasus tersebut dengan membangun stigma Deno melindungi koruptor.
Implikasinya peluang Deno untuk terpilih kembali bisa menipis karena dianggap bersekutu dengan koruptor.
“Lebih baik Deno rela mantan Kades itu diproses hukum. Tidak ada gunanya melindungi. Hanya hilang satu suara kok pada Pilkada nanti. Daripada melindungi, bisa hilang semua nanti pemilihnya,” saran Lusius.
Menurut Lusius, ongkos politik yang dihadapi Deno lebih besar jika ikut melindungi Kades tersebut.
Apalagi berita laporan dugaan korupsi oleh mantan Kades Golo Worok itu sudah menyebar ke seluruh Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), bahkan hingga ke tingkat nasional.
Dia menyarankan Deno tidak memanfaatkan kasus hukum seperti itu dalam mendulang suara.
Strategi seperti itu malah bumerang karena persepsi masyarakat adalah tidak suka dengan pemimpin yang melindungki praktik kotor.
“Kalau sudah tercipta stigma Deno pendukung koruptor, akan sulit bagi Deno meraih kemenangan kembali. Maka lebih baik Deno tampil dengan perintah supaya kasus itu diusut tuntas,” tegas Lusius.
Sebelumnya pula, sebanyak 92 warga Desa Golo Worok melaporkan dugaan korupsi dari mantan Kepala Desa (Kades) Golo Worok Fransiskus Darius Syukur.
Ansi, sapaan akrab Fransiskus Darius Syukur, diduga melakukan korupsi dana desa selama periode kepemimpinnya (2014-2019) lebih dari Rp 1 Miliar.
“Perkiraan kami bisa lebih dari Rp 1 Miliar sejak 2014 sampai 2019. Itu hitungan-hitungan kasar kami. Berapa yang sebenarnya, biarkan penegak hukum yang menyelediki,” kata ‘Tua Golo’ (Kepala Kampung) Wela, Philipus Jeharut saat memberikan laporan di Kejaksaan Negeri, Ruteng, Kamis (09/07/2020) lalu.
Dia menyebut salah satu proyek mangkrak dan janggal yang dilakukan Ansi yaitu pembangunan Tembok Penahan Tanah (TPT) di halaman ‘Mbaru Gendang’ (Rumah Adat) Kampung Wela.
Pembangunan itu masih dikelola dan di bawah pengawasan Ansi di tahun 2020.
Padahal Ansi sudah selesai masa jabatannya pada Oktober 2019. Saat ditanya, Ansi mengaku proyek itu masuk dalam Tahun Anggaran 2019.
Anehnya, pengerjaan proyek baru dilakukan mulai tanggal 6 Januari 2020. Padahal Tahun Anggaran 2019 sudah selesai.
“Yang menyedihkan, proyek mangkrak (terhenti) hingga saat ini. Padahal anggarannya ada dan sudah lewat. Ini kan sudah terang-benderang manipulasi dan korupsi,” ujar Philipus.
Sementara Mantan Kepala Desa Golo Worok, Fransiskus Darius Syukur, angkat bicara terkait dugaan korupsi yang dilaporan warga ke Kejaksaan Negeri Manggarai.
Ansi memandang laporan warganya merupakan hak mereka untuk mengontrol roda Pemerintahan Desa Golo Worok.
Ia mengaku tidak mau melarang warga untuk melapornya ke mana pun. Sebab itu adalah hak warga untuk melapor dia sebagai mantan kepala desa.
Meski begitu, menurut Ansi, laporan tersebut tentu saja tergantung temuan pihak berwajib. Itu terutama terkait apakah laporan tersebut benar atau salah.
Sebab, ia mengaku pada tahun 2016 lalu sudah pernah diaudit oleh Inspektorat Kabupaten Manggarai dan tidak ada temuan.
“Makanya saya heran tadi mereka katakan sejak tahun 2014,” kata Ansi kepada VoxNtt.com melalui saluran telepon, Kamis (09/07/2020) lalu.
Ia menyatakan, siap mengikuti proses hukum, kapan pun pihak berwajib memanggilnya untuk mempertanggungjawabkan laporan warga Desa Golo Worok.
“Artinya kalau menurut pribadi atau asumsi saya, apa yang mereka laporkan itu tidak benar,” ujar Ansi.
Ansi juga membatah tudingan warga yang mengatakan mantan Kades Golo Worok diduga korupsi Dana Desa sebanyak 1 Miliar lebih.
“Kalau menyangkut penilaian itu saya rasa janggal sekali kalau mereka menyebut 1 Miliar lebih, kalau satu setengah M itu berarti saya tidak pernah berbuat apa-apa di sana,” tandasnya.
Terkait tidak melakukam musyawarah desa juga menurut Ansi, laporan itu tidak benar.
Ia mengaku setiap tahun selalu melakukan musyawarah dusun (musdus). Setelah itu akan dibawakan ke Musrenbangdes.
“Setelah itu baru kami melakukan penetapan kegiatan. Kemudian, saya rasa selama ini tidak pernah ada yang mangkrak. Setiap tahun itu pekerjaan selalu dijalankan dengan baik,” tepis Ansi.
Ansi juga merespon tudingan kepemilikan vila dan tanah di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat.
“Saya kasih tahu kira-kira yang mana? Boleh cek di Manggarai Barat itu dari ujung ke ujung atau di Pemerintah Manggarai Barat, kira-kira vila saya itu di mana? Jangankan vila, rumah pribadi saja saya tidak punya,” ujarnya.
“Itu tidak benar, boleh mereka cek di mana saja bahwa saya punya vila, jangankan vila rumah pribadi saya tidak punya di Labuan Bajo,” tambahnya lagi.
Kemudian terkait tanah di Labuan Bajo, ia mengaku tidak pernah beli tanah di kota ujung barat Pulau Flores itu.
Ia memang memiliki satu bidang tanah. Namun itu merupakan tanah yang diberikan oleh pemerintah seluas 10×100 m².
Pemberian tanah itu kata dia, karena Ansi merupakan salah satu dari 200 Kepala Keluarga (KK) yang transmigrasi ke Labuan Bajo pada tahun 1997 lalu.
“Saya mendapat bagian dari pemerintah tahun 1997, saya kan pernah tinggal di bawah (Labuan Bajo) dulu. Sehingga saya mempunyai hak untuk mendapat tanah dulu,” katanya.
“Itu saja saya punya tanah di Labuan Bajo. Kalau mereka bilang saya punya tanah di Labuan Bajo coba cek di pertanahan atau di mana saja di Labuan Bajo, silakan,” tambahnya lagi.
Terkait aset mobil yang juga dilaporkan warga, Ansi menjelaskan bahwa mobil itu dibeli pada tahun 2014 lalu.
“Itu saya beli sejak tahun 2014 lalu. Sejak awal saya kredit dulu, boleh cek di BRI. Setiap tahun saya kredit,” katanya.
Sementara itu hingga berita ini diturunkan, Bupati Deno belum berhasil dikonfirmasi. VoxNtt.com terus berusaha mengonfirmasi seputar kasus tersebut.
Penulis: Ardy Abba