Vox NTT- Penyebaran Virus Corona Disease 2019 (Covid-19) di Indonesia hingga kini semakin mengkhawatirkan.
Akumulasi keseluruhan yang meninggal dunia sepanjang 7 bulan terakhir sebanyak 10 ribu orang.
Dari keseluruhan total itu, tiga di antaranya adalah calon kepala daerah. Ketiganya meninggal dunia ketika tengah menjalani tahapan Pilkada.
Berikut tiga kandidat yang meninggal akibat terpapar Covid-19 seperti yang dilansir Tirto.id pada Jumat 02 Oktober 2020.
1. Kena Ukur Karo Jambi Surbakti
Kena Ukur adalah bakal calon Bupati Karo Sumatera Utara. Usianya 73 tahun. Ia merupakan kandidat pertama yang tutup usia karena terpapar Covid-19. Ia meninggal pada Minggu, 06 September 2020, sebelum sempat mendaftar sebagai calon bupati.
Dinas Kesehatan Kota Medan mengumumkan Kena Ukur meninggal karena Covid-19 dengan penyakit komorbid (penyerta) diabetes dan jantung.
2. H Muharram
M Muharram adalah bakal calon Bupati Berau yang berstatus sebagai petahana. Ia kemudian dinyatakan positif Covid-19 usai mengikuti kegiatan bersama Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo pada Rabu, 02 September 2020 di Pulau Maratua, Berau, untuk sekadar seremoni pelepasliaran tukik.
Muharram mengumumkan status kesehatannya pada 9 September. Ia ketahuan tertular setelah menjalani tes Covid-19 di RSUD Balikpapan dalam rangka persyaratan maju sebagai calon kepala daerah.
Kondisi kesehatannya terus menurun dan meninggal pada 22 September dalam usia 52 tahun, sebelum resmi menjadi calon bupati.
3. Adi Darma (calon Wali Kota Bontang).
Adi meninggal pada Kamis (1/10) dalam usia 60 tahun. Ia meninggal setelah menjalani perawatan selama sepekan di RSUD Taman Husada Bontang.
Adi dinyatakan positif pada 24 September. Selama menjalani perawatan, Adi Darma melewatkan salah satu tahapan pilkada, pengambilan nomor urut. Hanya pasangannya saja yang datang ke KPU setempat untuk ambil nomor pemilihan.
Adi Darma pernah menjabat sebagai Wali Kota Bontang periode 2011-2016. Dalam periode berikutnya ia kembali maju tapi gagal.
Desakan Penundaan Pilkada
Berangkat dari masifnya penularan Covid-19 itu, sejumlah elemen pun bersuara. Mereka kemudian meminta agar pelaksanaan Pilkada pada masa pendemi Covid-19 ditunda. Dua ormas Islam besar, Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, termasuk dalam elemen ini.
Apalagi, sebelum penetapan pasangan calon, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyebut 63 kandidat terjangkit Covid-19. Namun sebagian besarnya sudah berhasil disembuhkan.
Data terakhir, per 22 September, tersisa 13 calon yang masih dirawat. Ditambah lagi dengan dua komisioner KPU RI yang juga positif. Pun dengan sejumlah komisioner KPU di Makassar.
Diperparah dengan ungkapan Satgas Penanganan COVID-19 yang mengatakan bahwa lebih dari 60 persen dari 309 daerah yang menggelar pilkada masuk zona rawan penularan.
Potensi penularan pun tidak hanya terjadi dalam kerumunan, tapi juga pada distribusi logistik.
Selain itu, ahli kesehatan juga mengungkapkan bahwa klaster pilkada kemungkinan semakin besar ketika para petugas di lapangan kelelahan. Bahkan dia juga mengungkapkan bahwa Pilkada 2020 mirip seperti Pilpres 2029 karena banyak petugas pemilu yang meninggal.
“Kalau kita ingat pemilu serentak ketika itu yang merenggut banyak korban nyawa dari petugas karena kelelahan (Pemilu 2019), sekarang ini risikonya dua kali lipat. Tidak ada cara pencegahan yang paling efektif selain [pilkada] ditunda,” kata Ketua Pusat Kajian Kesehatan Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka (Puskakes Uhamka) M Bigwanto seperti dilansir Tirto.id
Situasi ini memperkuat argumentasi kelompok penolak Pilkada 09 Desember 2020 untuk meminta agar pelaksanaan Pilkada ditunda.
Penulis: Igen Padur