Ayahku seorang pelaut
Di langit-langit rindu
selalu ada desah yang menggulung
kesedihan yang berlipat
dalam samudera hidup yang rapuh
sekembali kau tak sulut
saat diterpa musim tak berurutan
kau menjadi seorang pelaut yang handal
sehandal dalam saku celana senja
dalam meramu hasil yang tak pernah kau tabur.
Unit Gabriel, 2020
Hati Dirundung Pilu
Semenjak aku memeluk luka dalam hatimu
kau selalu menyanjungi cintaku
terserah berlangkah ke mana
setelah jalan tersesat
aku menjadi catatan dengan tinta merah
kau canggung akan diriku
kau mulai curiga dalam sunyi.
Kau tak sadar,
bahwa aku pernah mendiami hatimu yang terluka itu.
Unit Gabriel, 2020
Malaikat Tanpa Sayap
“ kamu adalah aku yang hidup”
Sebelum itu malaikat sedang bermimpi
“ahk…aku mau menjadi malaikat tanpa sayap
sehingga aku bisa tidur dalam tangan Tuhan”
Musim berlalu dengan simutan
si imut itu sedang menari
menyambut berlalunya musim.
Kali ini ia memutuskan usia sisanya
dengan menjadi malaikat tanpa sayap dalam biara tua.
Bersama tuhan dalam biara
malaikat tanpa sayap itu
sedang berbicara dengan tuhan dalam sunyi
tentang surga yang menawan.
Unit Gabriel, 2020
Air Mata
Di atas pangkuan derita
segala kenangan terbungkus apik dalam tangisan
mengairi setiap suasana
membasuh setiap kata-kata
dengan kumpulan sajak yang menyakitkan.
Air mata adalah kubus antara kata, duka dan suasana
yang berkecimpung dalam kesedihan
karena kepergiannya yang sadis.
Unit Gabriel, 2020
Penulis ada mahasiswa STFK Ledalero Sekarang tinggal di Unit Gabriel. Penulis termasuk dalam anggota Sastra Kotak Sampah. Dia sering menulis dan karyanya pernah terbit di Pos Kupang, Warta Flobamora, dan Vox NTT.