Hal-Hal yang Saya Ketahui Setelah Membaca Kita Suci
Filter
Kecantikan adalah batu sandungan rahasia
Seperti firaun mengejar bangsa Israel dengan gemetar
Dan tenggelam dalam biru laut yang tak sengaja.
Nuklir
Kau memalingkan wajah ke arah sodom dan gomora
Yang menyala. Sementara di langit, tuhan mengambil garam
Pada laut dan menangis. Sesudahnya, hanyalah tiang garam
Dan beberapa pura pura yang tak seharusnya ada.
Hoaks
Ular yang menyembur bisa ke dalam llidahmu
Adalah ular yang menjebak hawa
Di taman eden.
Demo
Kau memungut remah roti dari bawah meja.
Tak satupun yang kau santap.
Tik(Tok)
Sebelum kau menyungkil selumbar
Balok pada mata kananmu, seekor anjing
Tengah mencari tulang pada mata kirimu.
(Nita, 2020)
Menutup Mata
Kita tak pernah
Benar benar tertidur.
Hanya menutup mata.
Membiarkan imaji menceraiberaikan
Mimpi kita seperti domba domba
Berlari ketakutan
Menunggu disembelih satu per satu
(Bukan sebagai kurban bakaran)
Sebagai kurban setelah penyaliban :
Dalam ingatan.
Tempat kita mengenal kita.
Debu tanah.
(Nita,2020)
Hujan
Musim hujan kali ini
Diawali dengan handphone yang menyentuh tanah.
Lalu pecah.
Kubuang pecahannya, ke tempat sampah.
Tetapi tempat sampah itu menolak
Katanya, aku terlalu merindukan kemarau.
Sesudahnya, karena tak ada tempat untuk
Membuangnya, handphone pecah itu kutaruh
Di bawah bantal kepala.
Barangkali ketika terbangun dari pagi
Ia bukan lagi handphone pecah
Tapi handphone utuh yang
Sulit menyentuh tanah :
Ketika, air.
Pada mata. Bukan apa apa.
Musim hujan tiba !
(Nita,2020)
Halaman Terakhir
Kata keluar kota mencari tempat hiburan.
Klausa dan frasa bermain catur di tepi jalan.
Sementara kalimat telah lelah dan sebentar
Lagi merencanakan liburan.
Tapi puisi, tidak kemana mana.
Ia malas bergerak, malas beraktivitas,
Malas melakukan segalanya.
Hanya duduk diam di kursi hasil
Kerja kerasnya. Ia duduk dengan diam.
Hingga menemukan jati dirinya, Bunyi
: sunyi (Kau).
(Nita, 2020)
* Rey Baliate, adalah alumnus Seminari St. Rafael. Beberapa puisinya pernah tergabung dalam antologi bersama Menenun rinai hujan (Sebuku.net, 2019) bersama Sapardi Djoko Damono dan penulis terpilih Indonesia, Potret kehidupan (Antlitera,2020) dan Perjamuan perempuan tanah garam (Mbludus.com). Ia sedang melanjutkan studinya di STFK Ledalero-Maumere. Ia bergiat di komunitas Djarum Scalabrini dan Komunitas Sastra Candramawa.