Borong, VoxNtt.com-Proses tidak pernah mengkhianati hasil. Begitulah kesan yang terlintas saat mendengarkan kisah hidup Muklison.
Lelaki setengah abad asal Kediri, Jawa Timur tersebut sedang serius bekerja saat VoxNtt.com menyambangi kediamannya di Borong, ibu kota kabupaten Manggarai Timur, Selasa, (1/12/20).
Langit pada siang hari itu sedang cerah. Hawa panas menyelimuti Kota Borong sebagaimana biasanya. Sebagai tukang mebel kayu, ia sudah terbiasa bekerja di bawah terik matahari meski panasnya menusuk kulit. Keringat yang tercecer dari wajahnya tak digubris. Sementara istrinya, Dartati (38) dan beberapa karyawan juga sedang sibuk bekerja bersamanya.
Sebelum memiliki rumah dan bengkel sendiri, keluarga Muklison yang merantau sejak tahun 2012 lalu itu, telah melewati pahit dan getirnya hidup. Bagaimana tidak, dari Kediri menuju Borong, mereka bahkan hanya bermodalkan pakaian seadanya.
“Dulu mulai dari nol, dari Kediri menuju Borong hanya bawa badan,” kenang Muklison.
Beruntung Muklison punya kenalan bernama Maruf yang sudah lama menetap di Borong. Kata Muklison, waktu itu Maruf sakit-sakitan. Ia pun ditawarkan untuk bekerja di mebel kayu milik Maruf.
“Kalau ngga saya, dia ngga mau,” ujarnya.
Kala itu, Muklison bekerja sendirian. Karena keterampilannya, usaha tersebut pelan-pelan menanjak. Setelah 4 tahun bekerja dan punya modal yang cukup, ia pun memilih untuk berjuang sendiri dengan membangun usaha yang sama di Bugis, kota Borong. Tidak hanya bangun mebel kayu, dia juga mampu beli tanah dan bangun rumah pribadi.
Di Bugis, usahanya makin melejit. Bengkel kayunya bertambah besar diikuti jumlah karyawan yang bertambah banyak.
“Barang full di rumah,” ujarnya sambil tersenyum. Barang-barang yang dimaksud adalah pesanan pelanggan seperti meja, kursi, dan lemari. Pesanan tersebut ada yang sudah dikerjakan dan ada pula yang masih dalam proses pengerjaan.
Tak hanya di Bugis, dalam waktu setahun, ia juga mengembangkan usahanya di Peot, masih di dalam kota Borong. Di sana ia membeli tanah seharga Rp.75.000.000.00. Dengan ukuran tanah 12×30 Meter, ia juga ingin membangun kos-kosan di tanah tersebut.
“Yah, nanti buat kos-kosan,” ujarnya lagi sambil memeluk Adelia, anaknya.
Kesuksesan Muklison tidak terlepas dari dukungan dan kerja sama dengan istrinya. Dartati tidak mau tinggal diam. Ia juga turun tangan membantu suaminya untuk mewarnai meja yang sudah dikerjakan.
Menurut dia, Borong adalah kota yang aman dan menghargai keberagaman. Meski minoritas, namun usaha mereka tidak pernah diganggu.
“Cuman omongan saja yang kadang kasar, tetapi hatinya baik,” akunya.
Kesuskesan Muklison juga menginspirasi banyak orang.
“Banyak yang sudah ikut saya, sudah ada mebel sendiri, dari Waelengga, Waerana, dan Kisol juga ada,” ujarnya.
Muklison dan Dartati adalah sosok pribadi yang mampu bekerja sama di tanah rantau. Seorang pria dan wanita memang harus merawat lara, lawan kesedihan di tanah rantau dengan semangat perjuangan. Diam membisu bagi mereka, bukan jalan kesuksesan.
Pasangan ini kini dikaruniai 4 orang anak perempuan. Anak pertama bernama Siva yang sedang kuliah Pelayaran di Kediri. Anak kedua bernama Anggun, kelas VI SD. Anak ketiga bernama Gislin, kelas II SD dan anak keempat bernama Adelia, belum masuk sekolah karena usianya masih 4 tahun.
Penulis: Filmon Hasrin
Editor: Irvan K