Misi

Yang jauh di langit tinggi itu adalah matahari

Bias senja indah melilit pada jejeran bukit karang

Gerangan siapakah yang melukis ini?

Tuhan mengaturnya demikian

Bekas jari tanganNya masih basah

Menggugah nurani hasrat bersyukur.

 

Musim tak menentu tapi hati tetap pasti

Ada bersama kawanan kecil itu bahagia

Bagai gembala menjumpai kawanan domba yang hilang

Ada diantara kawanan kecil adalah alasan aku tinggalkan yang sulit ditinggalkan

 meninggalkan namun tak tertinggal sendirian.

Inilah misi,

Keluar dari dinding keegoismean dan menjangkau tanpa kalkulasi untung rugi

Terbakar dan mencair bagai lilin di sudut gelapnya dunia.

 

Zimbabwe, November 2020.

Sampai Kapankah?

 

Kami menahan pedih dibawah matahari

Penguasa melirik kami dari singgasana tanpa bahasa

Padahal dialah suara dari suara-suara bungkam rakyat kecil

Yang menaruh harapan akan hawa sejuk

di tengah musim-musim panjang yang tak menentu.

Menyaksikan tragedi suram ini aku terpaku

diam tanpa bahasa bahkan bahasa tubuh pun enggan.

 

Telah lama kami sabar dalam menanti

Namun hingga kini jamahan sejuk tak membelai tubuh negeri

yang rapuh dan panas di tengah sandiwara penguasaku.

Matahari masih bersinar seperti kemarin

Rembulan malam hanya diam

Menahan pedih bersama nasib negeri yang tak menentu.

 

Ah Tuhan sampai kapankah rakus dan tamak ini selesai?

Hingga Nanti

 

Titian ziarah ini panjang

Aku masih setia ziarah di sini

Pada jalan pasir berdebu

Kutahu jalan ini adalah jalan sunyi

Jejak langkah membekas

Sejenak kutoleh ke belakang

Ternyata langkahku makin jauh menjejaki 

Dia yang telah lebih dahulu mencintai totalitas diriku.

 

Kala badai zaman tak menentu lagi

Aku hanya diam makan gulungan KitabNya

Dari butir Sabda hidup hembusakan angin segar

Balutkan kabut hati

Membias di tapak-tapak lorong hidupku.

 

Jalan ini masih panjang

Segalanya ada di sana

Jerit dan tangis

Senyum dan tawa-rai

Bahagia dan duka derita

Adalah racikan energi cinta

Untuk setia pada tapak awalku

Berjalanlah hingga nanti.

 

Zimbabwe, November 2020.

Yohanes Mau

Beliau adalah salah satu penulis buku Antologi Puisi, “Seruling Sunyi Untuk Mama Bumi.”

Kini ia sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika.