Kupang, Vox NTT- Ada sembilan kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) yang melaksanakan Pilkada serentak pada 9 Desember 2020 lalu.
Berdasarkan data real count KPU dalam situs resminya, dari sembilan calon incumbent yang bertarung, delapan di antaranya “tumbang”.
Pasangan petahana tersebut antara lain, Stefanus Bria Seran-Wendelinus Taolin (Kabupaten Malaka), Willybrodus Lay-JT Ose Luan (Kabupaten Belu), Paulus Soliwoa-Gregorius Upi (Kabupaten Ngada), dan Deno Kamelus-Victor Madur (Kabupaten Manggarai).
Kemudian, Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale (Kabupaten Sabu Raijua), Agustinus Niga Dapawole-Gregorius HBL Pandango (Kabupaten Sumba Barat), Maria Geong-Silverius Sukur (Kabupaten Manggarai Barat), dan Umbu Lili Pekuwali-Yohanis Hiwa Wunu (Kabupaten Sumba Timur).
Sedangkan di Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) memang tidak ada calon petahana pada Pilkada 2020 ini.
Pengamat politik asal Undana Kupang Yonanes Jimmy Namy pun angkat bicara di balik kekalahan delapan calon petahana di NTT.
Ia mengatakan, kekalahan incumbet disebabkan oleh beberapa alasan. Pertama, incumbent masih terlalu percaya dengan struktur birokrasi sampai pada level paling bawah yakni Lurah untuk membangun dan mengorganisasikan kekuatan.
“Padahal tahu sendiri cara kerja birokrasi, tidak ada yang tidak baik laporan. Cuma pakai prinsip asal bapa senang,” jelas Dosen Ilmu Politik Undana itu, Selasa (15/12/2020) malam.
Kedua, lanjut Jimmy, ketika politik tidak dikelola secara profesional, maka akan anti-kritik. Hampir semua incumbent yang kalah menurut dia, adalah orang-orang yang anti-kritik.
“Ini soal pengelolaan politik, dia terlalu amat nyaman dengan struktur tua-nya,” tandasnya.
Ketiga, kata dia, adalah soal pergerakan pemilih pemula dan gerakan milenial. Keterlibatan kaum milenial dalam Pilkada 2020 sangat signifikan dan hal itu dilakukan tanpa embel-embel kepentingan.
“Kan mereka murni bergabung dalam gerakan untuk mengganti sistem yang tidak sesuai dengan keinginan masyarakat. Bahaya kalau nanti kepala daerah sekarang menganggap remeh hal ini,” pungkas dia.
Jimmy juga mengapresiasi metode kampanye Pilkada 2020 yang sudah mengalami kemajuan dengan memanfaatkan platfom digital. Menurutnya, modal dan kekuasaan tidak bisa menjadi jaminan sebagai pemenang dalam Pilkada di tahun 2020.
“Ini kan semakin memberi peluang bahwa kita-kita yang tidak punya modal bisa juga ikut dalam politik praktis,” tandasnya.
Penulis: Ronis Natom
Editor: Ardy Abba