Ruteng, Vox NTT- Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Reo yang terletak di Jl. Reo-Kedindi, Kelurahan Mata Air, Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) ditutup untuk sementara waktu.
Penutupan itu dilakukan karena ada persoalan aset yang hingga kini belum menemukan penyelesaian. Kisruh saham melibatkan Markus Kumpul dan Eduardus Sianatan, serta Krispian Kumpul.
Kuasa hukum Markus Kumpul, Asis Deornay, menjelaskan, persoalan utama ditutupnya SPBU Reo disebabkan karena terjadinya sengketa kepemilikan saham dan aset.
Setelah ia mempelajari kasus sebagai kuasa hukum menemukan dua akta yang berbeda.
Akta pertama, jelas Asis, diterbitkan tahun 2011 yang lalu. Akta itu memuat perjanjian kerja sama saham antara Markus Kumpul dengan Eduardus Sianatan.
“Markus Kumpul 40% dan Eduardus Sianatan alias Baba Ngeki 60%,” jelas Asis kepada VoxNtt.com di Ruteng, Jumat (22/01/2021).
Kata dia, Eduardus Sianatan sendiri menanamkan saham di SBPU Reo karena diajak kerja sama oleh kliennya Markus Kumpul.
Kala itu, Markus Kumpul membutuhkan modal tambahan untuk operasional SPBU Reo.
Sedangkan untuk aset tanah dan SPBU, demikian Asis, menjadi milik kliennya Markus Kumpul. Eduardus Sianatan baru ikut saat semua infrastruktur telah dibangun oleh Markus Kumpul.
Nama perusahaan dibuat oleh Markus Kumpul dan PT Kumpul Bersama Saudara.
Beberapa anak-anaknya pun ikut terlibat menyumbang modal membangun SPBU. Terkecuali Krispian Kumpul anak bungsu Markus Kumpul yang saat itu merantau ke Bali.
Akta baru yang diterbitkan sepihak tahun 2015 itu baru diketahui oleh ahli waris yang lain pada November tahun 2020.
Di dalam akta baru tersebut nama Markus Kumpul dihilangkan dan digantikan oleh anak bungsu perempuan bernama Krispian Kumpul dan Eduardus Sianatan.
Anehnya, pergantian nama itu tanpa diketahui oleh anak-anak Markus Kumpul yang lain sebagai ahli waris. Nama PT-nya pun tidak berubah yakni PT Kumpul Bersama Saudara.
“Akta 2015 inilah yang menjadi problem saat ini, sehingga ahli waris lain yang merasa dirugikan dari perbuatan keduanya, dan kemudian mengambil langkah persuasif dan langkah hukum yang dianggap perlu,” jelas Asis.
Asis melanjutkan, sampai sejauh ini pihak keluarga sudah menempuh jalur di luar hukum dengan mendatangi Bupati Manggarai, Ketua DPRD Manggarai, serta Polres Manggarai untuk melakukan mediasi.
Namun, upaya mediasi terhadap kedua belah pihak yang bersengketa itu tidak kunjung menemukan jalan keluar.
Sebagai kuasa hukum, Asis menduga bahwa Krispian Kumpul bersama Eduardus Sianatan serta Notaris & PPAT Theresia Nurak, telah secara diam-diam dan sengaja membuat dan menerbitkan akta baru tanpa diketahui ahli waris yang lain.
Hal itu karena nama pemegang saham pada akta yang diterbitkan tahun 2015 telah berbeda dengan akta yang diterbitkan tahun 2011 yakni Kristian Kumpul.
Sedangkan Eduardus Sianatan sebagai pemegang saham dan penambahan aset sertifikat tanah hak milik Markus Kumpul.
Terhadap ulah tersebut, Asis mengungkapkan bahwa keduanya bisa dijerat secara pidana dan perdata.
“Pidana bisa dituntut dgn Pasal 378 tentang Penipuan dan Pasal 372 tentang Penggelapan. Untuk Perdata yakni PMH (Perbuatan Melawan Hukum) dalam waktu dekat akan segera kami daftarkan di Pengadilan Negeri Ruteng,” jelas Asis.
Walau demikian, Asis tetap mengharapkan agar persoalan tersebut diselesaikan secara baik tanpa mengorbankan saudara dan saudari yang lain, apalagi kepentingan umum.
Hingga berita ini diturunkan, VoxNtt.com belum mengonfirmasi Eduardus Sianatan dan Krispian Kumpul. VoxNtt.com terus berusaha mengonfirmasi keduanya seputar kasus tersebut.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba