Borong, Vox NTT- CV Oase, perusahaan yang mengerjakan proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda, Kabupaten Manggarai Timur dilaporkan tidak membayar harian orang kerja (HOK).
Kabarnya, sebanyak 20-juta lebih HOK pada pembangunan tembok penahan tanah (TPT) belum dibayar kontraktor. Padahal, proyek sudah selesai dikerjakan akhir 2020 lalu.
Ketua DPC Gerindra Matim Filfridus Jiman pun meminta Pemda setempat segera turun tangan untuk membantu masyarakat pekerja.
“Kalau sudah demikian (tidak bayar HOK) mestinya Pemda turun tangan, dalam artian bantu masyarakatnya, bukan tuding yang bukan-bukan,” ujar Filfridus kepada VoxNtt.com, Rabu (17/02/2021).
Menurut dia, para pekerja sudah bekerja. Sayangnya, kontraktor malah terkesan tidak bertanggung jawab.
BACA JUGA: Pengawasan Proyek di Matim Dinilai Sangat Rendah
Ia juga menyoroti pernyataan Direktur CV Oase yang menyebut tidak ada pembangunan TPT dalam proyek tersebut.
“Jika benar (pembangunan TPT) tidak disetujui, emangnya direktur tidak rutin periksa di lapangan? Beda soal kalau volume pekerjaan itu tidak banyak, mungkin tidak menyita waktu lama. Ini sudah beres baru dibilang tidak bertanggung jawab,” tegas Filfridus.
Selain soal upah pekerja, proyek tersebut juga dilaporkan berkualitas buruk.
BACA JUGA: Pekerja CV Oase Diminta Datang ke Kantor Disnakertrans Matim
Filfridus sendiri menilai dua persoalan pada proyek tersebut merupakan risiko dari penganggaran yang kurang.
“Ini risiko karena menganggarkan proyek dengan tingkat kesulitan tinggi tapi doi-nya (uang) sedikit. Lapen itu mestinya paling kurang 1,5 miliar per paket agar uangnya tidak habis dengan mobilisasi alat dan material,” tegas mantan Anggota DPRD Matim itu.
Ia mengaku kaget ketika Pemda Matim menganggarkan lapen yang jauh dari pusat material dan penyimpanan alat berat hanya dengan 1 miliaran.
“Kontraktor mau dapat untung dari mana?” tukas Filfridus.
BACA JUGA: Upah Pekerja Tidak Dibayar CV Oase, Disnakertras Matim Harus Turun Tangan
Ia juga tidak meyakini proyek tersebut pindah lokasi setelah menang tender, sebagaimana pengakuan kontraktor di media massa.
“Saya tidak yakin dipindahkan seenaknya oleh orang Kimpraswil, sebab sebuah proyek yang sudah ditenderkan tentu didasarkan pada gambar dan volume yang sudah dibuat final sebelum tender oleh perencana,” ketus Filfridus
Di balik pengakuan kontraktor tersebut, ia menilai proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) tidak beres. Sebab itu, ia meminta awak media massa segera menelurusi keberadaan proyek tersebut.
Persoalan lain, lanjut dia, anggaran proyek yang kecil, namun disubkontrakan kepada orang lain. Apalagi jika sub kontraktor tidak mampu membaca gambar. Sebab semua pekerjaan pemerintah tetap didasarkan pada gambar dan volume.
BACA JUGA: DPRD Desak Dinas PUPR Matim Panggil CV Oase
“Lalu ketika saluran dikerjakan masyarakat yang disebut pekerja dan pekerjaan selesai, tiba-tiba sang direktur bilang saya tidak tahu kenapa sub menyuruh mengerjakan item tersebut?Kenapa setelah sudah final semua diserahkan ke sub kontraktor?” tanya dia.
Menurut dia, dalam proses lebih lanjut tentu saja tidak mengenal sub kontraktor. Yang di lapangan itu, jelas Filfridus, tetap disebut pelaksana teknis atau karyawan perusahaan.
“Karena itu tidak ada alasan untuk tidak bayar upah pekerja, sebab dalam kontrak tidak pernah disebut nama-nama pekerja, kecuali tenaga teknis perusahaan,” tegas Filfridus.
Dikabarkan sebelumnya, proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda belakangan mencuat persoalan.
Pasalnya, selain upah harian orang kerja (HOK) belum dibayar, proyek senilai Rp964.976.049,61 dari APBD Matim tahun 2020 itu juga disinyalir berkualitas buruk. Proyek tersebut berlokasi di Desa Golo Nimbung, Kecamatan Lamba Leda.
Yan Salim, salah satu pekerja mengaku upah mereka sebesar 20-an juta rupiah belum dibayar kontraktor. Padahal mereka sudah mengerjakan Tembok Penahan Tanah (TPT) sebanyak tiga (3) titik.
Salim mengaku, ia dan lima rekannya bekerja membangun TPT seharga Rp150.000/meter kubik. Sayangnya, proyek sudah selesai dikerjakan, hingga kini upah mereka tidak kunjung dibayar kontraktor.
“Memang belum diukur semua tiga titik itu. Tapi kami pekerja, bisa tahu perkiraannya sekitar 20-an juta lebih,” kata Salim kepada VoxNtt.com, Sabtu (13/02/2021) malam.
Setelah gambaran angka uang itu muncul di kepala Salim, ia pun mulai memikirkan pembelajaan prioritas agar keluarganya bisa bertahan hidup. Salah satunya ialah beras untuk kebutuhan makanan.
BACA JUGA: Proyek di Lamba Leda: Dari Upah Pekerja Tidak Dibayar hingga Aspal Rusak Parah
Sayangnya, gambaran dan asa itu semu. Harapan mendapatkan uang di balik “keringat” mereka ternyata tidak berbuntut mulus. Tenaga mereka hanya dibalas dengan rasa kecewa. Pasalnya, sudah dua bulan setelah pekerjaan selesai, hingga kini uang mereka tidak kunjung dibayar kontraktor.
Salim sendiri mengaku bingung mengadu ke siapa atas ulah CV Oase, kontraktor pelaksana yang tidak kunjung membayar upah mereka.
Tidak hanya soal upah pekerja, fakta miris yang meyelimuti proyek tersebut ialah kondisi lapisan penetrasi macadam (lapen) yang tampak rusak parah. Padahal, proyek baru saja selesai dikerjakan akhir 2020 lalu.
Pantauan VoxNtt.com, Jumat (12/02/2021) lalu, proyek lapen tersebut sudah rusak di beberapa titik.
Kerusakan paling parah terdapat di beberapa pendakian dan tikungan. Di titik ini aspal sudah rusak dan pecah-pecah.
Konstruksi batu kerikil yang direkat dengan semen aspal tampak sudah terkupas. Bahkan, di tengah badan jalan tampak berlubang.
Tidak hanya itu, tampak satu TPT yang tidak dilanjutkan pengerjaannya. Sementara sebagaian yang lain sudah selesai dibangun setinggi badan jalan.
Parahnya, di lokasi proyek tidak ditemukan papan informasi. Padahal papan informasi proyek penting dipajang. Hal itu agar publik bisa mengakses informasi seputar proyek yang sedang dikerjakan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Manggarai Timur, Ibrahim Mubarak, mengatakan, proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) sudah selesai dikerjakan dan masuk pada masa pemeliharaan.
Terkait kondisi aspal yang rusak, Ibrahim menegaskan, kontraktor masih mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya selama masih dalam masa pemeliharaan selama satu tahun ke depan.
“Kerusakan yang terjadi masih menjadi tanggung jawab dari kontraktor dan itu jelas tertuang dalam kontrak,” tegas Ibrahim saat dihubungi, Sabtu (13/02/2021).
Secara umum pekerjaan kontruksi, jelas dia, diuji atau dihitung secara kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan terkait, papan informasi yang tidak terpasang di lokasi proyek menurut Ibrahim, karena sudah lewat masa kontruksinya.
“Kecuali masih dalam proses konstruksi atau konstruksi dalam pekerjaan (KDP), itu wajib terpasang,” imbuh Ibrahim.
Sementara itu, Direktur CV Oase Karolus Ndoi Jewaru menjelaskan, awalnya proyek tersebut bukan berada di Desa Golo Nimbung melainkan di Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda.
Di lokasi awal dalam rancangannya, kata dia, ada tembok penahan tanah termasuk lapen dan bakal digarap dengan nomenklatur rehabilitasi.
Namun demikian, jelas Karolus, dalam perjalanan ada perubahan dari Dinas PUPR Manggarai yakni lokasi proyek ada di Desa Golo Nimbung. Hal itu dikarenakan dalam nomenklatur ada segmen dan peningkatan.
“Karena di situ peningkatan, ada telford, saya ajukan keberatan kemarin kalau ada tembok penahan. Uangnya tidak pas,” jelas Karolus kepada VoxNtt.com melalui sambungan telepon, Sabtu malam.
Sebab itu, CV Oase berkosentrasi pada peningkatan jalan dari telford ke lapen untuk memenuhi jangkauan, sesuai kebijakan Pemda Manggarai Timur 10 km/kecamatan.
Menurut dia, jika memaksa harus membuat TPT, maka bisa berdampak pada volume jalan berkurang.
“Tapi kalau ada sisa dana maka bisa buat TPT,” imbuhnya.
Ia berjanji akan memperbaiki kerusakan jalan tersebut, karena saat ini memang masih dalam masa pemeliharaan dan masih menjadi tanggung jawabnya sebagai rekanan.
Soal Upah
Karolus mengaku pihaknya sudah memberitahukan kepada Agus, sub kontraktor bahwa memang ada pembangunan TPT, tetapi menunggu dana sisa.
Setelah koordinasi tersebut kemudian bersepakat untuk konsentrasi ke pekerjaan lapen.
Belakangan entah mengapa Agus menyuruh masyarakat sekitar membuat TPT. Karolus sendiri mengaku tidak mengetahui kesepakatan antara Agus dan pekerja dalam membangun TPT tersebut.
“Akhirnya sampai di tengah perjalanan kami bingung, tiba-tiba ada tembok penahan, dari mana?” tukas Karolus.
Sejauh ini, lanjut dia, sebenarnya proyek tersebut masih menjadi tanggung jawab Agus sebagai sub kontraktor.
Pihak Karolus kemudian mengambil alih pekerjaan tersebut karena selama tiga minggu sebelumnya, tidak kamajuan pekerjaan fisik di lapangan.
Padahal uang, kata dia, sudah diterima Agus. Sedangkan uang pekerjaan TPT, Karolus menimpal bahwa hal itu merupakan kesepakatan Agus dan pekerja. Termasuk dirinya pun merasa tertipu oleh ulah Agus.
Sebab itu, ia berjanji bakal menempuh jalur hukum, jika persoalannya bersama Agus tidak bisa diselesaikan. Apalagi, kata dia, sudah ada kesepakatan hukum antara dirinya dengan Agus sebagai sub kontraktor.
Sementara itu, hingga berita ini dirilis Agus belum berhasil dikonfirmasi.
Penulis: Leo Jehatu
Editor: Ardy Abba