Borong, Vox NTT- Ketua DPRD Manggarai Timur Heremias Dupa tampak gusar usai memeriksa pekerjaan proyek peningkatan jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe di Kecamatan Lamba Leda.
Heremias bersama Ketua Komisi C Siprianus Habur dan dua anggota DPRD Dapil Lamba Leda masing-masing, Bonavantura Burhanto dan Sifridus Asman memang sengaja datang memeriksa proyek lapen yang berlokasi di Desa Golo Nimbung itu, Jumat (19/02/2021).
Di lokasi proyek, Heremias dan rekannya menemukan pekerjaan dengan kualitas rendah. Tampak di beberapa titik yang saat itu sedang diperbaiki, cairan aspal dan batuan kerikil hanya disiram di atas tanah.
Akibatnya, aspal di bagian samping jalan dengan mudah terkupas. Bahkan bisa terlepas hanya dengan sekop yang biasa digunakan untuk mengaduk semen.
Setelah dibongkar pekerja untuk perbaikan, tampak lempengan aspal hanya melekat pada tanah. Setelah dibongkar, selanjutnya ditambal dengan batu kerikil yang kemudian direkat dengan cairan aspal.
Heremias sendiri mengaku kecewa dengan ulah CV Oase yang diduga mengabaikan aspek kualitas pekerjaan. Sebab itu, ia meminta agar kontraktor segera memperbaiki semua titik kerusakan pada pengerjaan lapen tersebut.
Politisi PAN itu menambahkan, fokus APBD Manggarai Timur beberapa tahun ke depan tetap membangun lapen di Lamba Leda bagian timur, yakni dari Benteng Jawa-Heret hingga Bawe.
Karena itu, Heremias meminta Dinas PUPR Manggarai Timur agar bisa memprioritaskan kualitas pekerjaan jalan dan memperhatikan rekam jejak kontraktor. Hal itu agar masyarakat tidak kecewa dalam pembangunan jalan akibat kualitas buruk. Masyarakat harus puas dengan pembangunan sebagaimana dicita-citakan pemerintah.
Selain soal kualitas pekerjaan, CV Oase hingga kini juga sedang diperhadapkan dengan masalah tidak dibayarkannya upah orang kerja dan uang material milik masyarakat setempat.
Beberapa anggota dewan pada Jumat sore juga langsung bertemu pekerja dan pemilik material yang belum dibayar CV Oase. Mereka mendengar langsung keluhan pekerja dan pemilik material.
Sedangkan di hari yang sama beberapa pekerja lain melaporkan ulah CV Oase ke Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Manggarai Timur, yang berlokasi di Lehong, Kecamatan Borong.
“Kontraktor segera bayar harian orang kerja. Kalau dalam minggu ini belum dibayar, maka DPRD akan memanggil Dinas PU, Nekertrans dan rekanan atau CV Oase untuk segera bayar upah pekerja,” tegas Heremias, yang adalah mantan aktivis PMKRI itu.
Sebelumnya, Anggota DPRD Manggarai Timur asal Lamba Leda Bonavantura Burhanto mendesak Dinas PUPR agar segera memanggil CV Oase.
Pemanggilan tersebut penting menyusul belum dibayarkannya upah orang kerja dan sejumlah uang material.
“Saya mendesak Dinas PUPR Matim segera panggil dan minta klarifikasi rekanan atau kontraktor untuk mendapatkan kepastian hukum terkait dengan tanggung jawab rekanan/kontraktor guna perbaiki pekerjaan jalan yang tidak sesuai dengan konstruksi perencanaan pekerjaan proyek lapen,” kata Bona, Senin (15/02/2021) lalu.
Bona mengaku prihatin dengan persoalan proyek senilai Rp964.976.049,61 tersebut.
Ia juga mengharapkan CV Oase segera membayar upah para pekerja secara terbuka. Pembayaran upah, kata dia, merupakan kewajiban kontraktor.
Bona menegaskan, jika desakannya tidak disikapi cepat oleh rekanan, maka sebagai DPRD ia berjanji akan membantu korban atau pekerja untuk melakukan advokasi hukum.
“Secara administrasi kelembagaan (DPRD) akan rekomendasi status rekanan (CV Oase) untuk di-blacklist,” ujar politisi PKB itu.
Ia juga berjanji dalam waktu dekat, pihaknya akan mempertemukan para pekerja dengan kontraktor untuk menyelesaikan masalah harian orang kerja.
Senada dengan Bona, pengamat sosial politik asal Undana Kupang Lasarus Jehamat menegaskan, selain memanggil rekanan, Inspektoral Matim juga harus memanggil Kepala Dinas PUPR Yohanes Marto untuk menjelaskan seputar proyek tersebut.
“Soal lanjutan biar Kadis bisa mendesak kontraktor,” ujar Jehamat kepada VoxNtt.com, Senin siang.
Di balik persoalan proyek tersebut, ia juga meminta DPRD Matim tidak tinggal diam. Lembaga dewan mesti memanggil Kadis PUPR Matim dan bila perlu kontraktor sekaligus.
Tidak hanya itu, dosen Fisip Undana Kupang itu juga meminta media massa harus terus bersuara agar aspirasi rakyat bisa disalurkan ke otoritas negara dan yang berwenang.
“Proyek di mana-mana banyak yang dikerjakan setengah-setengah. Ini menyangkut mental. Kalau negara sudah berada di bawah ketiak pemodal, agak sulit mengerjakan proyek dengan sepenuh hati. Karena uang dan modal akan menjadi kepentingan utama di sana,” tegas Jehamat.
Ia juga mempertanyakan keberadaan pengawas di balik pengerjaan proyek tersebut.
“Pengawas di mana untuk mengontrol kontraktor nakal? Dinas Kimpraswil buat apa? Ini soal besar. Inilah contoh proyek yang dikerjakan komprador; bekerja setengah hati dan bila perlu menekan pekerja sampai upah pun tidak dibayar,” ujar Jehamat.
Dikabarkan sebelumnya, proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) di Kecamatan Lamba Leda belakangan mencuat persoalan.
Pasalnya, selain upah harian orang kerja (HOK) belum dibayar, proyek senilai Rp964.976.049,61 dari APBD Matim tahun 2020 itu juga disinyalir berkualitas buruk. Proyek tersebut berlokasi di Desa Golo Nimbung, Kecamatan Lamba Leda.
Yan Salim, salah satu pekerja mengaku upah mereka sebesar 20-an juta rupiah belum dibayar kontraktor. Padahal mereka sudah mengerjakan Tembok Penahan Tanah (TPT) sebanyak tiga (3) titik.
Salim mengaku, ia dan lima rekannya bekerja membangun TPT seharga Rp150.000/meter kubik. Sayangnya, proyek sudah selesai dikerjakan, hingga kini upah mereka tidak kunjung dibayar kontraktor.
“Memang belum diukur semua tiga titik itu. Tapi kami pekerja, bisa tahu perkiraannya sekitar 20-an juta lebih,” kata Salim kepada VoxNtt.com, Sabtu (13/02/2021) malam lalu.
Setelah gambaran angka uang itu muncul di kepala Salim, ia pun mulai memikirkan pembelajaan prioritas agar keluarganya bisa bertahan hidup. Salah satunya ialah beras untuk kebutuhan makanan.
Sayangnya, gambaran dan asa itu semu. Harapan mendapatkan uang di balik “keringat” mereka ternyata tidak berbuntut mulus. Tenaga mereka hanya dibalas dengan rasa kecewa. Pasalnya, sudah dua bulan setelah pekerjaan selesai, hingga kini uang mereka tidak kunjung dibayar kontraktor.
Salim sendiri mengaku bingung mengadu ke siapa atas ulah CV Oase, kontraktor pelaksana yang tidak kunjung membayar upah mereka.
Tidak hanya soal upah pekerja, fakta miris yang meyelimuti proyek tersebut ialah kondisi lapisan penetrasi macadam (lapen) yang tampak rusak parah. Padahal, proyek baru saja selesai dikerjakan akhir 2020 lalu.
Pantauan VoxNtt.com, Jumat (12/02/2021) lalu, proyek lapen tersebut sudah rusak di beberapa titik.
Kerusakan paling parah terdapat di beberapa pendakian dan tikungan. Di titik ini aspal sudah rusak dan pecah-pecah.
Konstruksi batu kerikil yang direkat dengan semen aspal tampak sudah terkupas. Bahkan, di tengah badan jalan tampak berlubang.
Tidak hanya itu, tampak satu TPT yang tidak dilanjutkan pengerjaannya. Sementara sebagian yang lain sudah selesai dibangun setinggi badan jalan.
Parahnya, di lokasi proyek tidak ditemukan papan informasi. Padahal papan informasi proyek penting dipajang. Hal itu agar publik bisa mengakses informasi seputar proyek yang sedang dikerjakan.
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Dinas PUPR Kabupaten Manggarai Timur, Ibrahim Mubarak, mengatakan, proyek peningkatan ruas jalan Benteng Jawa-Heret-Bawe (Segmen: Wae Nenda-Kp Bawe) sudah selesai dikerjakan dan masuk pada masa pemeliharaan.
Terkait kondisi aspal yang rusak, Ibrahim menegaskan, kontraktor masih mempunyai kewajiban untuk memperbaikinya selama masih dalam masa pemeliharaan selama satu tahun ke depan.
“Kerusakan yang terjadi masih menjadi tanggung jawab dari kontraktor dan itu jelas tertuang dalam kontrak,” tegas Ibrahim saat dihubungi, Sabtu (13/02/2021) lalu.
Secara umum pekerjaan kontruksi, jelas dia, diuji atau dihitung secara kuantitas maupun kualitas.
Sedangkan terkait, papan informasi yang tidak terpasang di lokasi proyek menurut Ibrahim, karena sudah lewat masa kontruksinya.
“Kecuali masih dalam proses konstruksi atau konstruksi dalam pekerjaan (KDP), itu wajib terpasang,” imbuh Ibrahim.
Sementara itu, Direktur CV Oase Karolus Ndoi Jewaru menjelaskan, awalnya proyek tersebut bukan berada di Desa Golo Nimbung melainkan di Desa Tengku Leda, Kecamatan Lamba Leda.
Di lokasi awal dalam rancangannya, kata dia, ada tembok penahan tanah termasuk lapen dan bakal digarap dengan nomenklatur rehabilitasi.
Namun demikian, jelas Karolus, dalam perjalanan ada perubahan dari Dinas PUPR Manggarai yakni lokasi proyek ada di Desa Golo Nimbung. Hal itu dikarenakan dalam nomenklatur ada segmen dan peningkatan.
“Karena di situ peningkatan, ada telford, saya ajukan keberatan kemarin kalau ada tembok penahan. Uangnya tidak pas,” jelas Karolus kepada VoxNtt.com melalui sambungan telepon, Sabtu malam.
Sebab itu, CV Oase berkosentrasi pada peningkatan jalan dari telford ke lapen untuk memenuhi jangkauan, sesuai kebijakan Pemda Manggarai Timur 10 km/kecamatan.
Menurut dia, jika memaksa harus membuat TPT, maka bisa berdampak pada volume jalan berkurang.
“Tapi kalau ada sisa dana maka bisa buat TPT,” imbuhnya.
Ia berjanji akan memperbaiki kerusakan jalan tersebut, karena saat ini memang masih dalam masa pemeliharaan dan masih menjadi tanggung jawabnya sebagai rekanan.
Soal Upah
Karolus mengaku pihaknya sudah memberitahukan kepada Agus, sub kontraktor bahwa memang ada pembangunan TPT, tetapi menunggu dana sisa.
Setelah koordinasi tersebut kemudian bersepakat untuk konsentrasi ke pekerjaan lapen.
Belakangan entah mengapa Agus menyuruh masyarakat sekitar membuat TPT. Karolus sendiri mengaku tidak mengetahui kesepakatan antara Agus dan pekerja dalam membangun TPT tersebut.
“Akhirnya sampai di tengah perjalanan kami bingung, tiba-tiba ada tembok penahan, dari mana?” tukas Karolus.
Sejauh ini, lanjut dia, sebenarnya proyek tersebut masih menjadi tanggung jawab Agus sebagai sub kontraktor.
Pihak Karolus kemudian mengambil alih pekerjaan tersebut karena selama tiga minggu sebelumnya, tidak kamajuan pekerjaan fisik di lapangan.
Padahal uang, kata dia, sudah diterima Agus. Sedangkan uang pekerjaan TPT, Karolus menimpal bahwa hal itu merupakan kesepakatan Agus dan pekerja. Termasuk dirinya pun merasa tertipu oleh ulah Agus.
Sebab itu, ia berjanji bakal menempuh jalur hukum, jika persoalannya bersama Agus tidak bisa diselesaikan. Apalagi, kata dia, sudah ada kesepakatan hukum antara dirinya dengan Agus sebagai sub kontraktor.
Penulis: Ardy Abba