*Oleh: Yanri Ona
Kabar Duka
Bulan membentang padang cahaya di tengah malam,
Diam-diam setangkai rindu patah di pelupuk mataku,
Air mata menetes pada dinding pipi, isak yang tragis merintih mengenang sebab.
Tuhan, aku di sini tinggal sendiri.
Ayah sudah tak mungkin kembali ke sini, aku melihat ayah terhanyut pergi dengan sesal yang terpahat pada kerut di keningnya.
Tuhan, aku di sini masak sendiri.
Ibu tak mungkin kembali, kemarin aku melihat ibu terkubur abu dan debu.
Tuhan, aku di sini sepi.
Sebab banyak orang yang pergi tak mungkin kembali. Tuhan sebenarnya kenapa?
Ayah dan ibu juga pergi tanpa meninggalkan sebuah pesan dalam tudung rindu, atau menulis sebuah puisi doa agar aku dapat menemukan mereka mungkin di Gereja.
Tuhan mengapa kehilangan terasa begitu pahit?
Baru beberapa hari ayah dan ibu pergi tapi rindu ini sudah melangit,
Tangis tak kunjung kering karena harap mustahil menunai hasil,
Tuhan, aku sendiri.
Tuhan, aku butuh bantuan.
Tuhan, aku menulis kabar duka ini pada langit-langit doaku yang kelabu, berharap kau memulangkan ayah juga mendatangkan ibu walaupun hanya kaku dan dingin terpahat di mataku,
Tuhan, Amin paling dalam aku panjatkan dalam namamu.
Yanri Ona dilahirkan dan besar di Maumere, Nusa Tenggara Timur. Sekarang duduk di kursi Perguruan Tinggi dan sedang belajar untuk terus menjadi orang yang baik-baik.