*Cerpen
Oleh: Linno Gabung
Matinya Tukang Sensor
Lelaki paruh baya berbadan kekar itu kini hanya terbaring kaku di dalam peti mati. Badan kekarnya sudah tak bernyawa, kini kaku ditutupi selembar kain sarung berwarna hitam.
Jenazahnya diletakkan di ruang tengah rumahnya. Sebuah rumah setengah tembok dengan dinding papan kayu yang mengilap.
Di samping petinya, tampak istri dan kedua anaknya yang menangis histeris dan meronta-ronta sejak kemarin malam.
Sejak tubuh kekarnya ditemukan tergeletak sudah tak bernyawa di kebun tempat ia mengikat sapinya.
Orang banyak datang melayat jenazahnya. Mereka semua sangat merasa kehilangan dan bersedih.
Sebagian, datang menangis di samping petinya, yang lain datang duduk di samping istri dan anak-anak berusaha menguatkan mereka.
Ada juga yang datang, menyingkap kain sarung hitam yang menutupi tubuh kekar tak bernyawanya sambil berusaha melihat memar kehitaman di lehernya.
Penyebab kematian lelaki paruh baya berbadan kekar itu sungguh merupakan misteri yang belum juga diketahui.
Namun, dengan melihat memar kehitaman di lehernya, ada yang menduga ia mati karena dipukul orang. Ada juga yang menduga kalau ia meninggal karena dipukul makhluk halus.
Dugaan kedua inilah yang paling kuat menjadi penyebab kematian lelaki paruh baya berbadan kekar itu.
Banyak orang tidak percaya jika ia mati karena dipukul orang. Selama hidupnya, ia dikenal sebagai orang yang sungguh baik hati.
Ia selalu bersedia menolong siapa pun yang meminta tolong kepadanya. Dia juga orang yang murah hati.
Dan tidak pernah terdengar bahwa dia pernah memiliki masalah dan bermusuhan dengan orang. Maka dugaan kedualah yang paling kuat menjadi penyebab ia mati.
Lelaki paruh baya berbadan kekar itu adalah seorang penebang kayu. Dan ia adalah satu-satunya penebang kayu di kampung itu.
Hal itu karena hanya dia seoranglah yang memiliki gergaji mesin untuk tebang kayu. Di kampung itu ia sering disebut dengan tukang sensor.
Ia belum lama pulang dari perantauan. Baru setahun lalu. Dulunya ia bekerja juga sebagai seorang tukang sensor pada sebuah perusahaan penyedia kayu untuk mebel, di Kalimantan.
Setahun sekali ia akan berlibur mengunjungi istri dan anak-anaknya. Hal ini berlangsung hampir tujuh tahun terakhir.
Namun setahun lalu ia pulang dan tidak merantau lagi. Katanya perusahaan tempat ia bekerja telah ditutup. Tidak jelas alasan penutupannya. Mungkin tersandung masalah izin dan sebagainya. Entahlah. Karena itu dia pulang dan menetap di kampung.
Bermodal gergaji mesin dari perusahaan yang dibawanya pulang dan beberapa peralatan mesin kayu ia kemudian memulai pekerjaan sebagai tukang sensor di kampung.
Setiap warga kampung yang membutuhkan jasa tebang pohon, entah itu untuk keperluan membuat rumah, perlengkapan rumah seperti meja, lemari, dan sebagainya pasti menghubunginya.
Meskipun ia adalah satu-satunya tukang sensor di kampung ia tidak pernah mematok harga jika orang membutuhkan jasanya.
Ia akan menerima bayaran sesuai kemampuan orang yang ia bantu. Ia adalah orang baik yang sangat murah hati. Karena hal itulah banyak orang bersedih karena ia meninggal.
Begini ceritanya sampai orang menduga ia mati dipukul makhluk halus. Kampung mereka jauh dari jalan raya. Jalan ke kampung mereka masih sangat jelek.
Namun, sejak sebulan yang lalu sudah ada perbaikan. Ada alokasi dana dari pemerintah kabupaten untuk perbaikan jalan ke kampung mereka.
Perbaikan itu dikerjakan oleh kontraktor. Dan sampailah perbaikan itu di jalan turun sebelum masuk kampung.
Di situ ada sebuah pohon besar. Itu adalah sebuah pohon beringin besar. Besarnya mungkin seukuran empat kali depaan tangan orang dewasa.
Kata orang-orang kampung, pohon itu tumbuh sudah hampir ratusan tahun. Ranting-ranting dan daun-daunnya tumbuh begitu lebatnya.
Hal ini membuat tempat itu sangat gelap dan menyeramkan. Bahkan di siang hari sekalipun.
Sinar matahari tidak dapat menebusi lebatnya ranting dan dedaunan pohon itu. Kata orang-orang kampung, pohon itu memang angker.
Mereka meyakini bahwa pohon itu adalah rumah para makhluk halus. Segala makhluk halus tinggal di tempat itu.
Sehingga mereka selalu melarang anak-anak mereka bermain di situ. Bahkan ketika melewati pohon itu, mereka tidak berani berjalan sendiri. Apalagi di malam hari.
Dari cerita-cerita yang terdengar, ada saja kejadian aneh di tempat itu. Ada yang pernah mendengar bunyi gong gendang dan tari-tarian seperti ada perayaan.
Ada juga yang pernah mendengar isak tangis seperti ada yang meninggal di tempat itu. Bahkan ada yang pernah melihat sosok gadis berparas cantik, berambut hitam legam, dengan pakaian putih.
Kejadian ini baru terjadi minggu lalu. Ada seorang anak muda yang terlambat pulang dari kebun. Ia masih mencari sapinya yang hilang.
Orang-orang kampung lainnya sudah pulang semua. Sehingga tinggal dia sendiri. Baru sekitar jam tujuh malam ia pulang.
Di jalan sebelum pohon itu, ia bertemu dengan seorang gadis. Parasnya sangat cantik. Rambutnya hitam legam. Katanya itu adalah gadis yang paling cantik yang pernah ia temui.
Gadis itu mengenakan pakaian berwarna putih. Melihat gadis asing dengan paras yang begitu cantik, pemuda itu pun bertanya ke manakah gadis itu mau pergi.
Gadis itu menjawab bahwa ingin pergi ke tempat pesta. Pemuda itu menjadi bingung. Di kampung mereka tidak ada pesta.
Dan tidak mungkin ada pesta di tempat itu. Namun mendengar suara gadis itu yang begitu lembutnya pemuda itu kembali bertanya, di mana tempat pestanya.
Tanpa basa basi lagi, gadis itu langsung menunjukkan tangannya ke arah pohon beringin besar itu sambil lembut berkata di situ. Lelaki itu mulai merinding.
Ada yang aneh. Bulu kuduknya serentak berdiri. Ia pun segera pergi berlalu dengan langkah cepat dari gadis itu.
Ia kemudian kembali menoleh ke belakang, dan gadis itu telah lenyap entak ke mana. Tanpa henti ia pun segera berlari dengan cepat.
Masih banyak lagi kejadian-kejadian aneh di tempat itu. Tempat itu memang menyeramkan.
Perbaikan jalan mengharuskan pohon beringin besar itu ditebang. Kata kontraktor pohon itu harus ditebang.
Jika dibiarkan tetap tumbuh maka akar-akarnya akan tumbuh besar dan dapat merusak jalan.
Mendengar kabar bahwa beringin besar itu harus ditebang orang-orang kampung menjadi heboh. Selama ini mereka tidak pernah berani menebang pohon itu.
Bahkan ranting-rantingnya sekali pun. Mereka takut untuk menebangnya. Mereka percaya bahwa jika ada yang menebang berarti dia mengganggu makhluk-makhluk halus yang tinggal di situ.
Dia merusak tempat tinggal para makhluk halus. Dan tentu akan ada dampak buruk bagi orang yang menebangnya.
Namun, kata kontraktor pohon itu harus ditebas. Jika tidak perbaikan jalan itu sia-sia belaka. Karena akan kembali rusak oleh akar-akar pohon itu.
Kontraktor itu bersedia menanggung biaya jika harus ada upacara adat atau seremoni sehubungan dengan penebangan pohon itu.
Kata tetua adat kampung, memang harus ada upacara jika ingin menebang pohon itu.
Upacara itu bermaksud untuk berdamai dengan para makhluk halus yang tinggal di pohon itu dan memindahkan mereka ke tempat lain.
Pemindahan ini hanya bisa dilakukan oleh orang-orang khusus. Orang-orang ini adalah orang-orang yang dekat dan bisa berbicara dengan para makhluk halus.
Di kampung, orang itu adalah tetua adat sendiri. Kata tetua adat, ia harus berbicara dahulu dengan para makhluk halus itu, hewan kurban apa yang mereka minta sebagai persembahan.
Maka, dua hari lalu sekitar jam setengah tujuh malam tetua adat berjalan sendirian menuju pohon beringin besar itu.
Tak ada seorang warga kampung pun yang turut besertanya. Karena memang hanya dia sendirilah yang dekat dan mampu berbicara dengan makhluk halus.
Jika ada yang mengikutinya tentu orang itu akan mengalami sesuatu yang tidak baik. Bagaimana cara tetua adat berbicara dengan makhluk halus itu, entahlah. Hanya dia yang tahu.
Maka tibalah hari penebangan pohon beringin besar itu. Dan lelaki paruh baya berbadan kekar si tukang sensor yang kini terbaring kaku di peti mati itulah yang menjadi penebangnya.
Sebelumnya kontraktor telah menghubungi dia. Sempat ada penolakan dari dia maupun dari istrinya.
Mereka takut akan terjadi sesuatu yang buruk padanya. Ditambah lagi cerita bahwa belum ada seorang pun yang berani menebang pohon itu.
Namun kontraktor berusaha meyakini tukang sensor itu bahwa semua akan baik-baik saja. Ia telah berbicara dengan tetua adat kampung berkaitan dengan penebangan pohon itu.
Karena hal itu tukang sensor itu pun bersedia. Ditambah lagi upah yang lumayan besar.
Kemarin pagi sementara menyiapkan peralatan sensor, istri tukang sensor itu kembali meminta suaminya untuk tidak menebang pohon itu.
Ada ketakutan yang begitu besar akan sesuatu yang buruk terjadi pada suaminya. Dalam diri tukang sensor itu sendiri pun ada ketakutan yang sama.
Maka dari itu, ia pun pergi kepada tetua adat dan bertanya perihal penebangan pohon beringin besar itu. Semua akan baik-baik saja. Demikian kata tetua adat kepadanya.
Tukang sensor itu percaya kepada tetua adat. Di kampung, tetua adat dikenal sebagai orang yang hebat. Jika yang dikatakannya baik-baik saja, maka semua akan baik-baik saja.
Pukul sembilan pagi. Di sekitar pohon itu sudah ada tetua adat, kontraktor, tukang sensor, beberapa warga, dan beberapa pekerja jalan.
Sementara warga yang lain melihat dari kejauhan saja. Mereka takut untuk mendekat. Kalau-kalau ada sesuatu yang buruk terjadi pada mereka.
Tampak tetua adat sedang berbincang-bincang dengan kontraktor. Upacara pemindahan makhluk halus di pohon itu akan segera mulai.
Majulah tetua adat mendekati pohon itu. Di situ telah disediakan seekor anjing sebagai hewan kurban. Juga ada sirih dan pinang serta tuak.
Disembelihnya anjing itu, lalu darahnya dioleskan di sekitar pohon itu. Di taruhnya sirih dan pinang serta tuak di dekat pohon itu.
Ia tampak merapalkan doa-doa dengan suara yang tak jelas seperti seorang dukun. Entah apa bunyi doa-doa itu. Seorang pun tak tahu.
Ia juga tampak seperti berbicara dengan para makhluk halus. Beberapa saat kemudian, timbul gemuruh di pohon itu. Seperti ada angin kencang dan ada yang terbang.
Melihat itu warga kampung yang melihat dari kejauhan juga beberapa orang yang berada di dekat pohon itu, merasa ngeri dan ketakutan.
Mereka baru menyaksikan hal yang seperti itu. Sungguh mengerikan. Hal itu terjadi beberapa menit lamanya. Kemudian gemuruh itu meredah.
Tetua adat mundur dari pohon itu. Sepertinya para makhluk halus sudah pindah. Ia berkata bahwa pohon itu sudah bisa ditebang.
Karena batangnya yang begitu besar, maka pohon itu tidak bisa langsung di tebang dari bawah.
Tukang sensor itu pun menebang perlahan pohon itu dari ranting dan dahan-dahannya. Ia harus naik ke atas pohon. Itu berjalan lancar dan baik-baik saja.
Terakhir yang di tebang adalah batang besarnya. Tidak mudah untuk menebangnya tukang sensor dibantu oleh beberapa pekerja. Ada beberapa kendala yang dialami.
Mesin sensor awalnya tak bisa nyala. Entah itu karena apa. Setelah jadi pun masih tersendat-sendat.
Selama tebang batang besar pohon itu pun pisau mesin beberapa kali patah dan harus diganti. Tapi pada akhirnya pohon itu berhasil di tebang.
Warga yang tadi hanya melihat dari kejauhan pun segera bergotong royong membersihkan pohon itu dari jalan.
Hari sudah sore ketika semua itu sudah selesai. Tukang sensor pulang ke rumahnya membawa mesin sensornya yang hari itu bekerja berat.
Ia kemudian pamit ke istrinya ke kebun. Pergi pindah sapi ternaknya. Ia tampak biasa-biasa saja. Hanya sedikit lelah karena penebangan pohon tadi.
Sudah gelap. Tukang sensor itu belum juga pulang. Tidak seperti biasanya. Biasanya jam-jam begitu ia sudah pulang sudah pulang.
Mungkin sapinya hilang sehingga ia masih harus mencarinya. Pikir istrinya. Namun lama ditunggu , belum juga datang. Ini sudah pukul tujuh.
Dengan perasaan gelisah dan cemas istri tukang sensor itu segera menuju tetua adat dan warga kampung lain meminta bantuan untuk mencari suaminya. Istrinya memiliki firasat yang tidak baik tentang tukang sensor itu.
Dengan segera, bersama tetua adat dan warga kampung, mereka langsung menuju ke kebun tempat tukang sensor mengikat sapinya. Bermodal senter mereka mencari tukang sensor itu.
Teriakan mereka tak pernah disahut. Karena sinar senter yang begitu terangnya sapi-sapi pun kaget. Tapi tukang sensor tidak tampak.
Mereka mendekat ke arah sapu-sapi. Dan benar saja. Tukang sensor itu sudah tergelak di tanah. Istrinya pun langsung menangis histeris.
Tetua adat itu kemudian melihat dan meraba-raba tubuh tukang sensor itu. Ia sudah tak bernyawa.
Dan lihatlah bekas lebam kehitaman di leher tukang sensor itu. Lalu mereka membopong pulang lelaki paruh baya bertubuh kekar itu ke rumahnya.
Begitulah ceritanya, bagaimana lelaki paruh baya bertubuh kekar si tukang sensor itu kini terbujur kaku di dalam peti mati.
Di kelilingi istri dan anak-anaknya dan orang-orang kampung yang meratapinya.
Dari bisik-bisik warga kampung yang terdengar. Ia mati karena dipukul makhluk halus.
Hal itu karena kemarin hewan yang di sembelih adalah anjing. Kata mereka, anjing itu haram.
Setidaknya ayam atau babi yang harus menjadi hewan kurban. Namun penyebab kematian tukang sensor masih menjadi misteri.
Linno Gabung suka dekat jendela. Tinggal di Ritapiret