Relung Hati Patah
Panas suhu siang tak pernah selesai
Rasa masih saja jelajai semak belantara
Hidup bagai sebatang kara
Berkawan hampa hawa sejuk
Mestikah aku punya hawa?
Hawa itu awal dari segala awal
Memiliki hawa memeluk erat
hidup hingga
tak membiarkannya enggan mati
tapi kawan
jangan biarkan hatimu luka
karena wadah deras cinta akan sirna.
Gadis anonim masih di jalanan
Ia tak butuh segalanya
Di sana juga hampa
Tiada lagi detakan waktu
Tiada lagi suara hidup
Tiada lagi peluk mimpi
Tiada lagi secercah tetes sejuk
basahi relung hati yang patah.
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 06/04/2021.
Matahari Baru di Esok Yang Baru
Andai saja kutahu musibah itu
datang tahun ini
Pasti aku setia berjaga
hingga ia menjemputku
Tapi sayangnya sahabat itu tak pernah
Beritahu aku soal waktu
kapan ia datang sehingga
aku boleh bersiap
padahal angin setia berhembus
pada pagi hingga senja pergi
hanyut dipeluk hangat ibu malam.
Di sini masih ada duka
Malam gelap enggan pergi
dan rinduku hanya satu
aku tak ingin nusa tanah lahirku
tangis derai air mata
hatiku tak tegah
derita ini terjadi di tanahku
namun mau bilang apalagi
musibah itu datang
tanpa kabar
tanpa kasihan
tanpa sejuk kasih.
Ampunilah dosa
kami melukai alam
Lukisan tanganMu
Tuhan genggamlah tangan kami lagi
Seperti kemarin yang telah pergi
Doaku semoga kemarin jangan datang lagi
Biarkanlah kami berjalan bersama
Matahari baru
di esok yang baru.
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 06/04/2021.
Jangan Lupa Kering
Basah tapi jangan lupa kering
basah dan kering
bernetral lembab agar tak egois
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 16/04/2021.
Masihkah Ada Maaf Padamu?
Aku hanyalah penikmat indah
yang ada padamu
Aku tak punya hak untuk memilikimu
Maafkanlah inderaku
Mataku menjangkau itu
Namun kataku tak sejukkan hatimu
Maafkanlah kataku yang terucap
Aku tak punya lebih
Hanyalah maaf yang ada padaku
Namun aku tak pandai rayu hati
Aku telah bersalah
dan memohon maafmu
namun tiada maaf ada padamu
lantas kapan aku kan sembuh
Masihkah ada maaf padamu?
Ilizwi Biclical Centre-Zimbabwe, 16/04/2021
Yohanes Mau adalah salah satu penulis buku Antologi Puisi, “Seruling Sunyi untuk Mama Bumi.” Kini ia sedang bertualang di Zimbabwe-Afrika