Oleh: Joanes Pieter Paulus Alais Calas
Pendemi Covid-19 yang melanda dunia saat ini membuat semua sektor terpaksa harus merayap.
Sejak awal kasusi ini mencuat sebagai krisis kesehatan global masyarakat dunia kewalahan untuk menghadapinya.
Tanpa ada persiapan lebih awal membuat virus ini lebih leluasa menyebar ke seluruh dunia dan mengikat semua aktivitas sosial manusia yang tidak seperti biasanya.
Dunia pendidikan menjadi salah satu sektor yang mendapat tamparan paling keras akibat wabah ini.
Hampir seluruh sekolah di dunia terpaksa berhenti aktivitas belajar tatap muka, dan dipaksa untuk merubah pola pembelajaran.
Bahkan sebagian anak di dunia ada yang kehilangan kesempatan belajarnya dikarenakan kondisi ekonomi keluarga yang juga ikut terganggu.
Hal ini tentunya akan berdampak buruk bagi masa depan mereka.
Tidak berbeda dengan Indonesia. Sejak Maret 2020 lalu, Indonesia terdaftar menjadi salah satu negara yang harus berperang melawan wabah asal Wuhan itu.
Seakan kehadiran virus ini di tengah kita tanpa melalui pemberitahuan lebih awal.
Sehingga membuat pemerintah kewalahan dan mau tidak mau dipaksa memutar otak merumuskan segala jenis kebijakan untuk memperlambat penyebaran virus ini dan semuanya itu bersifat darurat.
Jika dalam konteks global dunia pedidikan menjadi salah satu sektor yang lesuh akibat wabah ini, Kondisi serupa juga terjadi di Indonesia.
Dunia pendidikan kita kini diselimuti kabut gelap yang selama ini telah mengalami goncangan yang hebat.
Semua satuan pendidikan harus bisa beradaptasi dengan dunia baru.
Kerangka berpikir ini mau tidak mau memaksa guru, siswa dan orangtua murid harus masuk dalam suatu dunia yang tidak seperti biasanya.
Langkah antisipatif yang diambil oleh pemerintah ialah dengan memberlakukan kebijakan belajar dari rumah atau pembelajaran online.
Ini menjadi satu-satunya langkah taktis dan munjarab untuk menjawab dahaga pengetahuan siswa.
Selain itu, kebijakan ini juga untuk menjawab harapan kita bersama menghindari perkumpulan massa agar keberadaan virus ini bisa dikurung dan tidak menyebar lebih luas lagi ke manusia lain.
Transformasi Pendidikan
Barangkali penting untuk kita cermati bersama bahwa Covid-19 memberi pesan untuk kita saat ini, dunia pendidikan sudah saatnya harus bisa beradaptasi dengan zaman.
Kita mungkin maju selangkah untuk bertransformasi dalam dunia digital.
Wajah baru sistem pembelajaran ini tentunya tidak mudah bagi guru, siswa dan orangtua.
Ada banyak persoalan persoalan yang belum tuntas sebelum virus ini muncul dan menjadi beban ganda bagi sebagian guru dan murid saat ini.
Dibutuhkan proses adaptasi yang lama untuk bisa mencapai harapan harapan besar itu.
Situasi ini juga bisa jadi merupakan hadiah dari suatu perubahan, bahwa wabah ini tidak datang dengan tangan kosong. Ada hal positif dari badai ini yang kita ambil.
Guru, murid dan orangtua harus bisa beradaptasi dalam dunia baru ini. Bagi kita yang selama ini masih kaku dengan teknologi, mungkin dengan adanya situasi ini membuka kesempatan kita untuk lebih dekat dengan teknologi dan mendapat banyak hal hal baru.
Menjamurnya berbagai fitur pembelajaran online membuat kita semakin banyak ditaburi referensi pembelajaan yang tidak seperti sebelumnya.
Hal ini akan memberikan manfaat besar bagi guru dan murid untuk menggali sumber belajar.
Bisa jadi siswa lebih mandiri dalam belajar dan mengasah mental belajar autodidak.
Hal ini juga karena Covid-19 secara tidak langsung membentuk pola pikir kita untuk memunculkan ide-ide baru agar tetap bisa survive dengan keadaan.
Selain itu, peran orangtua di rumah bertambah. Jika sebelumnya peran orangtua sebatas benteng administrasi anak, selama masa pendemi peran orangtua setidaknya bisa menjadi guru.
Walaupun tidak seperti layaknya guru di sekolah, namun peran penting orangtua di sini untuk memotivasi anaknya untuk selalu aktif belajar.
BACA JUGA: Guru di Tengah Badai Pandemi
Jika selama ini orangtua memahami dunia anak dari aspek administrasi saja, mungkin dengan pola belajar dari rumah juga membuka cakrawala berpikir orangtua agar memahami dunia anak dalam hal belajar yang meliputi aktivitas mental.
Hambatan Pembelajaran di Masa Pendemi
Kebijakan belajar dari rumah atau online rupanya belum bisa menjawab harapan sebagian insan pendidikan.
Sebab masih ada sebagian yang kaku dalam pelaksanaannya. Bayangkan saja, selama rentang waktu yang begitu lama kita sudah terbiasa belajar tatap muka.
Namun dalam waktu yang sangat mendesak kita dipaksa oleh kondisi untuk beralih secepat mungkin tanpa didukung oleh persiapan, baik dari segi mental maupun sumber daya.
Kecemasan insan pendidikan saat ini tentunya bukan tidak beralasan.
Mungkin bagi sebagian wilayah Indonesia yang sudah tersentuh infrastruktur telekomunikasi pembelajaran online bisa menjembatani kebutuhan siswa dan guru.
Bahkan dipermudah dengan bantuan kuota internet gratis oleh Kementerian Pendidikan. Sehingga tidak heran mereka lebih mendapatkan kesempatan belajar lebih banyak.
Untuk wilayah yang masuk dalam kategori 3T (Tertingal, Terdepan dan Terluar) tentunya sangat susah untuk melaksanakan pembelajaran berbasis online.
Walaupun begitu banyak program ataupun bantuan yang diturunkan untuk melancarkan operasional pembelajaran, namun belum bisa tembus hingga ke akar rumput.
Kesenjangan sumber daya ini tentunya menjadi penghalang besar bagi mereka yang jauh dari sentuhan infrastruktur.
Keterbatasan sumber daya ini bisa saja menyumbang kegagalan mereka dalam belajar.
Bagaimana tidak, kurangnya interaksi dengan guru dan minimnya pengawasan dalam belajar menyebabkan waktu produktif mereka dialihkan untuk kegiatan lain.
Bisa jadi secara normatif program belajar dari rumah memang benar adanya. Namun dalam konteks siswa di wilayah 3T mereka menganggap momen yang sifatnya fakultatif.
Langkah kecil yang bisa ditempuh oleh guru hanya melalui pola home visit.
Memang punya kelebihan, guru mendapatkan gambaran lebih utuh mengenai perkembangan siswa di rumah dan di lingkungan sosialnya.
Bisa membangun relasi yang lebih dekat dengan orangtua siswa dan bisa lebih efektif proses diskusi.
Hanya saja pola ini lemah dari segi efisiensi waktu. Sebab guru tidak punya waktu yang cukup untuk berkunjung ke seluruh siswa dan beban secara operasional.
Munculnya Mental-Mental Instan
Mungkin banyak di antara kita yang belum melihat lebih jauh mengenai pembelajaran online yang dijalankan selama ini.
Mungkin juga banyak literatur yang kita baca selama ini tentang pembelajaran online lebih banyak disesaki oleh keaktifan siswa.
Jika dicermati betul, sebetulnya ada hal lain yang kurang menarik dalam proses pembelajaran online.
Hal ini bukan terletak pada minimnya ketersediaan jaringan internet atau fasilitas lainnya, namun mental instan yang tumbuh dalam diri siswa.
Mental instan ini mencerminkan budaya belajar kita yang masih mengedepankan hasil daripada menghargai proses.
Selama masa pembelajaran online, segala tugas yang diberikan guru untuk siswa tujuannya untuk merangsang imajinasi berpikir, biar proses belajar tetap terus berlanjut sampai di rumah.
Namun sangat disayangkan jika hasil kerja siswa itu plagiat. Siswa tidak lagi menjadikan internet sebagai bacaan yang produktif.
Namun lebih melihat internet sebagai sumber jawaban, tanpa menghargai proses berpikir.
Mental instan tidak akan menjamin siswa bisa produktif. Sebab orientasi siswa ikut pembelajaran online bisa jadi hanya untuk melengkapi secara administrasi saja.
Mimpi kita bersama adalah bagaimana kesenjangan sumber daya di setiap daerah ini bisa merata.
Sehingga setiap siswa dan guru di tanah air bisa mendapatkan kesempatan yang sama dalam situasi sulit seperti saat ini.
Kehadiran pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Kebudayaan dan Kementerian Komunikasi bisa menjadi jembatan untuk mencapai harapan ini.
Jika jarak ini tetap dibiarkan, maka cerita kesenjangan ini akan tetap hidup di atas dunia pendidikan Indonesia.
Kita tidak bisa memprediksi kapan pandemi ini akan berakhir.
Namun kembalinya sistem pembelajaran tatap muka adalah harapan semua insan pendidikan, baik guru, siswa maupun orangtua.
Butuh kerja sama kita semua untuk mencapai harapan besar itu. Dengan selalu menaati protokol kesehatan akan menjamin bumi kita kembali sehat.
Dunia pendidikan kita juga ikut cerah, sampai pada akhirnya nanti kita berpesta kemenangan terhadap virus ini.
Selamat Hari Pendidikan Nasional
Penulis adalah Penggiat Literasi Komunitas Cangkir 16