Labuan Bajo, Vox NTT- Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo Flores (BPOPLBF) bersama Kesatuan Pengelola Hutan (KPH) setempat melakukan pengukuran serta pemasangan pilar di kawasan hutan Bowosie, Jumat (20/08/2021).
Sayangnya, proses pengukuran dan pemasangan pilar yang dilakukan BPOPLBF dan KPH mendapat protes keras dari masyarakat yang tergabung dalam Kesatuan Masyarakat Racang Buka (KMRB).
Tidak sampai di situ saja, protes penolakan yang dilakukan oleh KMRB berujung pada aksi pencabutan pilar yang telah dipasang BPOPLBF dan KPH.
Wakil Tu’a KMRB Thomas Ngajang menyebut, aksi yang dilakukan merupakan bentuk perlawanan terhadap BPOPLBF yang telah memasang pilar di lahan yang telah mereka garap.
Menurutnya, sebelum dimulai dan dalam proses pengukuran dan pemasangan pilar, KMRB tidak pernah dilibatkan.
“Siapa yang tidak marah, lahan yang kami garap tiba-tiba dipasang pilar oleh mereka (BPOPLBF dan KPH),” ujarnya kepada awak media.
Dia meminta kepada BPOPLBF agar tidak lagi melakukan proses pengukuran dan pemasangan pilar di kawasan yang telah digarap oleh KMRB.
Hal serupa disampaikan Penasehat Hukum KMRB Fransiskus Dohos Dor yang terlihat turut mendampingi masyarakat dalam aksi tersebut.
Fransiskus menyoroti persoalan penggunaan kewenangan KLHK dalam memberikan hak pengelolaan 400 ha Lahan Bowosie-Nggorang kepada BPOPLBF.
“Bahwa terlihat jelas dalam persoalan ini pemenuhan kepemilikan atas tanah di negara ini ibarat berebutan ikut “tender proyek”. Itu yang tidak sehat, mencederai keadilan bagi warga negara, dan sangat melenceng jauh dari esensi reformasi agraria,” tegasnya.
Menurutnya, warga yang tergabung dalam KMRB sudah berproses mengurus legalitas sejak tahun 2009 hingga tahun 2016. Namun hal itu tidak ada kejelasan sampai saat ini.
“Tiba-tiba datang BPOPLBF yang usia lahirnya baru 3 tahun yang lalu dinyatakan memenangkan “tender” dan diberikan kuasa untuk mengelola Hutan Nggorang Bowosie sebanyak 400 ha termasuk di dalamnya lahan yang telah lama digarap warga,” ungkapnya.
Atas dasar itu kata Fransiskus, warga sudah menyatakan sikap untuk hidup mati di atas lahan garapan itu.
“Masyarakat tidak akan mundur selangkah pun. Di situasi ini siapa pun itu darah pasti akan mendidih ketika lahan-lahan yang telah digarap warga, lalu dipasang pilar dan dipatok oleh BPOPLBF,” katanya.
Saat ini kata dia, KMRB menuntut keadilan untuk memberikan legalitas atas lahan yang mereka garap.
“Silakan BPOPLBF mengambil opsi untuk lahan lain. Ke depan, kapanpun BPOPLBF maupun KPH melakukan pengukuran atas tanah yang mereka (KMRB) garap maka seketika itu juga masyarakat akan bergerak menghadang dan melawan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur BPOPLBF Shana Fatina saat dikonfirmasi melalui WhatsApp Senin (23/08/2021), tidak membalas pertanyaan VoxNtt.com terkait hal ini. Shana hanya menjawab bahwa dirinya sedang berada di Ende.
“Lg d Ende,” tulisnya singkat menjawab pertanyaan VoxNtt.com
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba