Labuan Bajo, Vox NTT– Wakil Ketua II DPRD Mabar Marselinus Jeramun dan Ketua Fraksi Partai Amanat Indonesia Raya (AIR) Inocentius Peni memantau proyek pembangunan Persemaian Modern, Kamis (26/08/2021).
Persemaian modern itu berlokasi di Kawasan Hutan Produksi Satar-Kodi, Nggorang, Kecamatan Komodo, Kabupaten Manggarai Barat, NTT, dengan total lahan mencapai 30 hektare.
Saat memantu lokasi tersebut, Marselinus Jeramun dan Inocentius Peni geram melihat berhektar-hektar hutan telah dibabat.
Ketua Fraksi AIR Inocentius Peni mempertanyakan kewenangan pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK RI) yang dinilai mengabaikan pemerintah daerah.
“Karena kita tanya tadi, ini tidak ada informasi terkait program ini tidak disampaikan secara resmi di DPRD,” ujar Ino sapaan Inocentius kepada awak media.
“Soal kewenangan tersebut ada di KLHK lalu DPRD yang ada di daerah tidak dilihat sebagai suatu hal yang strategis untuk kita duduk bersama membicarakannya?” tanya Ino.
Ino menjelaskan alasan mempersoalkan pembangunan tersebut yang sangat mempengaruhi akan kebutuhan air di Labuan Bajo.
“Kenapa ini kita persoalkan, karena kita tidak ingin hutan yang fungsi ekologis yang sangat besar ini terutama untuk kepentingan Labuan Bajo dirusak dengan cara seperti ini,” tegasnya.
BACA JUGA: Demi Pembangunan Persemaian Modern di Labuan Bajo, Hutan Berhektar-hektar Dibabat
Dia juga mengkritisi tujuan pembangunan persemaian yang nantinya menjadi pusat pembibitan dengan cara merusak hutan.
“Kemudian, tujuannya untuk pembibitan, lalu pembibitan itu karena aspirasi masyarakat. Saya ingin tahu, masyarakat yang mana? Kita punya lahan pertanian cukup banyak kenapa tidak berdayakan lahan-lahan petani untuk pusat-pusat pembibitan. Bagaimana membuat pusat pembibitan tapi dengan cara merusak hutan itu sendiri,” kata Ino.
Dia menegaskan, tidak sudi melihat hal itu terjadi.
Sementara itu, Wakil Ketua II DPRD Mabar Marselinus Jeramun meminta Bupati Mabar Edistasius Endi untuk memantau langsung aktivitas tersebut.
“Kami minta Bupati Manggarai Barat datang ke sini dan lihat kondisi ini dan saya kira kalau selama ini informasi tentang kehilangan mata air dalam waktu ini hanya dengar dari pemerintah saja, tapi kalau dia di sini dia bisa lihat langsung,” tegas Jeramun.
Jeramun menyebut, di lokasi tersebut terdapat 4 mata air yang nantinya akan mensuplai air ke Wae Mese.
“Kalau di sini sudah dimatikan, secara sistematis dan by desain seperti ini, jadi proyek Wae Mese yang 47 miliar sumber air dari mana lagi?” tanya Jeramun.
Dia sangat mengharapkan pemerintah datang dan lihat langsung lokasi pembangunan persemaian tersebut dan segera mengambil keputusan.
“Saya selaku wakil ketua DPRD akan menyampailan ke smeua anggota DPRD untuk mengambil sikap. Secara personal saya minta untuk hentikan pekerjaan ini,” ujar Jeramun.
Sebelumnya, salah satu petugas lapangan Fadil membenarkan bahwa proyek itu yang ada di dalam kawasan hutan itu adalah milik KLHK.
Nantinya kata dia, lokasi itu akan menjadi persemaian bibit tanaman hutan dengan luas yang disiapkan saat ini mencapai 8 hektare.
“Luas yang kita siapkan sekarang ini ada 8 hektar. Kalau yang sudah kita cadangkan itu ada 30 hektarr. Khusus untuk pekerjaan tahun ini kita sudah siapkan kurang lebih 8 hektare,” ujar Fadil kepada awak media.
Untuk diketahui, rencananya persemaian modern itu akan menghasilkan bibit tanaman sebanyak 5 juta bibit/tahun yang akan menunjang destinasi wisata super prioritas Labuan Bajo dengan jenis tanaman meliputi tanaman hutan.
Pantauan VoxNtt.com, Kamis (26/08/2021) siang, proyek yang berjarak sekitar 15 KM dari Labuan Bajo itu sedang dalam proses pengerjaan infrastruktur.
Kendati demikian, demi pembangunan persemaian modern tersebut, hutan yang sebelumnya ditanami dengan pohon-pohon dibabat habis.
Adapun jumlah hutan yang baru dibabat dalam tahap pertama berjumlah 3 hektare lebih.
Data yang dihimpun VoxNtt.com dari lapangan pekerjaan proyek tersebut bernama ‘Pembangunan Persemaian Moderen Labuan Bajo Tahap II Provinsi NTT’.
Adapun nomor kontrak dalam pekerjaan itu, yakni SPK.136/BPDASHL.BN/DAS.2/8/2021 dengan nilai kontrak sebesar Rp39.658.736.000,00 dari dana DIPA BA 29 Tahun 2021.
Sementara itu pelaksana dalam proyek tersebut yaitu PT Mitra Eclat Gunung Arta dan Manajemen Konstruksi oleh PT Reka Cipta Bina Semesta KSO PT Buana Rekayasa Adhigana dan PT Mitra Tri Sakti.
Penulis: Sello Jome
Editor: Ardy Abba