Oleh: Ardo Bolaer
Ibu pertiwi adalah Negara yang indah yang terkenal dengan keberagaman ras, suku agama, budaya dan bahasanya.
Keberagaman inilah yang mewarnai setiap pulau di Indonesia dan menjadikan bangsa Indonesia berbeda dari bangsa lainnya dengan sebutan motherland.
Keberagaman dan perbedaan inilah yang menjadikan bangsa ini indah.
Namun perbedaan ini pula sering bahkan selalu menjadi momok perselisihan dalam kehidupan bersama sebagai satu bangsa.
Terkadang perbedaan ini menjadikan satu pihak bersikap fanatik dan merasa diri paling benar, lalu dengan ego bertindak ingin menguasai orang lain.
Cara pandang ini yang harus dihapus. Keberagaman dan perbedaan seharusnya dipandang sebagai kekayaan yang patut disyukuri, dijunjung tinggi, dan dihormati.
Keberagaman ini pula mestinya menjadi mozaik kebersamaan yang indah.
Keberagaman ini disebut pluralis. Pluralitas ini memiliki makna seiring atau terkait, tergantung cara pandang seseorang,atau pihak tertentu.
Pluralitas ini akan menjadi potensi jika dipandang secara positif dan baik oleh setiap insan, namun dapat pula menjadi problem jika orang melihatnya sebagai masalah itu sendiri.
Karena itu harus ada satu wadah, satu dasar, satu paham yang mampu menyatukan dan mewadahi keberagaman, termasuk cara pandang ini, agar dengan itu orang saling menghargai satu sama lain guna meminimalisir bahkan hingga menghapus terjadinya konflik dalam hidup bersama sebagai satu bangsa.
Paham ini disebut pluralisme. Pluralisme terdiri dari dua kata; plural dan isme yang berarti paham atas keberagaman.
Secara luas pluralisme merupakan paham yang menghargai adanya perbedaan dalam suatu masyarakat dan memperbolehkan kelompok yang berbeda tersebut untuk tetap menjaga keunikan budayanya masing-masing.
Pluralisme adalah fenomena yang sangat lekat dengan Indonesia. Indonesia merupakan negara yang memiliki berbagai etnis, ras,dan agama.
Enam agama resmi Negara (Islam, Katolik, Kristen, Hindu, Budha, dan Konghucu), menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia termasuk salah satu Negara pluralis.
Pluralitas agama ini yang pula memberikan corak pada eksistensi negara Indonesia sendiri.
Adanya pluralitas agama ini,melahirkan pluralisme agama untuk mengelola keragaman keagamaan ini berdasarkan pluralisme Pancasila.
Secara garis besar, pluralisme Pancasila didasarkan pada konsep Tuhan yang satu, persekutuan/kebangsaan, demokrasi dan keadilan.
Secara filosofis, kelima sila ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut: sila 1 merupakan dasar ontologis pluralisme,sila ke-2,3,4 sebagai dasar epistemologis dan sila ke-5 menjadi dasar aksiologis.
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengafirmasi konsep seluruh agama yang ada di Indonesia.
Dari segi eksoterik,pemahaman manusia tentang Tuhan sangat beragam. Namun secara esoterik Tuhan itu satu.
Ungkapan terkenal yang menyiratkan hal ini adalah “Bhinneka Tunggal Ika,Tan Hanna Dharma Mangrua” (berbeda-beda tetapi tetap satu, tidak ada pengabdian yang mendua; artinya berbeda-beda jalan, namun sesungguhnya semua menuju pada Tuhan yang satu).
Pancasila berfungsi sebagai payung besar,kukuh dan kuat yang di bawahnya bernaung berbagai agama yang ada di Indonesia.
Pancasila mengakui keberadaan, keberagaman dan kemajemukan agama yang ada di Indonesia.
Tidak ada agama yang di-exclude (dikeluarkan) dari bumi dan naungan pancasila.
Pancasila bersifat fair dan berlaku adil terhadap semua komunitas agama yang ada di Indonesia.
Di bawah naungan Pancasila, semua umat beragama di Indonesia adalah warga Negara Indonesia yang memiliki status kewarganegaraan dan kebangsaan yang sama.
Inilah dasar pikiran yang harus dipegang dan dihayati oleh setiap kelompok agama, agar tercipta keharmonisan dan kerukunan.
Dengan konsep yang sama,semua orang akan merangkul persatuan dan menjunjung tinggi indahnya perbedaan.
Dengan tulisan ini,penulis mengharapkan bahwa “Bhinneka Tunggal Ika” bukan sekadar slogan usang dalam cengkeraman cakar Burung Garuda, melainkan semboyan sakral yang terus menghantarkan panji-panjinya pada suatu kesadaran akan pentingnya keharmonisan dalam keberagaman, dan indahnya persaudaraan dalam perbedaan.
Kita semua adalah bagian dari satu keabadian kosmis. Semua manusia adalah saudara (slogan kelompok Tolois Cina Klasik).
Penulis adalah Ardo Bolaer seorang mahasiswa Fakultas Filsafat Unwira Kupang. Sekarang menetap di Seminari Tinggi St. Michael