*Cerpen
Oleh: Venan Antus
Mungkin benar yang pernah engkau katakan. Kisah hidup kita tak selalu sama. Cara meraih masa depan pun tak selalu sama meskipun kita memiliki tujuan hidup yang sama. Aku berpijak pada bumiku di sini dan engkau menjunjung langitmu di sana. Kita terpisahkan oleh jarak. Kita adalah dua dari seribu manusia yang sedang mengejar mimpi yang selalu dimogakan.
Jarak terkadang menyakitkan. Jarak terkadang menciptakan rindu yang adalah hukuman bagi dua orang yang saling mencintai. Jarak menghadirkan sejuta tanya, memoles seribu kepalsuan bahkan menghadirkan kecurigaan. Jarak juga menghadirkan sebuah keraguan, meski pada sebuah kesetian yang tulus.
Di sini aku sangat merindukan engkau yang telah lama pergi. Chatingan lewat messenger, video call, bagiku adalah hal membosankan. Harus kuakui bahwa hatiku telah terbakar oleh kerinduan untuk berjumpa denganmu, menatap senyummu, memelukmu erat sembari mengecup pelan bibir manismu yang menyala.
Namun terkadang tidak semua harapan menjadi kenyataan. Iya, aku selalu mengharapkan engkau datang. Tapi aku menyadari bahwa hal itu hanyalah sebuah kemungkinan. Aku hanya bisa berharap pada sang waktu agar memberiku sedikit waktu untuk menatapmu lebih dekat. Aku ingin melihat lagi mawar yang tumbuh di ceruk matamu.
Aku selalu mengharapkan kesempatan itu datang. Aku ingin kesempatan itu menjadi sebuah kemungkinkan untuk bisa berjumpa denganmu lagi. Tapi, entahlah! Berharap segala yang mungkin akan menjadi pasti di dalam setiap kesempatan yang dimungkinkan, mungkin hanya akan membuat rindu menjadi duka yang kekal.
———————
Namaku Shine Prajaya, mahasiswi jurusan akuntansi di sebuah universitas yang cukup terkenal di Malang. Aku berasal dari Flores, sebuah pulau di bagian timur negeri Indonesia. Aku senang bercerita dan bergaul dengan siapa pun. Aku tidak pernah memilah-milah dalam berteman. Prinsipku, aku bahagia dan orang lain pun bahagia berada bersamaku.
Aku mempunyai seorang teman dekat. Ia berasal dari Flores, sama denganku. Tapi, kini ia sedang menempuh pendidikan di salah satu universitas terkenal di Jakarta. Ia mengambil jurusan Teknik Sipil. Bisa kukatakan bahwa dia adalah pribadi yang romantis, baik, sopan, pendiam, cerdas, murah senyum dan sedikit menyebalkan, tapi asyik.
Setelah kami berpisah empat tahun yang lalu aku tidak lagi pernah bertemu dengannya. Aku selalu berharap untuk bertemu dengannya saat liburan, tetapi alam tidak pernah merestui keinginanku. Selalu ada kesibukan yang menghalangi kami untuk bertemu. Hal itu membuatku merasa dilema dalam kerinduan yang terus menumpuk.
Kisah kami berawal dari empat tahun yang lalu, ketika masih berada di bangku SMA. Saat itu aku memilih jurusan sosial. Dan ternyata ia juga memilih masuk jurusan sosial, tapi kami ditempatkan pada kelas yang berbeda. Saat itu aku tak mengenal dirinya. Dia terasa asing bagiku. Mungkin karena pikiranku yang tertuju hanya pada perjuangan menyelesaikan sekolah dengan baik.
Suatu kesempatan, sekolah kami mengadakan turnamen sepak bola dalam rangka memperingati Hari Olahraga Nasional. Setiap kelas wajib bertanding, demi kesuksesan pesta olahraga tersebut. Pada saat yang bersamaan pula, aku dipercayakan oleh pembina OSIS menjadi seksi kesehatan (P3K).
Tiba-tiba pertandingan itu dihentikan ketika baru saja memasuki lima belas menit. Pasalnya seorang pemain kelas sosial I mengalami cedera karena diinjak pemain lawan saat merebut bola. Shine,, Shine,, ada pemain yang terluka, kamu harus membantunya! Cepatlah! Seru teman-temanku
Sungguh, aku tak karuan waktu itu. Pikiranku diselimuti oleh sejuta tanda tanya, apa yang mesti aku lakukan. Di tengah kebingunganku itu, suara gemuruh dari teman-teman membuat pikiranku lebih kacau. Mereka semua menatap ke arahku sambil memanggil namaku agar segera masuk ke tengah lapangan dan mengobati pemain yang terluka itu. Dengan sedikit percaya diri akhirnya aku mengambil kotak obat dan berlari ke tengah lapangan. Aku mengobati kakinya yang berdara sebelum akhirnya teman-teman menatangnya ke luar lapangan. Di luar lapangan aku mengobati kakinya.
Sejak saat itulah kami mulai berkenalan. Sejak saat itu kisahku dengannya dimulai. Hari-hari yang berganti setelah hari itu hidupku penuh warna. Masa putih abu menjadi masa yang penuh dengan mawar-mawar yang bermekaran, seperti senyuman yang selalu mengembang pada bibirnya.
Salah satu hal yang paling aku suka darinya ialah kelihaiannya dalam bermain piano. Bahkan beberapa kali ia memainkannya untukku. Mungkin inilah salah satu hal yang membuat kami semakin dekat. Dan kedekatan kami pun membuat banyak orang mengira bahwa kami sedang berpacaran. Sembarangan saja, sering aku menggerutu demikian.
Tanggal tengah bulan Februari, tepatnya Valentine Day. Malam itu, Light menampilkan sikap yang sungguh berbeda kepadaku. Dia tidak mengeluarkan sepatah katapun kepadaku. Dia diam, tidak seperti biasanya. Aku pun merasa biasa-biasa saja malam itu. Aku duduk santai sembari memerhatikan teman-teman yang sedang asyik bertukar kado.
Tiba-tia Light datang menghampiriku dan mengajakku ke depan pendopo sekolah. Ada yang ingin aku sampaikan, katanya singkat. Dengan segera ia menarik tanganku. Perasaanku menjadi tak karuan. Tiba-tiba jantungku berdegup kencang bak ombak yang bergelora menghempas batu karang. Aku sungguh aneh malam itu. Apa yang terjadi dengan diriku, gumamku dalam hati. Tidak seperti biasanya.
Dingin malam menusuk kalbu ketika kami memilih diam. Tiba-tiba ia memelukku erat. Dan mengecup bibirku. Aku pun terkejut. Ia berlutut di depanku. Shi, I love you, katanya dengan nafas tertahan. Aku sungguh mencintaimu. Maukah kamu menjadi pacarku, tanyanya. Aku mengangguk sambil tersenyum kecil.
—————————-
Tiga tahun kami menjalin hubungan asmara. Tiga tahun kisah-kisah indah berlalu begitu saja Aku sangat mencintainya. Begitupun dengan dirinya. Cinta kepadanya membuatku tak mampu berpisah darinya. Aku tidak ingin menjauh darinya.
Setelah tamat SMA, ia memilih ke ibukota dan melanjutkan pendidikannya di sana. Ia berharap agar aku juga melanjutkan pendidikanku di sana. Namun itu tidak mungkin sebab keadaan ekonomi keluargaku tidak memungkinkan. Ia berasal dari keluarga yang kaya sedangkan aku berasal dari keluarga yang berkecukupan.
Hari-hari pertama setelah perpisahan itu adalah hari yang berat dalam hidupku. Apalagi setelah hari itu ia lebih memilih mengabdikan dirinya pada proses pendidikannya. Ia tidak seperti sebelumnya di mana seluruh pesan-pesanku dibalasnya dengan cepat. Kadang ia hanya membaca pesanku lalu mendiamkannya.
Dan benar. Setelah setahun berlalu aku tidak lagi mendengarkan kabar darinya. Aku mencoba mencari di facebook tetapi tidak kudapati di sana. Mungkin ia sudah memblokir akunnya, mungkin ia fokus dengan perkuliahannya di sana, atau mungkinkah dia telah memberikan hatinya kepada orang lain? Sering aku berpikir demikian.
Dan hingga kutulis kisah ini, ia masih menghilang dari hidupku. Hingga kutulis cerita ini, aku masih belum menemukannya. Hingga engkau membaca coretan ini, ia masih belum kembali. Aku tidak begitu yakin bahwa dia akan pergi dan menghilang untuk selamanya. Mengapa? Karena aku yakin bahwa dia akan kembali kepadaku.
NB:
Kisah ini merupakan kisah nyata dari seorang sahabat yang rindunya masih menyala. Dia hanya berharap kisah ini dibacakan oleh seorang yang sangat dirindukannya.
Kisah ini merupakan karya original dari Venan Antus dan diedit oleh Stefan Bandar. Keduanya merupakan anggota komunitas Biara Rogasionis, Maumere.