Ruteng, Vox NTT- Keuskupan Ruteng menggelar berbagai kegiatan di Desa Meler, Kecamatan Ruteng, salah satu desa wisata di Kabupaten Manggarai, Minggu (26/09/2021). Rangakaian kegiatan tersebut dalam rangka merayakan Hari Pariwisata Sedunia yang jatuh setiap tanggal 27 September.
Kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan yakni misa, pementasan tari dari anak-anak PAUD, anak-anak muda desa Meler dan juga tari dari mahasiswa Unika Santu Paulus Ruteng yang tergabung dalam UKM Budaya dan Pariwisata.
Ketua Komisi Pariwisata Keuskupan Ruteng Pastor Inosensius Sutam mengungkap alasan di balik sikap keuskupan yang memilih Desa Meler sebagai tempat merayakan hari raya wisata tahun 2021.
Menurut Pastor Ino, selama ia terlibat dalam diskusi dengan masyarakat Desa Meler mendapat keluhan. Keluhan tersebut yakni pariwisata tidak membawa keuntungan secara langsung bagi masyarakat. Padahal, di sana memiliki potensi wisata yakni Lingko Meler.
Namun menurut dia, yang memanen untung bukanlah orang Meler sendiri, melainkan orang luar.
“Jadi ini yang kita katakan bahwa kita jadi penonton. Ini yang orang katakan bahwa long ata lonto, lonto ata long. Tapi kan memang kita harus koordinasi. Kita tidak memprovokasi. Bagaimana membangun sinergi supaya semuanya mendapat untung dari lodok ini,” ujarnya.
Untuk itu, Pastor Ino kemudian terpanggil untuk mencoba melakukan pendampingan. Namun demikian, keterlibatan gereja menurut dia, bukanlah pada hal-hal teknis tetapi lebih kepada nilai-nilai yang bersifat universal.
Pastor Ino menjelaskan, Gereja Katolik telah memiliki refleksi dasar sehingga mengambil bagian untuk terlibat dalam pengembangan pariwisata.
Gereja Katolik melihat banyak nilai yang hidup dalam dunia pariwisata. Nilai-nilai tersebut yakni nilai kebersamaan, kebudayaan, ekologi dan kesejahteraan.
“Karena nilainya baik maka Gereja Katolik mendukung. Karena itu, tahun 82 Paus Yohanes Paulus ke-2 menulis sebuah pesan persis pada hari peringatan ini. Dia katakan bahwa pariwisata adalah tanda-tanda zaman. Pariwisata ini sebagai sebuah kesempatan bagi kita untuk untuk menjadi bersaudara tanpa batas. Pariwisata harus mengutamakan manusia. Karena itu perlu ada nilai moral dan nilai religi dalam pariwisata,” ujarnya di Rumah Adat Kampung Meler, Desa Meler.
Pastor Ino pun mengharapkan agar pariwisata di Manggarai dan Flores bisa bernafas di atas nilai-nilai baik tersebut. Sehingga, ada kesan dan pesan positif yang muncul dari aktivitas pariwisata.
“Dengan begitu gereja menjadi signifikan ke dalam dan relevan keluar. Dengan begitu kita dapat membangun harmoni ya. Mengatasi perpecahan di dunia ini, ekstrimisme dan radikalisme,” tuturnya.
“Pariwisata ini merupakan salah satu jembatan perekat umat manusia. Gereja melihat nilai itu. Kalau dunia alam semesta ini harus yang diciptakan oleh satu Tuhan, dia mesti ada instrumen real yang mempersatukan manusia yang ada di dunia ini. Dan salah satu instrumen real global yang dapat mempertemukan semua orang adalah pariwisata,” tambahnya.
Gereja, menurut Pastor Ino, melihat manfaat dua arah dari pengembangan wisata. Manfaat itu antara lain manfaat internal bagi gereja dan manfaat eksternal.
“Untuk gereja secara internal dia mempertemukan orang-orang Katolik itu sendiri. Menjamin dialog internal dengan orang Katolik. Jadi bisa saja orang-orang Katolik di dunia datang di Flores ini. Artinya jaringan gereja ya. Dan ini juga bisa memperkokoh iman kita. Untuk internal ini tempat untuk kita membangun pastoral, membangun teologi, membangun liturgi yang aktual, kontekstual dan integral,”
“Secara eksternal kita melihat bahwa pariwisata adalah perjumpaan dengan manusia tanpa batas, tanpa kelas. Itu bisa dengan agama apa saja, dari mana saja di dunia. Dengan itu setiap destinasi wisata harus selalu menjadi rumah bhinneka tunggal Ika,” tambahnya.
Pastor Ino kemudian mengharapkan agar Desa wisata Meler yang memiliki ikon wisata berupa Lodok Meler bisa menjadi tempat pemenuhan dan pusat nilai-nilai positif.
“Untuk hari ini tadi kita ingin membuat sejarah bahwa hari pariwisata sedunia diadakan di Meler. Sehingga lodok ini menjadi pusat, mikrokosmos dan juga makrokosmos. Itu simbolnya dan simbol-simbol macam begini juga menjadi kebanggaan orang meler. Ini kan nanti akan diceritakan turun-temurun,” tutupnya.
Terpisah, Orang Muda Desa Meler Marko Arifin mengucapkan terima kasih kepada Keuskupan Ruteng yang telah menginisiasi kegiatan tersebut.
Marko juga menyampaikan bahwa selama ini warga Meler cukup kesulitan untuk mengembangkan wisata tersebut karena keterbatasan SDM.
“Selama ini memang ada pelatihan tapi itu kan hanya satu hari saja. Harapan kami ke depannya ada pendampingan jangka panjang. Sehingga suatu saat masyarakat kami menyadari bahwa pariwisata ini bisa menjadi motor penggerak untuk yang lain,” ujarnya.
“Kami harus akui bahwa pemerintah sudah mulai pelan-pelan untuk membuka mata. Tetapi yang lebih dominan masih dari Keuskupan,” tutupnya.
Untuk diketahui, selain dihadiri oleh masyarakat desa Meler kegiatan tersebut juga dihadiri oleh Direktur Utama BPOP LBF Shana Fatina, Direktur Destinasi BPOP LBF Konstantinus Nandus dan Kadis Pariwisata Manggarai, serta Plt. Sekretaris Dinas Pariwisata Adrianus Husen.
Penulis: Igen Padur
Editor: Ardy Abba