Tersesat

Wajah dengan helai rambut jarang-jarang
memanggil pulang
satu anaknya yang malang

sang bayu menjatuhkan kesakitan di hati
mengangkat, menjatuhkan lagi

Baca JugaLodi

puisi kepulangan kutulis berulang kali
pulang … pulang … tak jadi puisi
puisi … tak mengarahkan pulang
alamatnya hilang di tumpukan rindu
bersembunyi di rak berdebu

“Ke kerut keningmu lah aku berlabuh, Bu.”

di lipatan lengan yang bau
segala penderitaan terbenamkan
dan aku terbiasa
berjalan-jalan dalam basah
tanpa melihat tapi terasa

Surabaya, 06 Oktober 2021

Orang Bisu

Kulihat bintang meskipun tanpa malam, inilah jatuh cinta pada pandangan pertama, meskipun tanpa bicara
Kuberkata, “setidaknya katakan sesuatu agar dia tahu.”
Dia menjawab, “jika perlu berkata, bagaimana dengan cinta orang bisu?”

Dia dingin seperti es cream, lembut, dan menyenangkan, dan aku bukan A, b, c, d
aku adalah aku
Kita banyak kesamaan, suka menyanyi, merangkai kata-kata, dan menangis di bawah rinai hujan
Aku mencintainya, dia mencintaiku, seperti penjara dan cinta terjebak dalam satu mimpi bersama

Surabaya, 09 Oktober 2021

Cinta dalam Gerbang Surga

Romeo pasti sangat khawatir mencintai juliet, karena takut kehilangan. Lalu mengapa dia meminum racun? Mungkin dia mengerti untuk mencintai seseorang adalah memberikan segalanya. Aku mendapatkan segalanya darimu.

Cinta itu seperti kursor berkedip di layar biru. Terkadang maju menghasilkan kata-kata, atau mundur kehilangan segalanya.
Surga mengirimku untuk mencintaimu, jika aku bisa hidup kembali, terlahir sekali lagi. Inginku menjadi selinting rokok, secangkir kopi, dan sebuah buku yang bisa kaubeli. Alangkah menyenangkannya bisa selalu bersamamu.

Aku sedang membuat kesepakatan. Jika kauberbalik kuakan mengatakan segalanya, tetapi ia tak pernah menoleh dan tak ada yang bisa kulakukan. Saat kuterbangun disampingmu, ingin kuberkata, “jangan mati bajingan, ayo minum air putih. Lalu hidup bersamaku.”

Kau tahu kenapa aku membenci air mata, karena air mata selalu jatuh lebih duluan sebelum kata-kata terucapkan dan aku memutuskan diam. Tidakkah kau dengar aku meneriakimu setiap saat? Aku mencintaimu, inilah cinta orang bisu.

Kini kami menjadi pasangan pengantin sejati, karena berhasil menuruni lorong itu. Seperti yang kaujanjikan, ‘kan menjadi kompas penunjuk arah meskipun tak lagi bersama.

Surabaya, 09 Oktober 2021

Bionarasi Penulis

Lilin adalah nama pena dari ibu rumah tangga 37 tahun kelahiran Kota Surabaya. Dia pengagum sunyi dan sendiri. Menulis merupakan ekspresi meluangkan segala perasaan. Puisinya bisa dinikmati dalam antologi bersama pemuisi Jatim, puisi dua larik ‘Kalam 16 Seroja’, ‘Sepotong Sajak di Tepian Senja’ bersama grup literasi SASTRA PUJANGGA INDONESIA. Serta karya Solo noveletnya “Jejak Yang Tertinggal” sedang dalam proses cetak. Dan masih banyak antologi-antologi yang saat ini sedang dipersiapkannya. Karya-karyanya sudah tersebar di beberapa media online saat ini.

Jejaknya bisa dilacak di akun instagram Farren_farrenz atau farrenmey. Bisa juga kepoin akun facebooknya Lilin (Mey Farren)