Labuan Bajo, Vox NTT– Labuan Bajo terus bersolek setelah ditetapkan pemerintah sebagai kota pariwisata super premium pada 2 Agustus 2016 lalu.
Pemerintah bahkan dalam sekejap menyulap ibu kota Kabupaten Manggarai Barat itu menjadi kota yang penuh dengan properti mewah. Buktinya, beberapa tahun belakangan ini kementerian dan badan serta pemerintah daerah secara masif membangun infrastruktur modern.
Hotel berbintang, restoran mewah, jalan raya berhotmiks dan lain-lain kian marak dibangun di Labuan Bajo. Para investor pun berlomba-lomba menanamkan investasi demi menambah pundi-pundi keuntungan di kota yang memiliki kadal raksasa bernama Komodo itu.
Dengan berbagai intervensi anggaran yang fantastis, pemerintah terus mengembangkan sektor jasa dan industri untuk mendukung pariwisata Labuan Bajo.
BACA JUGA: Sensasi Gilap Kristal di Sela Stalaktit Gua Liang Woja
Di tengah gemuruhnya pembangunan infrastruktur modern di kota ujung barat Pulau Flores itu, restoran Dapur Tara Flores justru menawarkan konsep berbeda.
Restoran yang juga memiliki eco homestay dengan nama Sten Lodge ini terletak di Melo, Desa Liang Ndara, Kecamatan Mbeliling, Kabupaten Manggarai Barat.
Usung Konsep Alam
Di tengah arus modernisasi, perkembangan ekonomi dan perubahan sosial, restoran tersebut justru berjibaku mengusung bisnisnya dengan konsep alam.
Pemilik Dapur Tara Flores Elisabet Yani Tararubi mengatakan, konsep alam ini sebenarnya hendak menunjukkan bahwa kekuatan utama pariwisata Flores adalah keunikan alamnya yang indah.
BACA JUGA: Kemolekan Alam Nanga Banda Bikin Candu
Lis, demikian ia disapa, memandang alam Flores sebagai sebuah anugerah terindah dan menawarkan energi positif. Sebab itu, istri dari Lars Borgud warga berkebangsaan Swedia itu berkomitmen bisnisnya yang berbasis alam harus tetap bertahan di tengah geliat kemewahan di kota super premium.
“Kita tidak punya kekuatan untuk demo bilang stop itu kemewahan. Kalau saya pribadi memandang kemewahan itu adalah hidup di akar kita sendiri. Merasakan damai dengan alamnya, silent kampanye,” ujar wanita asal Kloangrotat, Desa Pogon, Kecamatan Waigete, Kabupaten Sikka itu ketika diwawancarai VoxNtt.com, Senin (22/11/2021).
Ia kembali mengingatkan bahwa kekuatan utama daya tarik wisatawan datang ke Pulau Flores karena alamnya yang mempesona dan arsitektur bangunan modern hanya sebagai pelengkap.
“Konsep awal membuat Dapur Tara ini, mencoba untuk membangun kehidupan di Flores kembali ke zaman dulu, meskipun tidak semuanya, tetapi kita mencoba dulu bersama komunitas yang ada di sini,” katanya.
Sejak dibuka tahun 2018 lalu hingga kini, Lis dan tiga orang karyawannya masih berkebun. Sebab menurut dia, orang Flores identik dengan kebun.
Mengapa Harus ke Dapur Tara?
Restoran Dapur Tara Flores dan eco homestay Sten Lodge berjarak sekitar 17 kilometer dari Labuan Bajo. Ke sana, Anda bisa memakai kendaraan dengan jarak tempuh sekitar 20-25 menit.
Kendaraan Anda hanya sampai di jalan Trans Flores sebelum memasuki Kampung Melo. Selanjutnya, Anda dengan bebas berjalan kaki di tengah hutan nan rindang.
Perjalanan tersebut menawarkan pesona alam yang tentu saja membuat Anda berdecak kagum.
Bagi Anda yang belum menyaksikan secara langsung situasi perkampungan Manggarai zaman dulu, tidak ada salahnya Anda ke Dapur Tara Flores sebagai miniaturnya.
Dapur Tara Flores adalah restoran Flores tradisional berbasis komunitas. Restoran ini menyajikan makanan tradisional Flores dengan bahan-bahan utamanya dari kebun organik mereka dan dari petani sekitar.
Di sana, Anda pasti menjumpai berbagai minuman dan makanan tradisional dari berbagai daerah di Pulau Flores. Itu seperti Kopi Manggarai, Kopi Pedas atau Teh Herbal, buah-buahan segar dan kelapa giling, Nasi Bambu (Nasi Kolo), Ayam Asap, dan lain-lain.
“Menu andalannya Ayam Asap, ada banyak makanan sehat, bahan mentahnya tanam di sini, ada juga dari sekolah barter. Saya menggaji tiga orang di sini,” terang Lis.
Rela Banting Setir
Spirit Lis mengelola Dapur Tara Flores dan eco homestay Sten Lodge memang cukup terharu. Bagaimana tidak, wanita kelahiran tahun 1985 itu rela banting setir dari pekerjaan sebagai petugas kesehatan di salah satu rumah sakit di Pulau Jawa.
Kemapanannya di tanah rantauan tidak lantas membuat Lis lupa dengan kampung halamannya.
Ia dan suaminya membangun Dapur Tara Flores lahir dari situasi karena masih banyak ditemukan anak-anak Flores yang belum bisa membaca dan menulis.
Hal itulah yang membuat tamatan D3 Kebidanan Universitas Gaesha Medika Malang itu rela banting setir.
Setelah melanglang buana mencari tempat untuk mempraktikkan keinginannya, pada tahun 2017 lalu berhasil menemukan dan membeli tanah seluas satu hektare Lingko Pesare, Kampung Melo, Desa Liang Dara.
Lis dan suaminya kemudian membangun restoran Dapur Tara Flores dan eco homestay Sten Lodge.
Selain menawarkan makanan dan minuman tradisional Flores, Dapur Tara juga sedang menjalani proyek untuk anak-anak di NTT. Mereka membentuk karakter anak-anak sebagai anak NTT.
Lis mengaku, kini Dapur Tara punya satu sekolah barter di bawah grup sendiri, yaitu grup alam Flores. Lis dan teman-temannya masuk ke desa-desa untuk mengajar, serta mendukung anak-anak agar punya karakter.
“Saya mau mengajak komunitas yang punya ilmu kampung untuk bisa membuat hal yang sama,” katanya.
Penulis: Ardy Abba