lLabuan Bajo, Vox NTT– Kepala Kantor Badan Pertanahan Nasional Manggarai Barat Budi Hartanto didesak segera memeriksa anak buahnya berinisial NA di balik polemik batas tanah milik Toko Mahaputra Labuan Bajo dengan Abdullah Bin Ibrahim Aburaera.
Tanah seluas 17.350 meter persegi tersebut berlokasi di Binongko, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo.
Ir. Lelyana istri dari pemilik Toko Mahaputra Labuan Bajo Ir. Henry Chandra menduga kuat NA oknum pegawai di BPN Mabar sudah melakukan tindak pidana penyerobotan lahan yang sudah memiliki sertifikat itu.
“Karena itu, pak Kakan (Kepala BPN Mabar) tidak boleh cuci tangan. Dia harus periksa anak buahnya NA. Bila perlu harus turun ke lapangan, cek sesuai sertifikat yang kami punya,” ujar Lelyana kepada awak media di Labuan Bajo, Senin (06/12/2021).
BACA JUGA: Dapur Tara, Restoran dengan Konsep Alam Bertarung di Tengah Gemuruhnya Super Premium
Ia bahkan menduga Kepala BPN Mabar sengaja melindungi anak buahnya dengan tidak merespons persoalan tersebut, meski sudah memiliki sertifikat.
Lelyana pun sedih ketika Kepala BPN tidak mengetahui tindakan bawahannya di lapangan.
“Mau jadi apa Negara ini kalau pimpinan tidak tahu gerak bawahan di lapangan, lalu saat bawahan melakukan kesalahan fatal pimpinan langsung membela bawahannya demi gengsi institusi, walaupun dengan mengorbankan kepentingan orang lain atau kepentingan masyarakat banyak,” ujar mantan dosen di Universitas Tadulako Palu, Sulawesi Tengah itu.
Surat Keberatan Tidak Digubris
Lelyana mengungkapkan kasus dugaan penyerobotan tersebut diketahui saat ia ikut dalam pengukuran tanah milik Abdullah Bin Ibrahim Aburaera pada 17 Juni 2021. Pengukuran lahan yang berbatasan langsung dengan milik Lelyana itu untuk kepentingan pengurusan sertifikat.
BACA JUGA: Arus Harapan Terpancar dari Tiang Listrik
“Waktu pengukuran oleh NA, saya tanya. Om kenapa kau masuk ukur di tanah saya? Dia bilang Aci kau ambil terlalu banyak tanahnya Abdullah. Saya kan tidak mau adu argumentasi dia punya jawaban begitu,” tegasnya.
Kala itu, ia tidak merespons pernyataan NA dan memilih untuk menelepon suaminya Ir. Henry Chandra.
“Saya bilang begini ke mereka, kamu lanjut, kan kau punya pekerjaan ini. Saya tidak akui kamu punya pengukuran begini,” pungkas Lelyana.
Setelah pulang ke rumahnya, Lelyana kemudian berkoordinasi dengan pengacaranya dari Kantor Advokat Yody S. Yusran & Rekan Cabang Labuan Bajo untuk mengirimkan surat keberatan kepada Kepala BPN Mabar pada 17 Juni 2021. Bahkan surat keberatan ini dikirim kembali untuk kedua kalinya pada 03 Desember 2021.
“Saya tidak sangka mereka lanjutkan itu pengukuran. Sampai dengan saat ini surat sanggahan itu tidak ditanggapi oleh BPN. Sampai sekarang,” ujar Lelyana.
“Tapi anehnya dia (NA) tidak menunjukan suatu bukti hukum apapun. Sehingga saya menduga NA terlibat konspirasi dgn AI,” tambah dia.
Padahal, kata Lelyana, tanahnya sudah ada SHM dan sudah dipagari tembok. Apalagi tembok tersebut dibuat setelah rekon tahun 2019.
“Waktu di lapangan saya sampaikan keberatan, tapi NA masih melanjutkan pengukuran hingga berlanjut tanam pilar oleh AI,” katanya.
Ia menegaskan, jika betul pagar miliknya tidak sesuai SHM, maka seharusnya Abdullah melakukan gugatan di pengadilan.
“Tentu sebagai warga negara yang baik saya akan menghargai itu. Bukan dengan cara-cara seperti ini dan itu sama saja merampok tanah saya,” tegas Lelyana.
Ia pun mengingatkan bahwa tujuan pendaftaran hak atas tanah itu untuk kepastian hukum. Karena itu, tindakan NA dinilainya sebagai sebuah hasutan atau tindakan provokasi, sebab nanti bisa muncul sertifikat ganda.
“Sehingga kuat dugaan saya NA terlibat konspirasi, sehingga saya minta Kepala BPN segera memeriksa NA,” ujar Lelyana.
Ia juga mengaku heran dengan Kepala BPN Mabar yang lebih memilih merespons untuk kepentingan pemberitaan media massa ketimbang menjawab surat keberatannya.
Keberatan Keras
Di balik proses permohonan dan penerbitan hak atas nama Abdullah Bin Ibrahim Aburaera di Binongko, Kelurahan Labuan Bajo, Kecamatan Komodo, Erlan Yusran yang bertindak nama kliennya Ir. Henry Chandra menyampaikan keberatan keras.
Erlan bahkan menduga kuat ada “mafia tanah” di balik proses permohonan dan penerbitan hak atas nama Abdullah Bin Ibrahim Aburaera di Binongko tersebut.
Dalam surat keberatan yang salinannya diterima awak media, Erlan menjelaskan Sertifikat Hak Milik (SHM) di Binongko milik kliennya masing-masing bernomor: 587 tahun 1996, nomor: 1364 tahun 2003 dan nomor 1365 tahun 2003.
BACA JUGA: Bupati Mabar Ancam Cabut Izin Tempat Usaha Jika Tidak Siapkan Tempat Parkir yang Layak
Ketiganya merupakan satu kesatuan, di mana SHM bernomor: 1364 tahun 2003 salah satu sisinya berbatasan dengan tanah milik Salma Ibrahim. Dia adalah ibunda dari Abdullah Bin Ibrahim Aburaera.
“Bahwa dalam surat keberatan kami terdahulu sudah disampaikan secara tegas alasan keberatan kami karena bidang tanah yang ditunjuk oleh Abdullah Bin Ibrahim Aburaera untuk diukur oleh petugas ukur dari BPN Manggarai Barat mamasuki bidang tanah milik klien yaitu SHM nomor: 1364 tahun 2003,” tulis Erlan dalam surat keberatan kedua yang dikirim ke BPN Mabar pada 3 Desember 2021.
Masih dalam surat itu, Erlan menyebut gangguan dari Abdullah Bin Ibrahim Aburaera sudah berlangsung lama. Gangguannya berupa menghalang-halangi aktivitas klien Erlan di atas tanahnya, bahkan sampai mengancam.
Menurut dia, sudah beberapa kali dilaporkan ke Polres Mabar tetapi tidak bisa dilanjutkan karena akar pokok soal adalah sengketa kepemilikan yang merupakan domain keperdataan.
Sayangnya, hingga kini Abdullah Bin Ibrahim Aburaera tidak pernah mengajukan masalah ini ke Pengadilan Negeri Labuan Bajo dalam bentuk gugatan. Ia pun mempertanyakan sikap tersebut.
“Bahwa pada tahun 2019, Abdullah Bin Ibrahim Aburaera mengklaim tanah milik klien dengan alasan ada sebagian tanahnya yang masuk dalam tanah milik klien kami yang sudah bersertifikat. Namun, setelah BPN Manggarai Barat melakukan pengukuran kembali batas (Rekon) ternyata klaim Abdullah Bin Ibrahim Aburaera tersebut tidak benar karena pilar batas yang ada berdiri tepat pada batas tanah sesuai 3 buah SHM milik klien kami dan bahwa objek yang diklaim oleh Abdullah Bin Ibrahim Aburaera masih berada di luar tanah milik klien,” tulis Erlan.
BACA JUGA: Pemkab Mabar akan Moratorium Pembangunan Hotel Bintang 4 dan 5
Dikatakannya, secara tiba-tiba sekitar bulan November 2021 tanpa sepengetahuan Ir. Henry Chandra ternyata Abdullah Bin Ibrahim Aburaera bersama petugas dari BPN Mabar telah melakukan penanaman pilar.
Pilar tersebut sudah memasuki tembok batas tanah milik Ir. Henry Chandra secara keseluruhan.
Menurut Erlan, apabila Abdullah Bin Ibrahim Aburaera merasa memiliki alas hak yang kuat atas klaim tanah tersebut, maka seyogyanya ia mengajukan gugatan perdata terhadap kliennya Ir. Henry Chandra.
Gugatan ini dianggap penting untuk memastikan secara hukum siapa yang paling berhak atas bidang tanah tersebut. Apalagi alas hak kepemilikan kliennya Ir. Henry Chandra atas dasar legalitas formal berupa Sertifikat Hak Milik.
SHM menurut ketentuan UU Pokok Agraria adalah hak terkuat sepanjang tidak dibuktikan sebaliknya yang mensyaratkan pembatalannya melalui upaya hukum.
“Karena itu tindakannya yang menanam pilar di atas tanah milik klien kami dapat dikategorikan sebagai perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting) yang melanggar hak orang lain in casu klien kami,” tulis Erlan.
Ia melanjutkan, ketika Abdullah Bin Ibrahim Aburaera menunjukkan tanah yang melewati batas tembok tanah milik orang lain, maka seyogyanya BPN Mabar melakukan klarifikasi dan konfirmasi. Itu terutama kepada Ir. Henry Chandra atas masalah tersebut.
Sayangnya, sebut Erlan, hal ini tidak dilakukan sehingga wajar dan beralasan jika kliennya Ir. Henry Chandra menduga ada praktik main mata atau kerja sama curang antara keduanya.
“Patut diduga bahwa perbuatan Abdullah Bin Ibrahim Aburaera dan Kantor ATR / BPN Manggarai Barat terindikasi main mata yang merupakan salah satu bentuk mafia tanah yang sangat merugikan masyarakat, karena itu perlu ditelusuri dan diusut tuntas,” tulis Erlan.
VoxNtt.com terus berupaya mengkonfirmasi Abdullah Bin Ibrahim Aburaera, sebab hingga berita ini diturunkan ia belum berhasil dikonfirmasi.
Sementara itu, hingga berita ini dirilis Kepala Kantor Badan Pertanahan Manggarai Barat Budi Hartanto belum berhasil mendapatkan komentarnya, meski pesan konfirmasi sudah dikirim melalui pesan WhatsApp-nya.
Meski begitu, dilansir Koran NTT, Budi membantah adanya keterlibatan pegawai BPN Mabar dalam dugaan penyerobotan tanah milik Toko Mahaputra tersebut. Ia bahkan menyebut para pegawainya dalam menjalankan tugas tentunya sesuai dengan data dan fakta di lapangan, serta standar operasional prosedur (SOP) yang sudah ditentukan.
“Teman-teman pasti dalam menjalankan tugas tentunya sesuai dengan data dan fakta di lapangan dan SOP yang sudah ditentukan. Tidak benar pegawai BPN menyerobot tanah milik Toko Mahaputra,” kata Budi dilansir Koran NTT, Minggu (05/12/2021).
Jika terjadi permasalahan batas antartetangga, Budi pun mengusulkan alangkah baiknya dapat diselesaikan secara musyawarah atau secara adat Manggarai.
BACA JUGA: Sari Toga Komodo, Usung Bisnis Kemanusian di Tengah Pandemi
Sebaliknya, jika persoalan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dan mufakat, di menyarankan agar dapat menempuh jalur hukum untuk mendapatkan kepastian hukum.
Tidak hanya itu, ia juga mengimbau kepada masyarakat untuk dapat memasang patok atau batas tanah-tanah. Upaya ini penting agar tidak terjadi masalah di kemudian hari.
Penulis: Ardy Abba