Labuan Bajo, Vox NTT- Kementerian PUPR melalui Direktoral Jenderal Sumber Daya Air Balai Wilayah Besar Nusa Tenggara II- melaksanakan proyek rehabilitasi jaringan permukaan kewenangan pusat D.I Lembor di Lembor, Kabupaten Manggarai Barat, dengan menelan biaya Rp37.999.160.000.
Banyak warga yang berdampak langsung akibat proyek rehabilitasi irigasi Lembor yang mulai digarap sejak tahun 2020 lalu itu. Sejak 8 Mei 2021 hingga 25 Februari 2022 petani di Lembor tidak bisa melaksanakan musim tanam.
Saat proyek berlangsung air tidak jalan. Akibatnya, persawahan menjadi kering dan tentu saja gagal panen.
Pengamat kebijakan publik Stefanus Gandi meminta Pemda Manggarai Barat melalui dinas sosial agar lebih peka dalam memperhatikan dampak pembangunan irigasi di Lembor yang menyebabkan krisis pangan bagi kebanyakan warga di wilayah itu.
“Masyarakat sangat membutuhkan intervensi Pemda Mabar dalam mengatasi kondisi krisis seperti yang tengah melanda Lembor karena dampak pembangunan irigasi,” ujarnya kepada sejumlah awak media, Jumat (10/12/2021).
Stefan kemudian mengkritisi sikap Bupati Mabar Edistasius Endi yang belum menghadirkan solusi cepat untuk mengatasi krisis pangan akibat proyek irigasi di Lembor.
Ia bahkan menilai Bupati Edi terkesan tutup mata akan kondisi tersebut, meski memang masyarakat yang tengah mengalami bencana kelaparan dan membutuhkan bantuan pemerintah.
Senada dengan Stefan, Siti Rofiah (53) seorang petani asal Dusun Watu Lendo, Desa Siru, Kecamatan Lembor berharap kepada pemerintah agar setiap kebijakan hendaknya berlaku adil dan memiliki rasa kepedulian dengan masyarakat yang terkena dampak proyek rehabilitasi irigasi Lembor.
Belum Ada Kepastian
Dominikus Mantur, Koordinator pelaksana lapangan pembagian sembako milik Stefan Gandi menjelaskan, penyelesaian proyek irigasi di Lembor sejauh ini belum ada kepastian.
Akibatnya, kata Domi, memasuki akhir tahun 2021 para petani di Lembor belum bisa mengolah lahan persawahan mereka.
Dampaknya adalah krisis beras terpaksa harus dialami sejumlah kepala keluarga. Warga harus memikirkan cara untuk mengantisipasi persediaan beras mereka yang makin menipis.
Bahkan sejumlah kepala keluarga sudah mulai membeli beras dari luar. Padahal Lembor adalah lumbung beras di Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Ia pun menilai pemerintah lamban turun tangan mengatasi persoalan tersebut. Apalagi mengembali kondisi persawahan Lembor seperti sediakala.
Terpisah, Kepala Desa Siru Sumardi berharap agar pemerintah lebih proaktif dan cepat merespons dalam melihat penderitaan masyarakat.
Ia mengaku pihaknya sudah lama memberikan surat kepada Dinas Sosial Mabar dan Dinas Ketahanan Pangan disertai data-data lengkap sekitar 400-an KK yang terkena dampak langsung proyek rehabilitasi irigasi. Sayangnya, hingga kini pemerintah daerah belum merespons surat tersebut.
“Kita kirim by name, by address, jumlah lahannya berapa kemudian tanggungan dalam rumah tangga berapa. Itu sudah kami kirimkan semua datanya,” terang Kades Sumardi.
Penulis: Ardy Abba