Oleh: Lasarus Jehamat
Peneliti Teras Demokrasi Indonesia (TDI);
Dosen Sosiologi Fisip Undana Kupang
Banyak yang bertanya. Bagaimana politik Indonesia di 2022? Pertanyaan seperti ini bisa dibuat dalam rumusan lain. Seperti apa dinamika politik lokal dan nasional Indonesia di 2022?
Pertanyaan seperti ini menjadi lumrah ketika membaca dinamika politik nasional saat ini. Diketahui, semua elemen politik saat ini sibuk mempersiapkan diri menghadapi hajatan besar Pemilu 2024. Partai politik tengah mempersiapkan berbagai cara untuk ‘menjual’ kader ke publik. Diakui atau tidak, hampir semua parpol tengah mempercantik diri dengan berbagai ornamen pencitraan.
Maka, mudah dimengerti jika semua kebijakan politik saat ini sarat politis. Semua bantuan sosial pun demikian. Tidak ada satu bantuan yang diberikan tanpa ada embel-embel politik di dalamnya.
Entitas politik per orangan sama dan sebangun partai politik. Semua menebar pesona, memperbaiki wajah, bersolek muka dengan kosmetik politik. Sungguh dan amat politis. Iya. Tidak ada politik tanpa bersolek.
Meski, untuk satu dua kasus, cermin politik perlu diperbanyak, diperbesar, dan harus bersihkan terus menerus. Tujuannya agar yang bermain-main dengan politik dapat melihat diri, membuat refleksi, dan terus bertanya tentang kemampuan politik diri dan sosial.
Politik Reproduktif
Politik nasional dan lokal Indonesia di 2022 dapat dijelaskan dalam skema politik reproduktif ala Price (2022). Dalam Reproductive Politics in the United States, Kamala Price membuat peta reproduksi politik. Menurut Price, politik reproduksi merupakan gejala politik yang ditandai oleh polarisasi masyarakat berbasis etnis, agama, golongan, gender, ras, kelas, seksualitas, dan penanda perbedaan lainnya terlibat dalam protes dan kebijakan.
Dalam skema Price, soal utama politik kontemporer sebenarnya terletak pada polarisasi masyarakat ke dalam sekat-sekat primordial. Sekat-sekat tersebut melampaui sekat politik berbasis partai. Ini soal utamanya. Bahwa politik kemudian tidak dipahami sebagai mekanisme pengambilan kebijakan penting untuk kepentingan bersama tetapi hanya sekedar strategi mendapatkan kekuasaan.
Implikasinya, masyarakat politik hidup dalam sekat-sekat yang dibut oleh pecundang politik.
Pecundang politik kemudian mendesain politik ke dalam sekat-sekat tertentu dan jauh dari nilai asali politik. Dampak ikutannya, masyarakat terjebak dalam sekat-sekat primordial itu dan pecundang politik menari-nari di atas keterpecahan sosial masyarakat.
Jika terjadi demikian, dibutuhkan sebuah nilai yang harus diingat dan dipegang bersama. Memori kolektif laik disebut di situ. Memori kolektif merupakan puncak dari nilai yang menjadi alasan ada sebuah bangsa dan negara.
Menurut Jensen (ed.) (2022) dalam Memory Politics and Populism in Southeastern Europe, ketidakpuasan, frustrasi dan perlawanan budaya dari bawah karena polarisasi politik hanya dapat diselesaikan jika semua eleman memegang panji nilai dalam memori kolektif. Meski bersifat simbolis, memori kolektif penting dalam kerangka pembuatan makna tentang seperti apa bangsa dan negara ke depan.
Konteks Indonesia
Membaca politik Indonesia 2022, tentu tidak bisa lepas dari politik 2024. Politik Indonesia 2022 hanya dapat dimengerti sejauh memahami kontestasi politik 2024. Harus dipahami, persaingan politik di 2024 tidak hanya terjadi di 2024. Politik 2024 harus dihitung dan diukur mulai sekarang. 2022. Karena itu, politik 2022 menjadi titik awal membaca politik 2024.
Masalahnya, untuk sampai ke 2024, politik tidak berada dalam kondisi tetap. Politik menjadi tidak konstan. Politik bergerak ke arah dinamis.
Dinamisasi politik terjadi terutama karena semua elemen politik ingin tampil sebagai aktor paling hebat dan luar biasa. Untuk tujuan itu, semua langkah wajib diambil dan kebijakan politik harus dilakukan.
Yang paling utama ialah perebutan konstituen dan pendukung. Dalam riak tujuan demikian, elemen politik tentu kerap menggunakan dan memanfaatkan sentimen emosi. Di situ, etnis, agama, golongan, gender, ras, kelas, seksualitas, dan penanda perbedaan lainnya menjadi penting dianalisis.
Maka, dapat dimengerti mengapa sekarang elemen seperti etnis, agama, dan golongan dipaksa masuk ke ruang politik. Agama kemudian menjadi begitu seksi, terutama bukan karena kehebatan praksis nilai agama tetapi karena kepongahan beberapa pihak menjadikan agama sebagai alat politik.
Politik 2022 akhirnya menjadi begitu riuh tidak hanya karena elemen pembuat kebijakan belum menentukan peta jalan menuju politik 2024, tetapi terutama karena perilaku liar politik massa tanpa kontrol.
Poinnya, masyarakat sejatinya mulai menghitung dan menakar, mana partai yang benar-benar mengaktualisasikan kepentingan rakyat dan mana yang tidak. Di sisi yang lain, masyarakat pun harus segera sadar bahwa tidak semua yang diucapkan di bibir politisi sama bagusnya di tingkat praksis.
Pernyataan ini tidak sedang melemparkan narasi pesimistik pada politik. Poin utamanya, semua kita wajib memiliki sikap kritis atas semua sumpah dan janji politik yang mulai ditebar tahun ini.
Di level kebangsaan, hendaknya semua pihak tahu bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar karena dibentuk dari perbedaan. Indonesia bukanlah entitas homogen karena satu variabel. Indonesia ada karena perbedaan.
Oleh karena itu, tugas utama semua pihak di 2022 sekarang ialah menjadikan perbedaan sebagai nilai bersama. Bahwa jangan sampai lembaga politik yang baru lahir kemarin sore mengobrak-abrik keutuhan bangsa dan negara.
Di tingkat praksis, masyarakat dituntut lebih kritis atas semua isu, gosip, fenomena politik lokal dan nasional. Masyarakat politik dituntut bijak mensikapi beragam isu sektarian dan gosip murahan di ruang sosial dan di dunia maya.
Eksistensi Indonesia di 2024 sangat ditentukan oleh gerak laju dan sikap politik kita sejak 2022 ini. Semua elemen hendaknya sadar bahwa politik tidak hanya soal mencari dan mendapatkan kekuasaan. Yang jauh lebih utama ialah politik diarahkan untuk kesejahteraan bersama. Tanpa itu, Indonesia akan hidup dalam kubangan imajinasi tanpa bukti. Politik 2022 menjadi tonggak awal untuk mencapai puncak kesuksesan politik 2024.