Ruteng, Vox NTT- Tiga tenaga harian lepas (THL) yang direkrut baru di salah satu organisasi perangkat daerah (OPD) Manggarai tampak serius menyapu lantai dan membersihkan sebuah rak tempat membuat kopi.
Salah seorang di antara ketiga THL tersebut sedang menyapu lantai. Kedua tangannya tidak ada yang lowong. Tangan kanannya memegang sapu, sedangkan tangan kiri memegang pengki.
Satu lagi memegang sebuah kain dan botol penyemprot air. Pria itu tampak serius membersihkan rak yang di depannya terdapat termos air.
Sementara satu orang lagi berada di tengah kedua rekannya dan sibuk mengatur gelas yang tampak sudah dibersihkan. Ketiganya tampak mengenakan baju seragam keki.
Aktivitas ketiganya terlihat dari sebuah video berdurasi 26 detik yang diperoleh wartawan dari media sosial.
Haru Biru Perekrutan THL
Haru biru soal perekrutan THL di Manggarai bermula ketika Bagian Umum Setda Manggarai merekrut 27 THL baru pada April 2021 lalu, di tengah situasi pandemi Covid-19.
Dalam rencananya kala itu, ke-27 THL tersebut akan ditempatkan di rumah jabatan Bupati dan Wakil Bupati Manggarai. Rinciannya, 16 orang bakal ditempatkan di Rujab Bupati dan 11 orang lainnya di Rujab Wakil Bupati.
Tidak berhenti di situ saja. Pemerintah Kabupaten Manggarai kemudian kembali mengangkat 59 THL baru untuk ditempatkan di sejumlah organisasi perangkat daerah (OPD). Kebijakan Bupati Herybertus G.L Nabit kala itu sempat mendapatkan sorotan sejumlah pihak, termasuk Fraksi Demokrat DPRD Manggarai.
Huru-hara THL di Manggarai juga sempat terjadi di Perumda Tirta Komodo Ruteng. Bahkan sempat ramai di khalayak dan dunia maya.
Kejadiannya bermula ketika beredar sebuah rekaman suara yang diduga milik Direktur Utama PDAM Tirta Komodo Marsel Sudirman.
Rekaman itu menceritakan tentang permintaan sejumlah pihak untuk menempatkan orang di posisi THL.
Rekaman satu menit empat puluh satu detik itu dikirim langsung oleh Marsel Sudirman di salah satu grup WhatsApp.
Direktur Marsel sendiri sudah mengaku bahwa rekaman tersebut merupakan suaranya sendiri. Pengakuannya disampaikan saat rapat dengar pendapat di DPRD Manggarai pada Senin (22/01) lalu.
Namun, ia mengaku bahwa tidak ada anggota DPRD Manggarai yang meminta dan menitipkan jatah tenaga di PDAM Tirta Komodo Ruteng.
Keberadaan pegawai Non-PNS lingkup Pemerintah Kabupaten Manggarai memang telah banyak menggerus APBD II. Bagaimana tidak, jumlah pegawai Non-PNS pada Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Inspektorat, Dinas, Badan, BLUD dan Kecamatan per 31 Desember 2021 mencapai 5.344 orang.
Total tersebut terdiri dari honor daerah sebanyak 70 orang, THL 553, Non-PNS/Non-PTT 39, TPPK 1239, dan Komite 3443 orang.
Data yang diperoleh awak media, ada beberapa dinas yang banyak. Dinas Kesehatan, misalnya, ada 166 THL, TPPK 1230 orang, honor daerah 7 orang, dan total keseluruhan sebanyak 1409 orang.
Dinas Pendidikan, ada 24 THL, komite 3443 orang, dan total secara keseluruhan sebanyak 3467 orang. Bagian Umum Sekretariat Daerah ada 25 THL, 18 honor daerah, dan total keseluruhan 43 orang. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang ada 22 THL. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ada 13 honor daerah. Dinas Kearsipan dan Perpustakaan ada 1 honor daerah dan 23 THL.
Lalu, Dinas Pertanian ada 25 THL. BLUD RSUD dr. Ben Mboi Ruteng ada 39 THL, non-PTT 33, TPPK 9, dan total keseluruhan sebanyak 81 orang. Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran ada 2 honor daerah dan 7 THL.
“Dari 5000 sekian itu ada yang sudah lolos PPPK,” terang Kepala Badan Kepegawaian Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD) Manggarai, Maksimilianus Tarsi, pada Jumat (14/01) lalu.
Selanjutnya, untuk 70 tenaga honorer daerah merupakan sisa dari pengangkatan K1 dan K2. Mereka sudah mengabdi selama lebih dari 10 tahun dan usianya sudah melebihi 35 tahun.
Data tersebut tidak termasuk yang diangkat baru karena belum dikirim ke BKPSDMD Manggarai hingga rekapan terakhir per 31 Desember 2021.
Belakangan diketahui, salah satu dinas yang melakukan penambahan THL secara signifikan ialah Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran yang kini sudah berjumlah 30 orang.
Kasat Pol-PP Kabupaten Manggarai Gabriel Posenti Aldino Tjangkoeng mengatakan, para THL direkrut untuk mendukung kegiatan pamong praja.
“Dan itu disetujui DPR. Tahun 2022 tidak ada lagi. Mereka rekrut bulan Desember (2021),” terang Gabriel pada Selasa (25/01) lalu.
Terkait prosedur perekrutannya, menurut dia, hampir semua kantor menerima tenaga kontrak tidak diumumkan. Pihaknya hanya memakai permohonan saja sesuai kebutuhan.
“Kalau diumumkan pasti banyak sekali yang datang. Kita pakai standar minimal ijazah SMA. Nah, ada yang sarjana juga. Dan yang S2 satu orang,” tandas Gabriel.
Ia juga merespons adanya proses seleksi THL yang tidak terbuka. Menurutnya, hal itu dilakukan karena Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran tidak ada anggaran untuk proses seleksi.
“Dan saya pikir tidak seperti penerimaan PNS. Terima tertutup saja. Saya lihat permohonan ya sudah. Mereka memenuhi syarat. Kemarin yang ajukan permohonan itu sebanyak 31 orang. Saya langsung keluarkan SK. Satunya ditolak karena melewati batas pengajuan berkas. Syaratnya itu yakni pendidikan minimal SMA,” ungkap Gabriel.
Ia mengatakan, para THL yang direkrut tersebut sudah mulai bekerja sejak Desember 2021 lalu. Status mereka pun tenaga kontrak yang membantu kegiatan Pol PP.
Mereka, lanjut dia, bukan Pol PP tetapi sebagai tenaga pendamping yang mendampingi kegiatan Pol PP.
“Sebelum saya di sini kan sudah ada dalam DPA (Dokumen Pelaksanaan Anggaran) untuk pembiayaan 30 tenaga kontrak. Terus, saya melanjutkan saja. Saya rekrut,” jelas Gabriel.
Sebagaimana tertera dalam DPA, kata dia, gaji para tenaga kontrak mencapai dua juta lebih per bulan.
“Mereka tenaga kontrak tahunan. Setiap tahun diperpanjang. Kalau mereka punya rasa bertanggung jawab ya kita perpanjang tapi kalau tidak ya kita berhentikan. Mereka kontrak tahunan. Setiap tahun diperbaharui. Saya pikir tidak lari jauh dengan dinas-dinas yang lain soal gaji itu,” ungkap Gabriel.
Mengapa DPRD dan Aktivis Bungkam?
Kebijakan pengangkatan sejumlah THL oleh Pemkab Manggarai membuat sebagian masyarakat geram. Salah satunya tokoh masyarakat Manggarai asal Karot, Kecamatan Langke Rembong, Nobertus Nampung.
“Sebagai masyarakat saya sangat menyesal kebijakan H2N (Bupati Herybertus G.L Nabit dan Wakil Bupati Heribertus Ngabut) tentang perekrutan THL Kabupaten Manggarai kemarin,” ujar Nobertus saat dihubungi VoxNtt.com, Kamis (10/02).
Ia pun mempertanyakan mengapa proses perekrutan tidak dilakukan secara terbuka, jika memang betul-betul membutuhkan kerja THL di lingkup Pemkab Manggarai.
Nobertus juga mempertanyakan apakah ada regulasi bahwa bupati/wali kota se-Indonesia masih diberikan kelonggaran untuk melakukan pengangkatan THL.
Ia kemudian membandingkan dengan beberapa kabupaten lain di NTT yang sedang berutak-atik untuk ‘merumahkan’ THL.
Kabupaten Matim, misalnya, sudah ‘merumahkan’ 333 THL. Sebab, sumber biaya tenaga kontrak yang baru adalah pembebanan terhadap APBD. Risikonya pun tentu saja belanja publik menurun karena bertambahnya belanja aparatur.
“Dengan demikian maka hemat saya adalah, gaung perubahan yang dikumandangkan Hery Nabit dalam visi-misinya gagal di tahun awal,” tegasnya.
Menurut Nobertus, banyak opini liar yang ia baca bahwa pengangkatan THL tersebut adalah hal yang biasa bagi seorang bupati karena hak otoritasnya sebagai pemimpin.
“Tapi sayangnya adalah DPRD Manggarai tidak mempersoalkan ini. Ada apa sebenarnya kok DPRD bungkam. Lebih lucunya lagi bahwa aktivis mahasiswa misalnya PMKRI dan GMNI diam. Gajah di depan mata tidak terlihat, Wae Sano Geothermal mereka mengepung untuk menolak atas nama rakyat,” tegasnya.
Regulasi Larang, Tetapi Tetap Dipaksakan
Sebenarnya tidak semua anggota DPRD Manggarai bungkam soal kebijakan pengangkatan THL oleh Pemkab sebagaimana disampaikan Nobertus Nampung. Salah satu yang masih menolak keras dan terus mengkritisi hinggal kini ialah Silvester Nado, anggota DPRD Manggarai asal Dapil IV.
Di balik kebijakan pengangkatan THL baru tersebut justru aneh di mata Silvester karena terkesan memaksakan kehendak dan diduga melabrak aturan.
“Regulasi sudah melarang pengangkatan THL, tapi kalau dipaksakan maka terindikasi pengangkatan tersebut sudah mengarah pada nepotisme,” ujar Silvester saat dihubungi VoxNtt.com, Kamis (10/02).
Regulasi yang ia maksudkan antara lain; Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 pasal 8 junto Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2007, Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 814.1/169/SJ tanggal 10 Januari 2013, perihal Penegasan Larangan Pengangkatan Tenaga Honorer bagi Gubernur dan Bupati/Wali Kota se-Indonesia dan juga Peraturan Pemerintah Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.
Parahnya lagi, pengangkatan THL di Manggarai diduga tanpa melalui kajian analisis kebutuhan. “Kita mendapat informasi kalau ada tenaga yang notabene Sarjana Agama ditempatkan di Dinas PUPR, sangat aneh menurut saya,” ungkap politisi Demokrat itu.
Silvester menegaskan, seharusnya di Dinas PUPR bisa mengakomodasi tenaga yang punya basic teknik sipil atau sekurang- kurangnya jurusan yang bisa menunjang pekerjaan teknis di instansi tersebut. Begitu pula dengan instansi yang lain.
“Kalau diangkat bukan orang yang punya keahlian di instansi terkait yang jadi pertanyaan sekarang pengangkatan tersebut tujuannya untuk apa?” tukas Silvester.
Di sisi lain, lanjut dia, cukup banyak tenaga kesehatan yang sudah mengabdi lama, tetapi Pemkab Manggarai belum mengakomodasi insentif, dan sampai saat ini mereka menjadi tenaga sukarela murni.
Para tenaga sukarela ini menurut Silvester, seharusnya menjadi prioritas untuk diberikan gaji. Sebab, mereka sudah bekerja sesuai bidang dan menjadi ujung tombak pelayanan kepada masyarakat hampir 24 jam.
Ia menambahkan, dampak pandemi Covid-19 belum berakhir dan tentu saja Pemkab Manggarai membutuhkan anggaran yang cukup untuk penanganannya. Apalagi gelombang varian Omicron sedang melanda negeri ini.
“Besar harapannya penegasan MENPAN-RB untuk meniadakan pengangkatan THL dan kontrak daerah ditaati agar tidak mendapat sanksi bagi pengambil kebijakan,” kata Silvester penuh harap.
Sebelumnya, Fraksi Partai Demokrat DPRD Manggarai sempat mempertanyakan alasan Bupati Herybertus G.L Nabit yang mengangkat 59 THL baru.
Fraksi Demokrat mencium “aroma lain” di balik pengangkatan para THL itu karena gaji mereka diambil dari hasil refocusing APBD 2021.
Sementara refocusing anggaran, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan bertujuan untuk penanganan pandemi Covid-19.
“Yang menjadi pertanyaan refleksi dari Fraksi Partai Demokrat sekarang adalah apakah pengangkatan 59 tenaga honorer tersebut merupakan bagian dari penanganan pandemi Covid-19?” tanya Juru bicara Fraksi Partai Demokrat DPRD Manggarai, Silvester Nado pada Kamis (30/09/2021) lalu.
Kala itu, Silvester menjelaskan, kebijakan refocusing sebelumnya terjadi pada Perangkat Daerah yang berhubungan dengan urusan pemerintahan, terutama pelayanan dasar atau pelayanan wajib.
Namun, pada saat pembahasan anggaran perubahan, anggaran tersebut malah dimanfaatkan atau dialihkan untuk kebutuhan pada Perangkat Daerah untuk urusan pemerintahan pilihan, termasuk anggaran honor untuk tenaga kontrak daerah yang baru.
“Fraksi Partai Demokrat memahami bahwa kebijakan ini merupakan hak prerogatif pimpinan eksekutif, namun sangat diharapkan agar fungsi anggaran dan pengawasan DPRD juga perlu dipertimbangkan,” ujar alumni PMKRI itu.
Senada dengan Silvester, Pengamat kebijakan publik Stefanus Gandi meminta Pemerintah Kabupaten Manggarai untuk tidak lagi mengangkat THL.
Menurut Stefan, secara umum ada berbagai persoalan yang dihadapi dalam pengelolaan tenaga honorer di instansi pemerintah.
Masalah yang disorot ialah soal proporsi kerja yang tidak sebanding dengan pendapatan dan adanya unsur nepotisme dalam perekrutan tenaga honorer.
“Belum lagi kalau THL diangkat hanya karena balas jasa politik Pilkada di Manggarai atau karena unsur nepotisme. Semestinya THL yang diangkat kemarin harus melalui proses yang transparan dan melalui analisis kebutuhan yang jelas,”ujar Stefan saat diwawancarai usai seminar di Prodi PGSD Unika St. Paulus Ruteng, Rabu (19/01) lalu.
Apalagi, tegas dia, pengangkatan tenaga honorer sudah dilarang dan akan dihapus pada tahun 2023 mendatang.
Sejak ditetapkan PP Nomor 48/2020, pemerintah dilarang mengangkat tenaga honorer atau yang sejenis secara langsung. Sebab, bertentangan dengan prinsip sistem merit.
Pengangkatan THL Harus Taktis, Tidak Asal-asalan
Haru biru pengangkatan THL di Manggarai turut menyita perhatian akademisi asal Undana Kupang, Yohanes Jimmy Nami.
Menurut Jimmy, jika pengangkatan THL masih tetap berani dilakukan, maka harus bersifat taktis yang fungsinya untuk mem-backup aktivitas spesifik pelayanan birokrasi. Aktivitas tersebut tentu saja yang belum terjangkau atau terlayani dengan baik akibat kekurangan SDM aparatur birokrasi.
“Jadi, fungsinya hanya untuk pekerjaan spesifik, jika sesewaktu SDM sudah terpenuhi untuk pekerjaan spesifik tadi oleh ASN misalnya, ya bisa saja kontraknya dihentikan karena kebutuhannya sudah berakhir,” ujar Dosen Ilmu Politik Fisip Undana Kupang itu saat dihubungi VoxNtt.com, Kamis (10/02).
Menurut Jimmy, pola rekrutmen THL harus spesifik, tidak bisa sporadis atau asal-asalan, apalagi hanya kehendak bebas instansi terkait.
“Sama saja dengan bom waktu ya, THL pola rekrutmen buruk karena tidak memenuhi unsur spesifik, dibebankan semua pekerjaan dalam instansi. Beban kerja tinggi, tiba-tiba diputus kontrak, pasti ribut,” imbuh alumnus Magister Sistem Politik Indonesia Universitas Nasional (UNAS) Jakarta itu.
Dia menegaskan, pola rekrutmen THL mesti diperbaiki. Beban kerja aparatur pun mesti ditakar baik dengan asesmen profesional. Kata dia, birokrasi harus sehat agar tidak membebani negara dan terganggunya pelayanan publik.
“Persoalannya sama saja di setiap daerah, rekrutmen sporadis hanya untuk memenuhi kepentingan politik bukan kebutuhan pelayanan birokrasi. Saling mewariskan masalah antara rezim soal THL ini,” tegasnya.
Terpisah, Dosen dan praktisi hukum asal NTT yang berdomisili di Jakarta, Dr. Hendrik Jehaman S.H., MH, melihat pengangkatan THL di Manggarai dalam dua perspektif atau cara pandang.
Pertama, kata dia, ada aturan baku yang melarang untuk melakukan rekrutmen THL. Namun kedua, ada pengangkatan THL yang sangat situasional.
“Hukum itu kan untuk kesejahteraan rakyat. Jadi ada alasan situasional, itu pengecualian (dan) itu bisa. Tapi itu untuk kepentingan rakyat, itu nomor satu. Ini yang namanya diskresi kebijakan,” jelas Hendrik saat dihubungi VoxNtt.com, Kamis (10/02).
Diskresi sendiri merupakan keputusan dan/atau tindakan yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh pejabat pemerintahan untuk mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Namun menurut Hendrik, kebijakan diskresi dipakai tidak boleh dalam hal normal karena nanti berpeluang korupsi. Korupsi dalam konteks ini dimulai dari perilaku pola rekrutmen.
“Katakanlah untuk kepentingan rakyat itu nggak ada masalah. Tapi harus ada parameternya. Daruratnya itu di mana. Daruratnya itu misalnya sekarang ada bencana non-fisik seperti Covid. Artinya, kebijakan itu yang terkait dengan dampak dari Covid itu,” jelas dia.
Ia menegaskan, jika tetap memaksakan pengangkatan THL di luar prinsip diskresi, maka bisa disimpulkan bahwa ada upaya penyalahgunaan kekuasaan.
Hendrik menambahkan, pengangkatan THL boleh dilakukan asal saja melalui prosedur yang benar. Sekarang, kata dia, ada e-recruitment untuk mencegah praktik-praktik kolusi dan nepotisme dan membatasi segala kecurangan-kecurangan dalam prosedur.
“Titip menitip itu nggak boleh. Titip menitip boleh, dalam arti begini, harus melalui prosedur yang benar, transparan dan tidak boleh diam-diam. Pola rekrutmen yang benar mulai dari kompetensi, akuntabilitas, prinsip kehati-hatian, yang intinya sesuai dengan kebutuhan,” jelas Wakil Ketua Umum Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) itu.
“Kalau di daerah lain THL itu ada yang namanya PTT (pegawai tidak tetap). Sejujurnya istilah itu saya tidak setuju, kurang begitu pas. THL itu ditunjukan kepada UU ketenagakerjaan tahun 2013. Jadi, rohnya beda,” imbuh dia.
Soal penambahan THL di tengah refocusing APBD, menurut Hendrik, mesti ada persetujuan DPRD sebagai representasi keterlibatan rakyat.
Ia kembali mengingatkan, pengangkatan THL tidak boleh ada unsur pemaksaan. Prosesnya harus dijalankan dengan prinsip akuntabilitas dan harus ada pertanggungjawabannya.
“Poinnya untuk kebutuhan masyarakat. Umpama ini kan, perlu pengurangan (THL) itu kenapa. Di daerah A dikurangkan, jangan-jangan di daerah B tidak dibutuhkan. Itu berarti prilaku corrupt. Kalau di daerah A sudah tidak baik, tidak boleh dipindahkan ke daerah B, artinya itu tidak dibutuhkan,” katanya.
Di balik pengangkatan THL di Manggarai, menurut Hendrik, jika untuk kepentingan rakyat tidak ada masalah. Tetapi jika pengangkatannya terdapat unsur penyalahgunaan, maka perlu ada koreksi dari rakyat.
Sebelumnya diberitakan, Bupati Manggarai Herybertus G.L Nabit menyatakan, sedapat mungkin tidak mengurangi THL.
Ia beralasan ada banyak dimensi yang mesti dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan di antaranya; dimensi keuangan daerah, dimensi kesejahteraan masyarakat, dan dimensi lapangan kerja.
“Jadi kita pertimbangkan betul dengan baik. Yang paling penting adalah semua THL dan TPPK di Dinas Kesehatan itu memasukan lamaran kembali karena semua kontraknya berakhir pada 31 Desember 2021. Jadi untuk kontrak yang baru akan diproses sesuai dengan lamaran dan tentu sesuai dengan kebutuhan pimpinan perangkat daerah,”ujar Bupati Nabit dalam rilis Prokompinda Manggarai yang diterima awak media pada Jumat (07/01) lalu.
Ia pun meminta Kepala OPD untuk mempertanggungjawabkan argumentasi atas kebutuhan THL termasuk TPPK di Dinas Kesehatan.
“Akan kita kaji kembali, di Puskemas berapa TPPK yang sebenarnya dibutuhkan dan untuk kerja apa. Lalu apakah perlu TPPK di Dinas Kesehatan, kalau perlu untuk kerja apa, itu yang akan kita kaji. Kalau masih ada puskesmas yang membutuhkan TPPK mungkin itu nanti yang kita distribusikan, tapi kalau di puskesmas juga sudah penuh mau tidak mau itu nanti yang kita lepaskan dari Dinas Kesehatan,” tegas politisi PDIP itu.
Ia menegaskan, pengurangan THL bukan karena mau “merumahkan” orang. Bukan juga semata-mata karena anggaran. Tetapi yang paling penting adalah berdasarkan kebutuhan pemerintahan daerah.
“Karena itu saya minta kepada semua THL tenang saja, kerja seperti biasa, disiplin paling penting. Dan untuk semua Pegawai Negeri Sipil berhenti sudah nyinyir di medsos, kerja saja,” tegasnya.
Laporan: Igen Padur dan Sello Jome
Editor: Ardy Abba