Internasional, Vox NTT– Kalau Anda diberi sebuah pertanyaan, wanita cantik itu seperti apa, maka akan beragam jawabannya.
Ada seseorang yang menjawab cantik itu seperti Angelina Jolie, cantik itu seperti Lady Diana, atau bahkan cantik itu seperti Putri Eswatini dari Afrika.
Cantik itu relatif, demikian banyak dikatakan orang, maka setiap orang, terutama pria, akan memandang kecantikan seorang wanita pun berbeda-beda.
Dari segala kecantikan seorang wanita, ada suatu wilayah yang kecantikan wanitanya pernah menjadi standar dunia, bahkan diakui oleh peradaban barat.
Benarkah ada tempat seperti itu?
Wilayah yang dimaksud adalah Sirkasia, yang merupakan sebuah etnis yang berasal dari Pegunungan Kaukasus, dari tempat inilah sejak 5 abad lampau, stereotip kecantikan feminin wanita yang ideal begitu melekat.
Bahkan kecantikan para wanita Sirkasia ini muncul dalam karya-karya sastra Eropa, seperti karya Voltaire dan Mark Twain.
Dan kecantikan mereka itu menjadi pakem cover iklan produk kosmetik di akhir abad 19 hingga awal abad ke-20.
Kedatangan pelaut dari Genoa pada abad ke-15 ke pantai Sirkasia inilah yang membawa reputasi kecantikan para wanita dari wilayah itu.
Dari para pelaut itulah muncul informasi tentang kecantikan wanita yang hidup di pegunungan ekstrim Kaukasus.
Sayangnya, para wanita yang disebut cantik ini kemudian diburu menjadi budak dan harem, khususnya oleh Rusia dan kerajaan Safawiah serta Qajar yang merupakan dua dinasti besar dari tanah Persia.
Citra wanita Sirkasia semakin naik derajatnya ketika sebagian dari mereka menjadi istri dari beberapa Sultan Turki Utsmani, Ottoman.
Awal abad ke-19, Johann Friedrich Bluemncach mengemukakan teori ‘Hierarki Rasial’, yaitu orang-orang di wilayah Kaukasus merupakan contoh ‘ras kulit putih’ paling murni yang dinamai ‘caucasian race’ atau ras Kaukasia.
Ironisnya, karena kecantikan para wanita Sirkasia ini, menjadikan negara mereka terkenal, sekaligus menjadi incaran para penjajah, bermula dari sebuah wilayah merdeka hingga dicaplok oleh Rusia.
Perlawanan keras dari Sirkasia ini membuat Rusia melakukan tindakan represif, dengan melakukan genosida pada abad ke-19, yang menyebabkan 1,5 juta etnis Sirkasia tewas terbunuh.
Pada era Tsar Rusia inilah nasib bangsa Sirkasia berubah drastis, ketika Tsar Rusia pada pertengahan abad ke-19 memperluas wilayahnya ke selatan dan menargetkan wilayah Kaukasus tempat orang Sirkasia bermukim yang sebelumnya berada di bawah pengaruh Kekhalifan Turki Utsmani.
Rusia memandang penduduk yang mendiami Kaukasus Utara sebagai suku-suku barbar dari pegunungan yang dijuluki sebagai ‘khishchniki’ yang berarti pencuri atau perampok karena dianggap telah menyerang benteng Rusia.
Tentara Rusia kemudian mengembangkan strategi retribusi baru di awal tahun 1800-an terhadap serangan Sirkasia, mereka diperintahkan untuk menyerang desa-desa tempat keluarga para pejuang Sirkasia tinggal.
Tentara Rusia melakukan berbagai pembunuhan dan penculikan untuk menghapus dukungan pedesaan yang luas yang dinikmati pejuang Sirkasia sebagai penduduk dataran tinggi.
Bahkan tanaman dan ternak pun dihancurkan oleh tentara Rusia, yang membuat rakyat jelata Sirkasia tidak bisa bertahan hidup, yang kemudian dipaksa untuk tunduk pada aturan Rusia atau diusir dari desa mereka.
Penaklukkan Rusia atas Sirkasia selesai pada tahun 1864, kemudian banyak orang Sirkasia meninggalkan negara itu.
Catatan Ottoman menunjukkan sekitar 595 ribu orang Sirkasia meninggalkan wilayah itu menuju Kekaisaran Ottoman (sekarang disebut Turki) antara tahun 1856 dan 1864.
Lalu, pada tahun 1945 lebih dari 66 ribu penutur asli Sirkasia di Turki dan komunitas Sirkasia yang lebih kecil berada di Suriah, Yordania, Irak, dan Iran.
Namun, Rusia masih menganggap sisa-sisa orang Sirkasia sebagai musuh.
Invasi Rusia di wilayah itu telah berakhir, namun Kaukasus Utara masih menjadi daerah operasi militer selama beberapa dekade dan melakukan serangkaian intimidasi.
Peristiwa itu menyebabkan munculnya tuduhan bahwa Kekaisaran Rusia telah melakukan kejahatan perang berupa pembersihan etnis dan genosida terhadap bangsa Adghe Sirkasia.
Sumber: Grid.id/Intisari Online