Oleh: Mario Gonzaga Afeanpah
Mahasiswa Universitas Katolik Widya Mandira
Pada hari Minggu, 10 Oktober 2021 tahun lalu, di Roma, Paus Fransiskus telah membuka secara resmi Sinode Para Uskup yang akan berlangsung selama 2 tahun dan berpuncak pada Oktober 2023.
Sinode ini mengambil tema: “Menuju Gereja Sinodal: Persekutuan, Partisipasi, dan Misi”.
Bapa Suci Paus Fransiskus menghendaki agar Sinode kali ini melibatkan tidak hanya para Uskup, namun juga seluruh umat beriman, baik kaum tertahbis (klerus), anggota hidup bhakti, maupun awam di seluruh dunia.
Hal ini ditempuh melalui pelaksanaan Sinode di masing-masing keuskupan.
Bertolak dari tema yang disodorkan tentulah sangat dibutuhkan sumbangsi dari setiap elemen masyarakat dari berbagai tingkatan dalam hal ini yang berada di bawah naungan Gereja Katolik.
Keterlibatan orang muda katolik disini tentulah merupakan suatu kewajiban yang tidak bisa dipungkiri.
Mengingat orang muda katolik merupakan agen-agen Gereja Katolik yang nantinya akan menjadi tiang utama Gereja dalam keberlangsungannya di dunia ini. Untuk itu, sinode sendiri harus dipahami secara baik dan benar.
Berdasarkan asal katanya, sinode berasal dari 2 kata Yunani syn artinya bersama dan hodos artinya berjalan. Maka Sinode berarti “berjalan bersama”.
Sedangkan menurut kanon 342 Kitab Hukum Kanonik, “Sinode para Uskup ialah himpunan para Uskup yang dipilih dari pelbagai kawasan dunia yang pada waktu-waktu yang ditetapkan berkumpul untuk membina hubungan erat antara Paus dan para Uskup, dan untuk membantu Paus dengan nasihat-nasihat guna memelihara keutuhan dan perkembangan iman serta moral, guna menjaga dan meneguhkan disiplin gerejawi, dan juga mempertimbangkan masalah-masalah yang menyangkut karya Gereja di dunia”.
Dari pengertian tersebut maka, Sinode merupakan undangan untuk berjalan bersama dengan saling mendengarkan, berdialog, dan melakukan aksi nyata.
Dengan cara berjalan bersama ini Gereja akan dapat setia melaksanakan misi yang dipercayakan kepadanya.
Maka persekutuan umat beriman diundang untuk berpartisipasi menjalankan misi atau perutusan.
Semua anggota Gereja, baik klerus (tertahbis), anggota hidup bakti (religius dan sekular) maupun awam, yang tersebar dalam berbagai kelompok (lingkungan, wilayah, paroki, kelompok persaudaraan dan paguyuban, komunitas hidup bhakti, dll) diundang untuk saling berbagi dan mendengarkan kisah pengalaman iman agar dapat mendengar bisikan Roh Kudus, hingga dapat bersama-sama melaksanakan misi atau perutusan di dunia ini dengan lebih baik.
Tentulah dalam proses berjalan bersama ini, kaum muda katolik dapat menjadikan dirinya sebagai public figure, berani menggerakkan seluruh potensinya dalam meneropong makna terdalam dari komunio, partisipasi, dan misi.
Melalui keterbukaan Gereja dalam melibatkan kaum muda Katolik untuk mejalankan karya pewartaan, tentulah merupakan kesempatan yang sangat baik dalam hal ini demi menciptakan Gereja yang berani berjalan bersama zaman.
Sebagai kaum muda Katolik dalam mengambil peran dalam komunio, partisipasi dan misi sangatlah membantu kaum muda dalam pertumbuhan dan perkembangan kehidupan rohani, sosial, dan relasi secara khusus bersama Tuhan dan sesama.
Untuk itu, diperlukan sikap dari kaum muda Katolik dalam keterbukaan hati dan sikap berani dalam mensosialisasikan diri.
Sehingga mampu menerima dan mendengarkan segala sesuatu yang pada hakikatnya tidak didengarkan dan diterima keberadaannya.
Sumbangsih Kaum Muda Katolik dalam Komunio Partisipasi dan Misi
Kepercayaan yang diberikan oleh Gereja kepada kaum muda Katolik, bukanlah semata-mata kesengajaan saja.
Melainkan karena suatu keprihatinan Gereja dalam menunjang kaum muda Katolik demi suatu pencaharian jati diri dan juga sebagai agen-agen Gereja dimasa mendatang.
Seperi Yesus yang berani merelahkan diri-Nya, dengan sikap keterbukaan hati, kasih, dan pengorbanan hingga wafat disalib. Di umurNya yang masih tergolong muda, hendaknya juga kaum muda Katolik berani mengekspresikan gaya hidup Yesus dalam kehidupan dan karyanya di tengah dunia dewasa ini.
Untuk itu, sangat diperlukan sumbangsih kaum muda dalam menyukseskan sinode yang diselenggarakan ini.
Komunio
Berangkat dari komunio. Komunio adalah istilah yang berasal dari bahasa Latin communio kemudian diadaptasi ke dalam bahasa Inggris communion.
Dalam bahasa Yunani sendiri komuni iala koinonia yang berarti persekutuan atau persaudaraan.
Bertolak dari pengertian comunio yang adalah persekutuan dan persaudaraan, tentunya kaum muda Katolik tidak terlepas dari dua komponen tersebut persekutuan dan persaudaraan.
Dalam persekutuan kaum muda Katolik dipacu untuk bersatu dengan Kristus dalam kehidupannya.
Baik melalui sakramen-sakramen maupun kegiatan iman lainnya, yang bermuara pada Kristus sendiri sebagai Sang Gembala Agung.
Sehingga dengan dan dalam persatuan bersama Kristus kaum muda Katolik mampu menimba nilai-nilai dan kebajikan dari Kristus demi membangun persekutuan bersama Gereja dan sesama.
Demi mencapai persekutuan tersebut, tentunya kaum muda Katolik tidak berjalan sendiri seperti seorang gembala yang meninggalkan gembalaannya.
Melainkan di sini diperlukan keterbukaan dari Gereja secara khusus kepada kaum Klerus untuk mampu membangun suatu upaya dalam merangkul kaum muda Katolik dalam lingkup Gereja.
Sehingga, ketertarikan dan niat kaum muda dalam menyumbangkan potensi-potensi dirinya mendapat wadah yang baik dan sampai pada tujuan yang diharapkan oleh Gereja.
Upaya-upaya yang nantinya diperjuangkan Gereja tidak serta merta menerjemahkan dokumen seutuh-utuhnya melainkan Gereja harus berani menyederhanakan semaksimal mungkin agar menyentuh hati kaum muda Katolik agar bisa berani menjawabi tuntutan dan juga tantangan-tantangan yang akan dihadapi nanti.
Sebab sebagai pelaku-pelaku dari pelayan Gereja, pastilah mereka perlu bantuan dan bimbingan.
Sedangkan dalam persaudaraan, kaum muda Katolik dituntut agar mampu membangun suatu sikap persaudaraan Kristus.
Berani mengasihi tanpa dicintai, berani berkorban tanpa dihargai dan berani terluka tanpa membalas.
Kebajikan dari Kristus ini akan tergenap dalam diri kaum muda Katolik jika setiap pribadi mampu mengikat persekutuan bersama Kristus.
Dalam Kristus segala sesuatu bisa digapai. Kaum muda Katolik tentunya menjadi teladan Kristus di tengah Gereja yang kini berada di tengah arus zaman saat ini.
Maka, keterbukaan hati kaum muda Katolik dalam membangun sikap menghargai, peka, menghormati, dan mau berkorban akan sangat mempermudah membangun persaudaraan.
Persaudaraan bukan saja dengan sesama yang seiman melainkan dengan mereka yang berbedah keyakinan.
Terutama membangun persaudaraan dengan sesama yang menderita baik secara fisik dan psikologi.
Berani melihat sesama sebagai aku yang lain. Di sinilah letak kesatuan yang Kristus harapkan dalam diri setiap kaum muda Katolik. Sejatihnya para murid-Nya.
Peran Gereja juga tidak luput dalam memupuk kaum muda Katolik demi suatu kebajikan dalam membangun persaudaraan.
Sehingga, Gereja di sini harus medasari setiap pelayanan pastoralnya baik secara individu maupun universal pada kasih Kristus.
Kasih yang mengalir dari Kristus akan bermuara juga dalam diri sesama, untuk menggapai sebuah keharmonisan di tengah kemajemukan dunia pewartaan.
Partisipasi
Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata participation yang dapat diartikan suatu kegiatan untuk membangkitkan perasaan dan diikut sertakan atau ambil bagian dalam kegiatan suatu organisasi.
Sedangkan dalam Gereja Katolik partisipasi dapat diartikan sebagai misi. Sebagai misi tentunya seluruh umat turut mengambil bagian dalam misi Gereja, baik dari para Klerus maupun para kaum awam.
Namun di sini lebih ditekankan akan makna partisipasi. Sebagai kaum muda Katolik sikap partisipasi sangat mengambil peran penting dalam pelayanan Gereja lokal maupun universal.
Partisipasi yang dibangun oleh kaum muda Katolik tentunya memberikan sumbangsih tersendiri bagi Gereja dan pewartaan-Nya.
Perluhlah untuk diperhatikan bagi kaum muda Katolik untuk terlebih dahulu menghidupi semangat Kristus dalam berpartisipasi.
Bukan partisipasi yang bermuara pada pencarian nama, gelar, dan status. Melainkan suatu partisipasi yang bermuara pada pemahaman iman yang baik dan benar yang mengantar sesama kepada kebajikan-kebajikan Kristus.
Dan secara khusus dengan partisipasi yang dijalankan itu kaum muda Katolik sudah berani mewujudnyatakan hakikat dari Gereja sebagai mempelai wanita dan Kristus sebagai mempelai pria.
Yang berarti Kristus akan tetap ada dan berjalan bersama umat-Nya. Di sini juga Gereja selaku kepala perlulah meningkatkan semangat kepekaan dalam arti menyelenggarakan kegiatan-kegiatan yang mengumat, merangkul dan memberikan ruang.
Sehingga, para umat secara khusus kaum muda Katolik turut terlibat dan berpartisipasi secara aktif dan sadar.
Sebab dengan keaktifan serta kesadaran akan memampukan kaum muda Katolik dalam karya-karya kerasulan Gereja.
Misi
Misi Kristus adalah misi saya. Kata misi berasal dari bahasa Latin missus atau mandatum, yakni mengirim, memberangkatkan, mendelegasikan.
Yakni karya, kegiatan dari siapa saja untuk mewartakan atau menyeberluaskan kebenaran religius, atau juga ajaran moral, sosial dan politik.
Dalam konteks Kristen, menurut Kitab Suci, kata misi menunjukkan pengiriman para Rasul oleh Kristus untuk mewartakan Injil kepada segala makluk (Mrk 16:15) sampai ke ujung bumi (Kis 1:8).
Hal ini secara umum kembali ditegaskan dalam Konsili Vatikan II, dalam Dekrit Ad Gentes bahwa “kegiatan missioner Gereja sebagai inisiatif fundamental melaluinya Gereja memaklumkan tugas utama kaum terbaptis menurut Perjanjian Baru untuk mewartakan Injil dan membangun Gereja di tengah bangsa-bangsa yang belum mengenal Kristus”.
Oleh karena itu misi adalah misi Allah Missio Dei. Sebagai kaun muda Katolik, tentunya misi Kristus juga menjadi bagian terpenting dalam kehidupan keberimanannya.
Sebab Kristus sendiri sudah memeteraikannya dalam diri setiap individu. Ialah dalam menerima sakramen babtis.
Di sini kaum muda Katolik terlebih dahulu berani membuka hati dan memberi ruang dalam hatinya agar Kristus menaungi hidupnya.
Memampukan setiap pribadi untuk menjalankan karya-karya-Nya yaitu menyebarkan Kerajaan Allah.
Misi Kristus bukanlah tentang pewartaan diri kaum muda Katolik melainkan Kristus sendirilah yang diwartakan.
Bersama Kristus kaum muda Katolik akan mampu menghadapi segala tantangan yang terlintas.
Kecakapan dalam berbudaya dalam hal ini inkulturasi sangat diperlukan dalam setiap pribadi kaum muda Katolik.
Sikap integritas dan pengorbanan menjadi landasan dasar. Sehingga, tujuan misi yang dijalankan mencapai tujuannya.
Peran Gereja di sini juga menjadi penentu misi Kristus. Tidak saja hanya memilih dan mengutus begitu saja para utusan.
Melainkan Gereja harus berani menghidupi nilai-nilai misi dalam diri setiap utusan.
Dalam hal ini sangatlah diperlukan pendidikan dan kreativitas dalam menyiapakan para utusan.
Pendidikan di sini ialah mengenai pendidikan pada umumnya. Sejatinya pendidikan budaya. Memperkenalkan budaya lain sebagai pijakan dalam menjalankan misi.
Yang mana dengan pendidikan budaya dalam hal ini bahasa maka, Gereja akan berani masuk melalui pintu budaya dan keluar melalui pintu Kristus.