Oleh: Eustakius Kerbiyono Dagur
Siswa Kelas XII, Seminari Pius XII Kisol
Paradigma belajar abad ke-21 merupakan sebuah proses penggalian dan pengekspresian ide atau gagasan melalui media digital.
Proses penggalian dan pengekspresian ide tersebut dilakukan dengan maksud membantu para siswa/i dalam mengembangkan potensi dan kemampuan yang dimiliki.
Untuk menunjang proses berpikir dan pengembangan potensi tersebut, media digital hadir untuk menengarai perubahan yang berkecimpung dalam proses belajar siswa/i.
Tak pelak bahwa media digital merupakan buah karya dari proses belajar manusia dan untuk itu akan menjadi lebih berguna apabila media digital digunakan sebagai penunjang dalam proses penggalian dan pengekspresian ide atau gagasan dari siswa/i.
Proses belajar siswa/i di abad ke-21 merupakan proses belajar yang mengandalkan nalar sekaligus media digital.
Dua entitas ini menjadi sarana utama dalam menyukseskan proses belajar dan penggalian ide atau gagasan dari siswa/i.
Artinya, nalar digunakan untuk mengetahui dan mengkritisi apa yang ada dalam media digital.
Hal ini diperlukan guna menyeimbangkan antara pegembangkan kemampuan dan pencapaian keinginan siswa/i dalam menggunakan media digital.
Kemudian media digital itu sendiri sangat dibutuhkan dalam proses belajar dengan maksud untuk menyejajarkan antara kemajuan zaman dan pengembangan potensi siswa/i.
Di mana, akselerasi kemajuan zaman yang begitu masif mendorong siswa/i juga untuk mampu mengkondisikan diri dengan situasi dan perkembangan yang terjadi.
Pada penjabaran lebih lanjut, proses belajar siswa/i abad ke-21 ternyata mendapat tanggapan serius dari Menteri pendidikan Indonesia, Nadiem Anwar Makarim.
Dia menyikapi kondisi yang terjadi dengan membuat Program Merdeka Belajar.
Program Merdeka Belajar itu sendiri merupakan sebuah konsep belajar yang memberikan ‘kebebasan’ atau ‘kemerdekaan’ dalam proses belajar dan pengembangan potensi siswa/i.
Nadiem membuat program tersebut karena terdorong oleh keinginannya untuk menciptakan suasana belajar yang bahagia tanpa dibebani dengan pencapaian skor atau nilai tertentu (id.wikipedia.org).
Sejalan dengan itu, Program Merdeka Belajar yang dibuat oleh Nadiem ternyata dipengaruhi juga oleh penelitian PISA pada tahun 2019 yang menunjukkan hasil penilaian bahwa siswa Indonsia hanya menduduki posisi keenam dari bawah.
Untuk bidang matematika dan literasi, Indonesia menduduki posisi ke-74 dari 79 negara (id.wikipedia.org).
Hal ini menunjukkan bahwa siswa Indonesia masih rendah dan tertinggal dari negara lain, khusunya dalam aspek pendidikan dan proses belajar siswa/i.
Siswa/i Indonesia masih berada pada posisi stagnan, di mana proses belajar hanya berjalan di tempat tanpa mengahasilkan apa-apa.
Padahal kalau dipikir-pikir SDM kita bisa dikatakan mampu untuk menyelesaikan berbagai persoalan dan problema kehhidupan yang salah satunya berkaitan dengan problema proses belajar siswa/i.
Atas permasalahan tersebut Nadiem kemudian membuat program belajar “Merdeka Belajar” yang harapannya mampu memperbaiki dan meningkatkan dunia pendidikan dan proses belajar siswa/i Indonesia.
Media Digital, Merdeka Belajar vs Merdeka Pelajar
Sampai pada hari ini perkembangan media digital masif terjadi di seluruh dunia, tak terkecuali Indonesia.
Di Indonesia, Media digital hadir dengan ciri khasnya yang begitu ‘gaul’ sehingga tidak heran kegiatan sehari-hari masyarakat Indonesia selalu bergulat dan berkecimpung dengan media digital.
Bahkan, media digital pun dijadikan sebagai makanan tersendiri untuk mengenyangkan (baca: memuaskan) keinginan Masyarakat Indonesia.
Tak pelak, media digital dalam konteks penggunaannya ternyata bisa dijalankan dalam kegiatan dan proses belajar.
Media digital memberikan pengaruh yang cukup signifikan bagi perkembangan potensi dan kemampuan siswa/i.
Serentak, dengan hadirnya media digital juga membuat satuan pendidikan merasa terbantu dalam memaksimalkan tugas mereka yaitu menyukseskan proses dan kegiatan belajar siswa/i.
Hal itu dapat dilihat melalui fakta yang sudah terjadi selama beberapa tahun belakangan, sebut saja saat masa pandemi Covid-19 banyak siswa/i yang menggunakan media digital dalam menyukseskan kegiatan dan proses belajar.
Beranjak ke realitas yang terjadi saat ini, media digital dalam kaitannya dengan Program Merdeka Belajar, mendapat sorotan dari berbagai pihak.
Sebut saja salah satunya adalah Kementerian Pendidikan Indonesia.
Melalui proses belajar yang dijalankan saat ini, menteri Pendidikan Indonesia, Nadiem Makarim, merealisasikan Program Merdeka Belajar yang sejalan dengan Konsep paradigma belajar abad ke 21, di mana menyertakan peran media digital (hp, komputer atau laptop) dalam memaksimalkan program tersebut.
Nadiem melalui program tersebut mengajak para siswa/i Indonesia untuk mengembangkan potensi atau kemampuan sesuai dengan basic yang dimiliki oleh masing-masing siswa/i.
Hal ini bertujuan untuk menciptakan suasana belajar yang ‘bebas’ dan ‘merdeka’. ‘Bebas’ bukan berarti tanpa aturan atau semau-mau.
Tetapi ‘bebas’ dalam hal ini berarti siswa/i diberi kesempatan seluas-luasnya untuk mengekspresikan dan menunjukkan potensi yang ada sesuai basic masing-masing.
Sedangkan, ‘merdeka’ berarti tidak dikekang, tidak ada tekanan atau tidak dengan paksaan.
‘Merdeka’ dalam hal ini lebih menjurus pada sebuah konsep di mana siswa/i saat menjalankan proses belajar tidak dijalankan dengan paksaan atau di bawah tekanan.
Lain halnya juga dengan persoalan yang terjadi akibat tidak maksimalnya penggunaan media digital dalam kelangsungan proses belajar.
Peran media digital yang sejatinya membantu dalam digitalisasi pembelajaran ternyata mendapat pergeseran ke arah yang lain.
Yang sebenarya membantu siswa/i dalam menyelesaikan problema atau persoalan tertentu ternyata disalahgunakan oleh mereka.
Para siswa/i malah mengejar keinginan mereka untuk mendapatkan kepuasan melalui game atau tayangan suguhan Tik-Tok.
Pelajar bukannya mengembangkan potensi sesuai basic yang dimiliki, melainkan mengembangnkan apa yang menjadi kesenangan sesaat yang notabene tidak sedikitpun memberi pengaruh baik bagi perkembangan hidup mereka.
Dari problema tersebut serentak membuat pelajar tidak lagi fokus pada program belajar ”Merdeka Belajar”, tetapi mereka perlahan menuju ke konsep “Merdeka Pelajar”.
Perlahan siswa/i menjadi bebas dalam segala hal, berbuat semau-maunya saja dan tidak lagi menjunjung proses dalam mencapai apa yang diinginkan.
Bahkan pelajar tidak mau memanfaatkan media digital dalam proses belajar hanya karena mau memenuhi predikat mereka sebagai “Pelajar Merdeka”.
Padahal yang menjadi tujuan Program “Merdeka Belajar” bukan kebebasan yang blak-blakan melainkan kebebasan untuk bebas mengekspresikan potensi sesuai basic masing-masing dengan memperhatikan aturan dan pedoman tertentu.
Hal ini mengindikasikan bahwa kehadiran media digital dalam proses belajar masih terhalang oleh adanya tantangan serupa.
Pelajar lebih memilih kebahagian sesaat daripada kebaikan untuk masa depan mereka.
Atau bahkan, pelajar sudah merasa bahwa mereka yang memegang predikat sebagai “Pelajar Merdeka” berbuat semau-maunya saja demi mencapai kepuasan dan keinginan sesaat.
Padahal kalau beranjak pada tataran yang lebuh jauh, konsep pelajar sebagai “Pelajar Merdeka” merupakan sebuah konsep yang dibuat untuk menyiapkan pelajar (generasi z) sebagai motorik atau pelopor dalam menyongsong masa yang akan datang.
Komitmen
Keterampilan abad ke-21 merupakan prospek perkembangan yang ingin diwujudnyatakan dalam menyukseskan Program Merdeka Belajar.
Melalui kemajuan Iptek yang masif terjadi membuat banyak pihak tidak lagi tinggal diam dalam memajukan bangsa ini.
Lebih jauh bahwa dengan kehadiran media digital tersebut membuat banyak pihak tergerak hati utnuk menyukseskan apa yang menjadi tujuan program.
Namun, untuk memaksimalkan peranan media digital dalam menyukseskan program Merdeka Belajar tentunya dibutuhkan komitmen dan sinergisitas untuk mencapai hal tersebut.
Melalui komitmet yang dibangun hendaknya membantu pemerintah dan pelajar dalam mencapai apa yang menjadi tujuan proses belajar itu sendiri.
Berikut beberapa tawaran dan komitmen yang ingin diberikan penulis untuk menyikapi tantangan media digital dalam kelangsungan proses belajar siswa/i.
Pertama. Berpikir kritis, inovatif, dan kreatif. Peranan media digital dalam menyukseskan Program Merdeka Belajar seyogianya sejalan dengan konsep berpikir kritis, inovatif dan kreatif.
Krtitis berarti pelajar harus bisa mengkritisi dan menyeleksi setiap informasi yang ada.
Pelajar sebisa mungkin untuk membedakan mana informasi yang baik dan mana informasi yang buruk, sehingga nantinya memberikan maksud yang jelas atas apa yang dicari atau ditelisik.
Inovatif berarti pelajar harus mengambil poin penting atas proses digitalisasi belajar yang dijalankan sehingga bisa membantu mereka dalam membuat inovasi baru yang bertujuan untuk menyukseskan tujuan dari proses belajar itu sendiri.
Atau dengan kata lain bahwa pelajar harus bisa menjadi inovator muda dengan berpegang teguh pada proses digitalisasi belajar.
Sedangkan kreatif berarti pelajar harus mampu membuat sesuatu yang baru atau mengkreasikan sebuah kegiatan yang bermutu dan berguna bagi kemajuan proses belajar.
Kedua. Kemampuan manajemen dunia maya termasuk didalamnya interaksi antarsesama.
Artinya, dunia maya atau dunia virtual selalu berkembang mengikuti kemauan penggunanya.
Apabila penggunanya bijak dalam menggunakan media sosial dengan sendirinya efek senjata makan tuan akan berlarian menjauhi penggunanya.
Begitupun sebaliknya. Dalam hal semacam ini, kemampuan manajemen interaksi di dunia maya sangat dibutuhkan untuk mendukung kelancaran proses atau program belajar “Merdeka Belajar”.
Melalui kemampuan manajemen dunia maya ini, serentak membuat pelajar bisa menangkal segala macam problema atau persoalan dalam dunia virtual itu sendiri atau secara khusus dalam proses digitalisasi belajar.
Ketiga. Menempatkan pribadi di pusat pendidikan.
Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan siswa/i khususnya dalam memimpin dan memotori diri sendiri saat berhadapan dengan media digital.
Siswa/i perlu memiliki kecakapan dalam berproses sehingga nantinya dapat terbentuk pribadi yang baik sebagaimana yang diharapkan.
Dalam menyukseskan hal ini, beberapa poin penting yang perlu dijalankan, di antaranya pelajar harus mengikuti semua proses belajar, memberi ruang dan waktu bagi pelajar, dan tidak boleh memelihara sikap permisif.
Keempat. Perlu adanya relasi edukatif. Relasi edukatif merupakan salah satu bagian terpenting dalam proses belajar.
Relasi edukatif dibutuhkan untuk meningkatkan interaksi antarsiswa/i baik dalam kegiatan belajar itu berlangsung maupun dalam berbagai kegiatan edukatif lainnya.
Hal yang dibutuhkan dalam hal ini adalah sikap komunikatif, sikap relasi yang intim, serta sikap optimistis.
Sikap-sikap semacam ini dibutuhkan guna melancarkan kegiatan edukasi yang terjadi antara pendidik dengan pelajar ataupun antara pelajar dengan sesama pelajar.
Penutup
Program belajar “Merdeka Belajar” merupakan sebuah usaha belajar yang mampu meningkatkan potensi dan kemampuan siswa/i sesuai dengan basic masing-masing.
Melalui program tersebut, paradigma belajar abad ke-21 dengan sendirinya dapat terealisasikan dalam proses belajar siswa/i.
Berbagai model keterampilan yang ditawarkan dari paradigma belajar abad ke-21 akan mendapatkan penekanan apabila program ini dijalankan dengan baik adanya.
Sejalan dengan itu, media digital sebagai buah karya manusia turut memberi pengaruh bagi kelangsungan dan kelancaran program belajar tersebut.
Media digital hadir untuk mendigitalisasikan proses belajar siswa/i sebagaimana yang ditujukan dalam paradigma belajar abad ke-21.
Namun, untuk memaksimalkan dan menyukseskan program tersebut tidak serta merta dalam proses pelaksanaannya mulus atau sukses sepenuhnya.
Justru dalam proses tersebut terdapat berbagai tantangan dan kendala antara peranan media digital dan ‘kemerdekaan’ belajar siswa/i.
Pada hemat penulis, hal inilah yang perlu mendapat perhatian khusus.
Satuan pendidikan mesti mendorong siswa/i untuk menyertakan diri secara penuh dalam memaksimalkan proses belajar yang berlandaskan program belajar “Merdeka Belajar”.
Setidaknya dengan tawaran yang diberikan penulis bisa membuat pemerintah, pendidik, dan pelajar merasa tergugah dengan tantangan yang sedang dihadapi bersama agar nantinya segala kendala atau tantangan tersebut dapat diminimalisasi efek negatif-destruktifnya.
Dengan demikian, melalui peranan media digital dalam proses digitalisasi belajar hendaknya membantu kita (baca: bangsa Indonesia) dalam mencapai pendidikan yang berkualitas, pendidikan yang utamanya memajukan bangsa sesuai dengan tujuan bangsa sebagaiman yang tertuang dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.
Lebih dari itu, proses belajar dengan bantuan media digital seyogianya menjadi sarana bagi kita untuk menghadapi tantangan di masa yang akan datang. Ayo Belajar!
Kisah Jatuh Bangun BLKK Seminari Kisol Bawa Misi Orang Muda Bisa Mandiri