Internasional, Vox NTT- Negara Ukraina yang saat ini tengah berkutat dengan peperangan melawan Rusia diibaratkan sebagai ‘kembang desa’ oleh Mantan Duta Besar Indonesia untuk Austria dan PBB, Darmansjah Djumala.
Posisi itu layak disematkan ke negara Ukraina mengingat bahwa negara tersebut diincar oleh Uni Eropa di kubu barat dan Presiden Rusia Vladimir Putin.
“Kita bagaikan (Ukraina) wanita cantik, kembang desa yang dilamar banyak orang, ya mainkan saja dua inilah,” kata Darmansjah.
Tidak hanya karena dibutuhkan banyak pihak, kedudukan Ukraina sebagai ‘kembang desa’ juga disebabkan karena segudang potensi kekayaan yang dimilikinya berupa uranium, baja, minyak, gas, hingga produk pertanian.
Namun, segudang kekayaan potensi itu gagal dijadikan bahan jualan bagi Ukraina untuk mencegah invasi Rusia. Negara tersebut tetap ngotot untuk berpihak pada barat sehingga menyebabkan Rusia melakukan invasi.
“Si kembang desanya mestinya bargain, di situlah sebenarnya kita melihat andainya dia pandai, bijak, cermat menempatkan diri dengan segala kelebihan dia ini,” ujar Darmansjah Djumala.
Ukraina menurut Darmansjah mestinya memosisikan diri sebagai negara non-blok. Dengan demikian, invasi Rusia tidak terjadi seperti yang dialaminya sekarang.
“Nah di sinilah padahal kalau kita kembali ke prinsip non-blok ya, justru karena kita dibutuhkan kiri dan kanan, kita bisa pandai meningkatkan bargaining position, dua-duanya nolong,” tutur Darmansjah.
Namun, posisi itu gagal dibawah ‘arogansi’ presiden Volodymyr Zelensky. Ia bahkan memilih untuk lebih condong ke barat.
Padahal, sejak awal Presiden Rusia Vladimir Putin telah menegaskan bahwa batas toleransi untuk NATO adalah Polandia.
“Sejak awal, Putin sudah mengatakan dalam beberapa kesempatan wawancara, batas toleransi untuk NATO membuat buffer zone adalah Polandia, udah deh, karena memang Polandia dulu dijajah,” tutur Darmansjah Djumala, seperti yang dikutip pada Pikiran Rakyat. Com, Kamis, 24 Maret 2022.
“Sampai situ aja, ‘tapi Belarus ini adalah batas toleransi kami’, gitu, termasuk Ukraina. Dan (batas itu) dilanggar,” ucapnya menambahkan.
Kemudian di sisi lain, Ukraina yang merasa paling dibutuhkan, justru memilih untuk berpihak kepada Uni Eropa di kubu barat.
“Dan si Ukraina ini ‘kepengenan’, mentang-mentang dia ini bargaining position-nya tinggi karena dibutuhkan di sini, dibutuhkan di sini, dia lebih ambil ke Uni Eropa,” kata Darmansjah Djumala.
“Tentu saja si Rusia, Putin, tidak Happy dengan policy seperti itu,” ujarnya menambahkan.
Sumber: Pikiran Rakyat