[Antologi Puisi Lalik Kongkar]
Menyepi Tanpa Puisi
Hari ini jari-jari duduk tersipu malu di meja
Ketika kudapati dia berleha-leha tanpa bekerja merangkai kata
Pantas saja, tak ada puisi hari ini
Yang ada hanyalah bayang-bayang sepi
Hari ini jari-jariku mulai berontak
Melawan dengan diam tanpa suara
Menangis dengan tarian sufi
Dan memelas karena letih
Hari ini mereka terpaksa bekerja
Melawan takdir kenistaan sepi
Yang sudah merenggut bahagia semesta
Puisiku kini tanpa prosa emosi
Ahhh, Rindu
Demi paru-paru yang memuat seluruh rindu
Aku mengalir di dalam waktu bergulir sheening batu
Aku bergerak nuju jarak ruang istilah untuk nulis sajak
Di hatimu, seluruh damba rusuk rinduku yang selalu kupeluk bila dirimu tiada
Di jantungmu, seluruh denyut
Di situ aku berdegup, mengharap dirimu segera kuncup
Kubebaskan diriku mengembara di dalam renungmu
Ketika anganku mengabadikanmu, merenda harap
Kubiarkan diriku khususk bertapa dalam lamunmu
Mendamba kau eja sebagai kata-kata yang meratap
Di kota Malang itu, mula aku mengenal biru matamu
Kubisikkan cinta paling mmawar terhadap hidupmu
Seperti kali terakhir kau-aku temu kini aku masih terseduh dan gema cinta senantiasa bergaung di situ
Aku bersimouh di dalam dirimu yang menolak retak
Sepasrah geliat tanah liat; mendamba rindu berbiak
Aku mencintaimu seperti tanah menjamah jasad di liang lahat
Setulus angin yang menjadi nafasmu
Di Bawah Langit
Bila saja aku harus menjauh darimu
Aku akan memulainya dengan berjalan mundur
Menghayati lambai tanganmu detik demi detik sampai saat kau tak terlihat lagi
Hingga saat mataku berkaca-kaca, aku akan memejamkan mata biar sampai membuat pipiku basah
Aku akan rutin menghitungi jarak, sembari menaruh harap jika aku tak bisa berjumpa denganmu lagi
Aku menghamburkan sebagian perasaanku melayang-layang di atas tanah, biar saat berjumpa denganmu, aku ingin tidak terlalu bergetar lagi
Menjadi dilema, sebab senangmu sudah tidak denganku lagi
Sementara sejauh apapun aku berjalan mundur dari engkau
Kita masih tetap dalam satu bumi
Kita masih sama-sama di bawah langit yang sama dengan langit ketika kamu mengatakan rindu
Dan itu menjadi sulit
Karena untukku, kamu sudah menjadi candu
Dalam Kesunyian Malam
Ku terdiam terpaku bersama malam
Gelap dan sunyi seberkas sinar menyinari
Termenung sendiri menanti dini hari
Larut dalam kenangan bersama kalut dikepala
Tenang dan dalam penuh makna
Rembulan melayang tinggi separuh muka
Sunyi bersama sang bintang yang begitu cemerlang
Rindu dalam rasa, rapuhkan jiwa tanpa makna
Terbang menerawang jauh bersama sang awan
Bayangan kelam mengikuti bersama sang malam
Hanya malam yang setia menemani hati yang tersakiti
Hanya malam yang berikan ketenangan dalam kegalauan
Bersabar atas takdir bersama rindu alam semesta
Malam hari renungan atas diri sendiri
Melihat yang belum pasti, menjadikan sebuah imajinasi
Ditemani angin dingin membara menerpa jiwa
Nikmati malam penuh kesunyian
Bersama sang bintang terangi alam pikiran