Reo, Vox NTT- Bicara tentang sampah di Kecamatan Reok, Kabupaten Manggarai, seakan tak ada habisnya.
Mulai dari penyediaan tempat pembuangan akhir (TPA), prilaku manusia membuang sampah sembarangan hingga sikap pemerintah yang acuh terus disorot media.
Selain di jalanan, baru-baru ini juga terlihat tumpukan sampah di tambat labuh perahu.
Tak jarang warga yang berdomisili di dekat bantaran sungai membuang sampah tanpa merasa risih.
Perilaku ini juga nyaris sama dengan para pengguna jalan yang seenaknya membuang sampah di jalur lintasan.
Di pinggir jalan kerap kali ditemukan tumpukan sampah yang menyerupai gunung kecil, terpencar-pencar. Di pinggir got juga terlihat penuh oleh sampah bermacam jenisnya.
Tak terkecuali di tambat labuh Kelurahan Reo, Kecamatan Reok yang dipenuhi sampah dan kotoran manusia.
Sungguh sangat menjijikan, tambat labuh yang merupakan tempat vital bagi warga mayoritas nelayan malah dijadikan tempat pembuangan kotoran manusia oleh oknum yang tak bertanggung jawab.
Mereka seenaknya melempar sampah di tepian tambat labuh hingga menumpuk dan mencemari air di bantaran Sungai Wae Pesi.
Seperti dipantau VoxNtt.com, Selasa (03/05/2022), tumpukan sampah terlihat di sejumlah titik tambat labuh yang baru saja dibangun oleh Pemda Manggarai itu.
Dana Alokasi Khusus (DAK) berjumlah ratusan juta yang digelontorkan untuk membangun tambatan itu malah sekejap disulap menjadi tempat pembuangan sampah.
Beberapa perahu yang sedang ditambatkan pun sudah kemasukan sampah dan udara yang tak layak dihirup.
Hal itu karena arus sungai yang membawa sampah ke dalam perahu sehingga bercampur dengan bau yang kian membusuk.
Udara pagi yang sebenarnya sangat segar untuk dihirup oleh warga sekitar mulai pelan-pelan hilang karena ditutupi oleh bau sampah.
Embun dingin yang membawa kesejukan di pagi hari seakan sirna oleh bau tak sedap.
Suara bising kendaraan yang berlalu lalang pun menyelimuti pagi dengan tumpukan sampah.
Lima, sepuluh tahun lalu air sungai di dekat tambat labuh ini masih terlihat jernih.
Alirannya hampir selalu ada meski di musim kemarau.
Banyak anak kecil dan warga sekitar bermandi ria dan mencuci. Ikan yang sedang berenang pun juga terlihat.
Namun yang terlihat sekarang air segar sudah bercampur dengan kotoran manusia. Jangankan mau mandi, melintas saja harus menutup hidung.
Bau kaleng-kaleng busuk, perut ikan, pampers bayi, kulit pisang, tai manusia, kain kotor menjadi satu dengan air.
Tujuan awal pembangunan tambatan itu seakan pelan-pelan tergeser.
Sungguh miris perilaku manusia yang tak beretika itu. Namun begitulah kondisi yang terjadi di tempat yang pernah diharapkan Gubernur NTT untuk jadi restoran terapung ini.
Yosep Andi Karpus, salah satu pemuda Pokdarwis Kecamatan Reok mengecam keras tindakan oknum yang dengan sengaja ingin mengotori tambat labuh dan mencemari air Sungai Wae Pesi.
Andi mengatakan, tindakan membuang sampah di sungai tidak menunjukkan etika manusia yang beradab.
Sebab kesegaran air Sungai Wae Pesi yang biasa dipakai oleh warga sekitar untuk mandi dan mencuci, malah berubah bak TPA sampah.
“Sangat disayangkan perilaku seperti ini. Kalau dibiarkan terus maka pencemaran sungai akan berdampak bagi warga yang mengkonsumsi airnya. Kita mau agar sampah ini secepatnya dibersihkan,” tandas Andi sembari mengajak rekan Pokdarwisnya turun memungut sampah.
Ia dan rekan Pokdarwisnya, Gaspar Riberu turun langsung ke tepian sungai untuk memungut sisa-sisa kotoran lalu dibuang ke seberang jalan untuk dibakar.
Sambil duduk di atas tambat labuh, bermodalkan kayu, kaos tangan dan sepatu bengkap, Andi dan Gaspar menjadi pahlawan yang bergulat seharian dengan sampah.
Mereka menyingkirkan sampah-sampah plastik dan bahkan kotoran manusia. Semua itu dilakukan agar air sungai tidak tercemar.
Meski tidak semua sampah dipungut, namun upaya dua pemuda Pokdarwis ini harus diapresiasi.
“Kami betul-betul merasa peduli dengan kondisi tambat labuh ini karena jika dibiarkan, volume sampah akan melebihi ambang batas sungai, padahal air sungai kerap dikonsumsi warga termasuk nelayan. Apabila air sungai tercemar manusia juga yang akan menanggung akibatnya,” tutur Andi.
Andi juga belum bisa memastikan siapa oknum yang tega membuang sampah sembarangan.
Ia hanya berharap ke pemerintah setempat untuk menindak tegas oknum yang kedapatan membuang sampah.
“Semua ini demi Reok yang lebih baik karena sudah sejak lama kita bicara tentang sampah tapi tak ada jalan keluar yang lebih baik,” ujar pria yang juga anggota PMI Kecamatan Reok ini.
Rekannya Gaspar juga berharap hal serupa. Gaspar mengatakan, pihak kecamatan harus segera mengambil sikap memindahkan sampah ini ke lokasi yang lebih layak.
Sebab kalau tidak, sampah ini akan dibawa oleh arus sungai ke muara hingga ke pantai pariwisata Nanga Banda.
“Sampah ini kalau makin menumpuk pasti akan terbawa air. Karena itu kita harus cegah memang dari sekarang, apalagi di lokasi bagian bawah bantaran Sungai Wae Pesi ini terdapat hutan mangrove dan tempat pariwisata. Sangat disayangkan jika tercemar sampah,” tutur Gaspar sembari terus memungut sampah sampai ke pantai.
Muktar, salah seorang pemilik perahu yang kebetulan melintas di jalur tambat labuh itu mengaku tidak mengetahui siapa oknum yang tega mengotori tambat labuh itu.
Ia kesal lantaran sampah yang telah menumpuk itu masuk ke dalam perahu rekannya hingga kotor.
“Iya kita kan belum bisa pastikan siapa orangnya. Paling tidak ada dua kemungkinan, yakni orang jauh atau orang dekat. Bisa jadi juga orang jauh yang datang buang sampah di sini. Bisa jadi juga orang dekat yang tak peduli,” tutupnya.
KR: Berto Davids
Editor: Ardy Abba