Oleh: Yosefino Rhiti Reda
Indonesia merupakan negara dengan ciri khas yang sangat beragam. Ragamnya ciri tersebut akibat dari luasnya wilayah serta banyaknya jumlah masyarakat yang diiringi dengan banyaknya jumlah suku dan ras.
Dari aspek suku dan ras, dapat dikatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah suku dan ras terbanyak.
Keunggulan Indonesia yang secara geografis terletak diantara 6º LU – 11º LS dan 95º BT– 141º BT, mencakup keunggulan natural (alamiah) dengan luas wilayah 5.180.053 juta kilometer persegi, yang terdiri dari 1.922.570 juta kilometer persegi daratan dan kurang lebih 3.257.483 juta kilometer persegi lautan, dalam gugusan yang selama ini kita ketahui berjumlah 17.508 pulau.
Namun dalam Konfrensi Rupa Bumi yang diadakan PBB di New York Amerika Serikat (AS) yang berakhir tanggal 31 Juli 2012, pemerintah Indonesia secara resmi mendaftarkan 13.466 pulau sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Pulau yang didaftarkan, jumlahnya berbeda dengan jumlah pulau yang diketahui oleh publik selama ini.
Di sisi lain, kebhinekaan dan potensi wilayah juga merupakan tantangan tersendiri bagi bangsa Indonesia terutama untuk mempertahankan keutuhan dan persatuan bangsa.
Luasnya wilayah indonesia sebagai wadah kehidupan bagi warga Negara yang bersuku budaya, beragam agama dan memiliki karakteristik berperilaku berbeda-beda dapat menimbulkan suatu konflik.
Apakah dengan kekayaan alam serta keunggulan-keunggulan yang dimiliki, negara ini sudah memberikan jaminan kesejahteraan kepada semua masyarakat?
Apakah keunggulan-keunggulan yang dimiliki sudah menjamin kesatuan dan persatuan negara ini?
Konflik yang terus terjadi di beberapa daerah yang timbul karena perbedaan keyakinan, politik, budaya, maupun konflik dalam pengelolaan sumber daya alam merupakan catatan buruk yang dimiliki oleh negara ini.
Sama sekali kekayaan alam, suku,ras, budaya belum memberikan jaminan kesejahteraan yang mutlak bagi negara ini.
Apakah ini merupakan masalah yang disebabkan oleh kekayaan alam yang sudah ada dan yang dimiliki oleh negara ini?
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang selain unggul karena kekayaan alam, suku,ras budaya yang dimiliki, Indonesia juga unggul sebagai negara yang memiliki konflik atau problem paling banyak.
Bukankah ini merupakan sesuatu yang bertolak belakang? Banyaknya kasus-kasus merupakan satu identitas dasar bahwa negara ini belum dan sama sekali tidak menunjukkan semangat kesatuan dan persatuan di dalamnya.
Sebagai contoh ialah kasus penistaan agama, konflik dalam pemilihan kepala daerah, dan konflik akibat perbedaan warna kulit.
Permasalahan lain yang terjadi seperti lepasnya pulau Sipadan dan Ligitan serta lepasnya Timor Timur adalah fakta bahwa kelebihan yang dimiliki Indonesia sekaligus merupakan tantangan.
Hingga saat ini di beberapa daerah ancaman yang dapat memecah belah persatuan masih terjadi.
Adanya Organisasi Papua Merdeka (OPM), Republik Maluku Selatan (RMS) serta berbagai organisasi separatis lainnya memperlihatkan bahwa terdapat permasalahan yang mengancam kesatuan dan persatuan di negara Indonesia.
Dalam aspek konflik antar masyarakat permasalahan mendasarnya adalah kurangnya rasa saling menghormati dan menghargai perbedaan.
Sedangkan dalam aspek kedaulatan dan kewilayahan terdapat ancaman disintegrasi yang disebabkan oleh faktor kesejahteraan.
Hal pokok yang menjadi dasar atau yang fundamen terjadinya permasalahan-permasalahan di negara ini sebenarnya akibat dari sikap egoisme yang dipelihara yang terus menerus dan ditumbuh kembangkan dalam meniadakan asas-asas Wawasan Nusantara yang berasal dari nilai-nilai luhur, budaya bangsa yang sudah tertera dan sangat jelas ada dalam diri Pancasila.
Dalam ilmu wawasan Nusantara, ada 6 asas yang berfungsi sebagai pedoman, motivasi, dorongan, dan arah dalam menentukan segala tindakan, keputusan, kebijakan, dan perbuatan penyelenggara Negara maupun bagi seluruh rakyat Indonesia.
Salah satu asas Wawasan Nusantara yang tidak kalah pentingnya dengan asas-asas yang lain ialah asas solidaritas.
Asas solidaritas dibutuhkan agar terbentuk hubungan antarsesama yang menimbulkan rasa percaya, menghormati dan saling berkorban.
Sikap ini diperlukan agar masyarakat tidak tercerai berai dan membeda-bedakan orang lain.
Dari pengertiannya sendiri, solidaritas adalah perasaan emosional dan moral yang terbentuk pada hubungan antar individu atau kelompok berdasarkan rasa saling percaya, kesamaan tujuan dan cita-cita, adanya kesetiakawanan dan rasa sepenanggungan.
Realitas yang terjadi di negara ini sangat berbeda jauh dengan apa yang menjadi harapan dan yang tertera dalam pengertian mengenai solidaritas.
Solidaritas hanya menjadi sebuah kata yang bermakna tanpa ada tindakan nyata. Solidaritas di negara ini hanyalah sebuah iseng-iseng belaka.
Masalah-masalah kecil dibuat menjadi suatu masalah yang besar akibat ego yang tidak mementingkan kepentingan orang lain.
Sikap bersolidaritas menjadi sebuah kata yang tidak asing lagi untuk didengar tetapi asing untuk kita temukan tindakan nyata.
Apakah tujuan dari sikap solidaritas yang ingin agar masyarakat tidak tercerai berai dan membeda-bedakan orang lain sudah terwujud di negara ini?
Sesuatu yang sangat amat menyedihkan yang terjadi di bumi Pertiwi ini. Akibat perbedaan warna kulit saja dapat membuat suatu masalah yang besar.
Akibat perbedaan agama saja, orang sesuka hati mencari cara dengan memaksa orang lain untuk mengikuti dan menganut agama yang dianutinya.
Pancasila sebagai dasar solidaritas negara yang di dalamnya mencakup seluruh nilai-nilai atau asas-asas penting yang bertujuan untuk kesejahteraan serta persatuan dan kesatuan negara ini dibuat bagaikan barang tak bertuan.
Nilai-nilai yang ada di dalamnya dibuat tidak ada artinya lagi karena setiap orang lebih memfokuskan diri pada nilai-nilai dan keinginan atau kehendak yang dibuatnya sendiri.
Setiap orang lebih memilih untuk mementingkan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain.
Masalah-masalah yang terus terjadi di negara ini sudah sangat jelas membuktikan bahwa negara ini belum sama sekali menunjukan sikap solidaritas yang pada dasarnya adalah nilai dari Pancasila sebagai sang solidaritas sejati.
Sebagai dasar negara dan sang solidaritas sejati, Pancasila adalah jalan tol menuju kesejahteraan, persatuan dan kesatuan negara ini.
Wujud nyata solidaritas terletak pada kesadaran setiap orang untuk mengamalkan nilai-nilai yang ada dalam diri Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara.
Asas solidaritas yang ada dalam wawasan Nusantara sebenarnya merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang telah ada dalam diri Pancasila melalui kelima Sila Pancasila yang ada didalmnya.
Sikap solidaritas sendiri merupakan bentuk kepedulian terhadap orang lain.
Sikap solidaritas sudah selayaknya dijalankan seluruh masyarakat Indonesia tanpa membeda-bedakan dari dan kepada siapa.
Setiap orang perlu menyadari betapa pentingnya sikap solidaritas di negara ini. Bukankah masalah-masalah yang muncul di negara ini merupakan akibat dari kurangnya solidaritas yang dimiliki oleh setiap orang?
Kesetiaan dalam menjaga dan mengamalkan nilai solidaritas sebenarnya jalan tol tau tonggak utama dalam menciptakan kesejahteraan ataupun persatuan dan kesatuan di negara ini.
Rasa setia kawan atau solidaritas dapat menjadi kekuatan tersendiri untuk mewujudkan tujuan dan cita-cita nasional.
Sebagai warga negara yang Pancasilais, setiap orang berkewajiban untuk menumbuh kembangkan sikap solidaritas kepada setiap orang, agar negara ini menjadi suatu negara yang aman dan sejahtera.
Solidaritas sebagai jalan tol menuju kesejahteraan memberikan pemahaman agar setiap orang dengan caranya masing-masing memiliki rasa setia kawan dengan cara mau memberi dan berkorban demi orang lain tanpa meninggalkan ciri dan karakter yang dimiliki masing-masing.
Kesatuan dan persatuan negara ini berada di tangan seluruh warga negara Indonesia.
Setiap warga negara hendaknya dengan kesadaran yang dimiliki, tidak menjadikan setiap perbedaan sebagai masalah yang merusak hubungan persaudaraan, tetapi menjadikan itu sebagai suatu keunikan yang bersolidaritas. Semangat Pancasilais, semangat solidaritas!.
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira- Kupang (Seminari Tinggi Santo Mikhael-Penfui).