Catatan di balik Diskusi Primetime Radio Manggarai tentang Pembentukan Provinsi Flores, Rabu (25/05/2022)
Oleh: Igen Padur
Wacana pembentukan Provinsi Flores kembali menyedot energi sebagian masyarakat Nusa Tenggara Timur (NTT), khususnya masyarakat sembilan kabupaten yang ada di Pulau Flores dan Lembata.
Wacana ini sebenarnya sudah bergulir jauh sebelum Provinsi NTT terbentuk yakni sejak tahun 1955, tiga tahun sebelum NTT terbentuk sebagai provinsi tahun 1958.
Kala itu, Partai Katolik menghembuskan wacana akan pentingnya pembentukan Provinsi Flores. Berbagai upaya taktis pun mulai dilakukan sejak wacana ini digaungkan.
Seperti misalnya Konferensi Orang Flores Sikka yang digelar pada tahun 1956, pembentukan Panitia Pembentukan Provinsi Flores (P3F) di Ende tahun 1992 dan upaya-upaya lainnya.
Namun, berbagai upaya yang dilakukan ternyata tidak cukup mampu merealisasikan mimpi besar menjadikan Flores sebagai provinsi tersendiri.
Dengan demikian, rencana itu perlahan redup dari perhatian masyarakat dan elite-elite Flores. Hingga akhirnya pada tahun 2003, rencana itu kembali dihidupkan dari kematian yang panjang.
Pada tahun itu, digelar Musyawarah Besar Orang Flores yang berlangsung di Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.
Terdapat keputusan yang dihasilkan berisi kandidat ibu kota Provinsi Flores yakni Ende, Maumere dan Mbay.
Sepuluh tahun berselang, wacana ini kembali mati suri. Wacana ini seperti air laut yang ada di bibir pantai yang kadang kala pasang dan kadang surut. Tidak stabil.
Akhirnya, dibentuklah Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores (P4KF) yang digagas oleh Organisasi Pengawasan Rakyat (OPR). Setahun berikutnya, digelarlah Kongres Rakyat Flores di Bajawa.
Sederet perjuangan pembentukan Provinsi Flores ini memantik semangat dari segenap Crew Radio Manggarai untuk menggelar diskusi.
Dengan mengangkat tema khusus tentang Urgensi Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores, Radio Manggarai ingin kembali melihat apa saja kendala-kendala yang dialami dalam agenda pembentukan provinsi Flores.
Diskusi menghadirkan dua narasumber yakni Dr. Mantovanny Tapung, dosen Unika St. Paulus Ruteng dan Adrianus Jehamat, Ketua P4KF.
Dalam diskusi mengungkap sebuah fakta bahwa Provinsi Flores belum menjadi kesadaran kolektif.
Walaupun rencana tersebut sudah lama digaungkan namun itu tidak menjadi perhatian bersama.
Dengan demikian, rencana tersebut berakhir sia-sia. Kesadarkan kolektif yang dimaksudkan yaitu kesadaran semua elemen masyarakat.
Selama ini, energi pembentukan Provinsi Flores hanya dihembuskan oleh Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Kepulauan Flores (P4KF).
Sebagian elemen masyarakat seperti bersikap apatis. Padahal, agenda pembentukan Provinsi Flores memiliki tujuan mulia yakni hajat hidup orang Flores pada umumnya.
Manto Tapung dalam diskusi mengatakan, agenda pembentukan Provinsi Flores sangat penting dan mendesak. Hal itu karena melihat sejumlah kemudahan yang dipetik manakala rencana ini berhasil dijalankan.
Adapun kemudahan yang dimaksudkan yakni terletak pada pendekatan pelayanan kepada masyarakat.
“Dengan dibentuknya Provinsi Flores ini maka orang-orang Flores langsung mendapat dampak dari kebijakan pembangunan yang sudah dirancang oleh pemerintah. Apalagi pemerintahan Jokowi ini sangat gencar dengan pola-pola pendekatan dari daerah. Saya pikir ini menjadi salah satu jalan untuk merealisasikan konsep-konsep pembangunan dari pinggiran,” jelasnya.
Selain itu, alasan lain menurut Manto, yakni mengacu pada realitas kebijakan yang terjadi hingga sekarang.
Menurutnya, Flores pada umumnya hanya berada di balik punggung Provinsi NTT.
Kebijakan-kebijakan strategis hanya diprioritaskan pada masyarakat di Kupang. Sedangkan masyarakat Flores hanya menikmati tetesan-tetesan kecil saja.
Dengan demikian Manto menegaskan, agenda pembentukan Provinsi Flores harus menjadi momentum bagi segenap elemen yang ada di Flores untuk menunjukan eksistensinya.
Apalagi, Flores memiliki segudang orang-orang berkualitas yang punya nama-nama besar baik dalam pentas politik nasional, regional dan lokal serta pentas sosial budaya.
“Jadi, ini merupakan momentum bagi orang Flores untuk menegaskan bahwa orang Flores punya orang-orang hebat. Orang-orang terbaik yang tidak kalah prestasi, prestisenya dan kekuatan besar yang bisa mendorong dan membangun daerah ini. Hanya yang menjadi pertanyaan penting saat ini, seberapa sadar orang-orang seperti ini untuk memiliki komitmen dalam memperjuangkan pembentukan Provinsi Flores,” tambahnya.
Kata Manto, perjuangan pembentukan Provinsi Flores tidak bisa hanya mengandalkan sebagian orang saja.
Perjuangan tersebut mesti menjadi perjuangan kolektif yang melibatkan semua elemen masyarakat dengan pola pendekatan yang beragam, mulai dari pendekatan struktural hingga sampai pada pendekatan sosial budaya dan pendekatan politik sekalipun.
Senada dengan Manto, Ketua P4KF Adrianus Jehamat menjelaskan, dari sembilan kabupaten yang ada, hanya ada dua kabupaten yang sudah resmi memberikan rekomendasi persetujuan pembentukan Provinsi Kepulauan Flores.
Dua kabupaten tersebut yakni Kabupaten Manggarai Barat (Mabar) dan Kabupaten Nagekeo.
Tersisa tujuh kabupaten yang belum kunjung memberikan tanggapan persetujuan atas agenda pembentukan Provinsi Flores ini.
Walau demikian, pihaknya telah melakukan berbagai upaya agar agenda ini diterima dengan baik oleh semua elemen.
Upaya tersebut berupa surati pimpinan partai politik di sembilan kabupaten dan surat kepada pimpinan partai politik di pusat agar membawa agenda pembentukan Provinsi Flores ini ke meja sidang paripurna bersama pihak eksekutif.
Ia kemudian berharap agar Pemda dan DPR dari tujuh kabupaten yang ada, segera memberikan rekomendasi persetujuan sehingga agenda tersebut bisa berjalan dengan baik.
Tidak hanya menaruh harapan pada eksekutif dan legislatif, ia juga mengharapkan dukungan penuh dari seluruh elemen masyarakat demi tercapainya agenda pembentukan Provinsi Kepulauan Flores.